Peringatan Hari Batik Nasional, Ini Pesan Ketum PBNU

– Memperingati Hari Batik Nasional yg jatuh pada 2 Oktober, Ketua Umum Pengurus Besar Nadhalatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj bersyukur bahwa batik menjadi salah satu khas pakaian Indonesia yg masih bertahan walaupun memasuki era digital. 

“Alhamdulillah kita dijajah Belanda selama 350 tahun, batik tak hilang,” kata Kiai Said Aqil Siroj di Gedung PBNU, Jakarta, dikutip dari situs resmi NU, Kamis 2 Oktober 2014.

Batik, kata Kiai Said, ialah ciri khas Indonesia yg unik dan mengandung filosofi daerah dimana ia dibuat. Seperti batik Yogya, Cirebon, Solo, Pekalongan, dan daerah memiliki filosofinya masing-masing. 

“Orang dulu membuat motifnya itu tak sembarangan. Apalagi yg batik tulis. Konon katanya ketika mau membatik itu ada yg tirakat dulu sebab ada yg sampai dua tahun. Konon begitu yg batik tulis. Itu buat keberkahan,” terangnya.

Baca Juga:  Rajin Shalat Tarawih di Masjid, Satu Jemaah Positif Covid-19

Kiai Said juga menyebut bahwa orang yg membatik bukan hanya semata-mata mencari materi atau uang, tapi mempertahankan jati diri sebab soal uang itu tak setimpal dari daya ciptanya. 

“Menjadi warga negara Indonesia ialah amanat dari Allah Subhanahu wa ta’ala,” ujar Kiai Said.

“Saya jadi orang Indonesia bukan pilihan. Tiba-tiba Tuhan menghendaki saya jadi orang Indonesia, itu kan anugerah, amanah dari Tuhan,” sambungnya.

Menurutnya, Batik ialah produk budaya manusia Indonesia. Sedangkan budaya ialah pembeda antara manusia dgn binatang.

“Sebelum lahir, seseorang telah berada dalam budaya tertentu dalam aturan tata cara pakaian dan tata cara hidup tertentu,” ujar Kiai Said.

Lebih jauh Kiai Said mengatakan, orang Indonesia yg berpakaian gaya Arab, tak ada hubungannya dgn kedalaman keberagamaan.

Baca Juga:  Soal Yel-yel “Islam Yes Kafir No” di Yogyakarta, Gus Mus: Merendahkan Keberagaman

“Karena di zaman Rasulullah saja yg menggunakan pakaian seperti itu ialah Abu Jahal dan Abu Lahab. Mereka justru penentang Islam paling utama dan terdepan,” terangnya.

Dalam Islam, sambung Kiai Said, yg penting dalam berpakaian itu menutup aurat.

“Mau sarung, kain, jilbab, kebaya, sari India, celana asal tak terlalu ketat, yg penting menutut aurat. Adapun bila budaya bertabrakan dgn Islam, maka Islam meluruskan. Yang tak bertabrakan, kita pertahankan seperti batik,” pungkasnya.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.