PBNU Tolak RUU Tentang Sumber Daya Air, Ini Alasannya

– Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Sumber Daya Air (SDA) yg diinisiasi DPR menuai tanggapan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

PBNU melihat RUU tersebut memiliki semangat anti industri, dan
menutup ruang berkembangnya usaha baru masyarakat, serta terlalu over control
oleh pemerintah hingga pengelolaannya.

Merespon RUU itu, PBNU menggelar diskusi publik mengkaji
ulang RUU SDA di Gedung PBNU lantai 5, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Rabu, 31
Juli 2019.

Turut hadir sebagai pembicara dalam kegiatan tersebut yakni Wakil Ketua Umum (Waketum) PBNU H Mochammad Maksum Machfoedz. Ia mengungkapkan bahwa air yg semula merupakan komoditas sosial menjadi komoditas ekonomi.

“Kami telah menolak itu. Conditionally constitutional.
Itu tahun 2005. 10 tahun kemudian dibredel kembali ke UU Nomor 11 tahun 1974.
Jadi kita bawa ke moderat, berkeadilan,” kata Maksum, dikutip dari situs
resmi NU, Rabu, 31 Juli 2019.

Baca Juga:  Tegas, PBNU dan MUI Nyatakan Crosshijaber Tak Sesuai Islam

“RUU SDA ini dibahas kembali mengingat pemerintah terlihat
menjadi regulator sekaligus eksekutor pengelolaan. NU mengmaukan draf RUU
yg mau disahkan nanti dapat memberikan keadilannya lebih jelas,” lanjutnya.

Untuk memenuhi hal tersebut, kata H Maksum, perlu dilakukan
pemetaan potensi skala prioritas sosial dan ekonominya.

“Sebagai komoditas, air terikat pada jumlah yg terbatas.
Kalau diambil satu sektor, yg lain tak dapat. Dengan tata kelola yg bagus,
jaminan air juga harus diperbuatkan bagi pertanian atau kepentingan yg lain,
seperti bisnis, industri, ataupun sebagai bahan atau prasarana,” ujarnya.

“Kalau petanya jelas, maka semuanya mau hidup, perekonomian
akan hidup. Tidak mau ada yg dirugikan,” sambungnya.

Pada kesempatan itu, Rektor Universitas Nahdlatul Ulama
Indonesia (Unusia) Jakarta itu juga menegaskan bahwa hal yg terpenting buat
diutamakan ialah penggunaan domestik bagi masyarakat secara umum yg
digunakan buat keseharian dan pertanian.

Baca Juga:  Ketum PBNU Kiai Said Terima Kunjungan Studi Banding Ulama Fiqih Sunni Asal Irak

“Yang pertama domestic use, pertanian, ketiga keempat
industri,” tegasnya.

Dirinya juga menekankan bahwa NU berkepentingan buat
persoalan keadilannya sebab kerapkali berujung pada konflik.

Hal itu, kata dia, yg menjadi catatan Mahkamah Konstitusi
membatalkan UU Nomor 7 tahun 2004 sebab cenderung komersial, eksploitatif, dan
monopolistik menuju pada koruptif.

“Selalu ditumpangi oleh pendekatan yg sangat radikal.
Jangan sampai kita merumuskan dipolitisir jadi horizontal conflict,” ujarnya.

“Oleh sebab itu, perlu kejelian dalam merumuskan RUU SDA
itu. Kita harus jeli betul. Unsur proteksi tak dapat dilupakan. Untuk urusan
domestik tak boleh dilupakan,” tegasnya.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.