Mandi Taubat

Di beberapa thoriqoh tertentu ada amalan berupa mandi taubat yang dilakukan menjelang pelaksanaan bai’at masuk ke thoriqoh tersebut.

 

Pertanyaan
Adakah dasar dari mandi taubat?

Jawaban
Ada

Referensi

  • كفاية النبيه في شرح التنبيه (2/ 12)

قال: وغسل الكافر إذا أسلم؛ لما روى النسائي: “أنه أسلم قيس بن عاصم، فأمره رسول الله – صلى الله عليه وسلم – أن يغتسل بماء وسدر] وروي أنه أمر ثمامة بن أثال الحنفي أن يغتسل حين أسلم ولأن في غسله تعظيماً للإسلام واستحب أن يكون غسله بعد حلق شعر رأسه؛ لقوله- عليه السلام-: “أَلْقِ عَنْكَ شَعَرَ الكُفْرِ”.فإن قيل: لم لا قلتم بوجوبه لأجل الخبر؟قيل: لأن جماعة أسلموا، ولم يأمرهم النبي – صلى الله عليه وسلم – بذلك؛ فَدَلَّ لِسُنِيَّتِهِ، وَلَوْ كَانَ فَرْضًا لَأَمَرَهُمْ بِهِ، وَلِأَنَّ الْإِسْلَامَ تَوْبَةٌ مِنْ مَعْصِيَةٍ؛ فَلَمْ يَجِبِ الْغُسْلُ لَهَا؛ كَالتَّوْبَةِ مِنْ سَائِرِ الْمَعَاصِيْ ثم ظاهر كلام الشيخ أن غسله بعد الإسلام، وقد أبعد بعض الأصحاب، فاستحبه قبلهقال الإمام في كتاب الجمعة: وفيه نظر؛ فإن الأمر بتأخير الإسلام محال، والمعرفة إذا ثبتت لا يمكن دفعها. وإن كان المراد إظهار الشهادتين؛ فلا وجه لتأخيره، فإنه مما يجب على الفورنعم لو قيل: لو بدت تباشير الهداية؛ فابتدر الكافر واغتسل، ثم أقبل، وهداه الله؛ فما جرى في الحال التي وصفناها: هل يعتد به؟ فيه احتمال وتردد.

Terjemah :
Hadits yang diriwayatan Imam Nasa’I menunjukkan kesunahan dari mandi, dan seandainya mandi itu wajib maka Nabi akan memerintah para sahabat untu melakukannya. Dan sesungguhnya Islam adalah suatu pertaubatan dari maksiat, sehingga mandi tidak wajib karena taubat tersebut sebagaimana taubat dari maksiat-maksiat yang lain

  • كفاية الأخيار (ص: 47)

وَمِنَ الْأغْسَالِ الْمَسْنُوْنَةِ غُسْلُ الْكَافِرِ إَذَا أَسْلَمَ وَرُوِىَ أَنَّهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَمَرَ قَيْسَ بْنَ عَاصِمٍ وَثَمَامَةَ بْنَ أَثَالٍ أَنْ يَغْتَسِلَا لِمَا أَسْلَمَا وَلَمْ يُوْجِبْهُ لِأَنَّ جَمَاعَةُ أَسْلَمُوْا فَلَمْ يَأْمُرْهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهِ وَلِأَنَّ الْإِسْلاَمَ تَوْبَةٌ مِنْ مَعْصِيَةٍ فَلَمْ يَجِبِ الْغُسْلَ مِنْهُ كَسَائِرِ الْمَعَاصِيْ





Fiqh Pasien

1. Wudhu Untuk Pasien
Tidak seperti orang yang sehat, para pasien sering mengalami berbagai kesulitan ketika hendak berwudhu. Kesulitan itu bisa berupa ketersediaan air, atau beberapa kesulitan teknis yang menyangkut tempat atau kesehatan pasien. Dalam hal ini, Islam memberikan keringanan kepada pasien untuk berwudhu dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Apabila pasien masih mampu bergerak dan menurut dokter, air tidak berdampak negatif untuk proses penyembuhan, maka ia wajib berwudhu sendiri.
b. Jika pasien sudah tidak mampu bergerak, maka seseorang bisa membantunya untuk berwudhu.
c. Jika menurut dokter, air membahayakan atau memperlambat proses penyembuhan pasien, maka dia bertayamum sebagai ganti wudhu.
d. Jika pada bagian anggota badan yang wajib dibasuh atau diusap dalam wudhu terdapat luka, tapi masih memungkinkan dibasuh, maka dia tetap wajib membasuhnya. Jika beresiko, hendaknya dia mengusapnya sekali usapan dengan air. Jika mengusapnya beresiko pula, dia bisa membalutnya dengan gips atau plester dan mengusap balutannya. Jika masih tidak memungkinkan, maka dia boleh bertayamum. Untuk poin yang keempat ini bisa dilakukan setelah anggota badan telah suci baik dari hadats maupun najis. Cara bertayamum bagi anggota badan yang dibalut atau digips cukup mengusap bagian luarnya saja dengan debu.
e. Pasien yang tidak bisa menahan kencing, buang angin, keluar darah dan sebagainya secara terus-menerus, dia wajib berwudhu atau tayamum setelah masuk waktu shalat dan segera melakukan shalat. Ia wajib membersihkan pakaian dan tempat yang terkena najis setiap akan shalat berikutnya. Adapun najis yang tidak dapat dihindari selama berlangsungnya shalat, tidak menghalangi sahnya shalat karena keadaan yang amat darurat.
f. Jika pasien tidak bisa membersihkan badan, pakaian dan tempat serta tidak ada orang lain yang membantunya, menurut para ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah, ia tetap mengerjakan shalat dengan keadaan darurat serba najis karena ia telah terbebas dari tanggungjawab bersuci (shalat lihurmatil waqti). Akan tetapi ia wajib mengulanginya (i’adah) jika sudah sehat.

2. Mandi Untuk Pasien

a. Pasien yang berstatus junub artinya memiliki tanggungan hadats besar karena haid, nifas dan sebagainya, ia wajib mandi. Selama belum mandi, ia tidak boleh menjalankan shalat, menyentuh atau membaca al-Qur’an atau tinggal di masjid. Hal ini perlu menjadi catatan sebab banyak pasien yang ingin tetap memperbanyak ibadah untuk memohon kesembuhan dari Allah dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an. Karena bacaan al-Qur’an itu telah menjadi kebiasaan yang bersangkutan sehari-hari. Ia tidak sadar atau tidak tahu bahwa bacaan itu diharamkan baginya selama ia belum suci dari hadats besar. Sebagai gantinya ia bisa berdzikir dengan bacaan apapun selain al-Qur’an atau diperbolehkan juga berdoa walaupun doa-doa itu terambil dari al-Qur’an. Misalnya bacaan salawat nabi, asmaul husna, tahlil (la ilaha illallah), tasbih (subahanallah), istighfar (astaghfirullah) atau doa para Nabi yang termaktub dalam al-Qur’an dan sebagainya.
b. Bagaimana pasien yang terkena kewajiban mandi namun menurut dokter tidak boleh terkena air atau tidak tersedia air, pasien yang demikian diperbolehkan tayamum sebagai pengganti mandi. Ia mendapatkan sejumlah keringanan sebagaimana keringanan tayamum sebagai pengganti wudhu seperti telah dijelaskan sebelumnya.
c. Masih banyak orang Islam yang salah paham dan menganggap tayamum hanya sebagai pengganti wudhu. Kesalahpahaman tersebut juga pernah terjadi pada zaman Nabi Saw, ketika ada orang yang lagi junub dan tidak tersedia air, maka shahabat itu menggelindingkan badannya di atas pasir. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa tayamum bisa menjadi pengganti mandi dengan tata cara pelaksanaan yang sama dengan tayamum pengganti wudhu. Ketika tayamum, ia harus berniat untuk membersihkan hadats besar.

3. Tayamum Bagi Pasien

Pasien diizinkan tayamum jika mengalami hal-hal sebagai berikut:
a. Dinyatakan oleh dokter atau menurut keyakinan pasien sendiri bahwa sentuhan air berbahaya bagi kesehatannya atau memperlambat proses penyembuhan.
b. Tidak kuat secara fisik pergi ke tempat berwudhu atau adanya kesulitan lainnya.
c. Sebagian atau keseluruhan anggota badan yang wajib dibasuh untuk wudhu tidak boleh terkena air seperti ada balutan atau gips, luka dan lain-lain.
d. Kesulitan mendapat air. Misalnya air di Rumah Sakit sangat terbatas atau bahkan kehabisan karena macetnya saluran air, atau antrian panjang di tempat berwudhu sedangkan waktu shalat sudah hampir habis.

Tayamum dilakukan setelah masuknya waktu shalat dan menggunakan debu yang kering dan suci. Semua najis yang ada pada tubuhnya wajib dibersihkan terlebih dahulu sebelum tayamum. Bagaimana cara mendapatkan debu tersebut? Cukup mengusap tangan ke tembok atau benda di sekitarnya yang dianggap kering dan berdebu meskipun sedikit.

Bagi pasien yang berpendirian tayamum harus dengan debu yang benar-benar terlihat mata, maka keluarga pasien bisa menyediakan debu suci dari rumah. Jika cara ini yang dilakukan maka pasien dan keluarga harus memperhatikan kebersihan rumah sakit. Harus diusahakan agar debu yang dibawa dari luar rumah sakit benar-benar suci dan diupayakan tidak mengotori rumah sakit karena hal ini bisa juga beresiko terhadap kesehatan para pasien dan orang-orang yang tinggal di ruangan itu.
Tata cara tayamum adalah sebagai berikut:
a. Mengusapkan tangan ke tembok ataupun benda di sekitar pasien yang dianggap bersih dan suci serta tidak basah, atau pada debu yang disiapkan secara khusus dari rumah oleh pasien atau keluarganya.
b. Mengusapkan kedua telapak tangan tersebut pada muka dengan terlebih dahulu mengibaskan tangan atau meniupnya agar debu tidak membekas pada wajah.
c. Mengusapkan kedua tangan ke tembok atau debu sekali lagi.
d. Mengusap tangan kanan dan kemudian tangan kiri sampai ke siku. Jika ada kesulitan melepas lengan baju, atau alasan lain, maka boleh mengusap tangan sampai ke pergelangan saja.
e. Pasien yang tidak dapat melakukan wudhu dan tayamum sendiri, dapat dibantu oleh orang lain sesama jenis atau lain jenis yang mahram, misalnya anak, saudara kandung dan sebagainya.

Orang yang tidak bisa melakukan wudhu, mandi, maupun tayamum karena berbagai kesulitan, maka para ulama berbeda pendapat tentang kewajiban shalatnya.
a. Menurut ulama Malikiyah, dia tidak lagi terkena kewajiban shalat.
b. Menurut ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah, dia tetap shalat tanpa bersuci namun wajib mengulanginya jika sudah sehat. Shalat ini disebut shalat lihurmatil waqti yaitu shalat yang dilakukan semata-mata untuk menghormati kemuliaan waktu shalat.
c. Menurut ulama Hanabilah, dia shalat seperti biasa sekalipun tanpa bersuci dan tidak wajib mengulanginya.

4. Shalat Pasien
Islam adalah agama kemudahan. Orang yang mengalami kesulitan menjalankan ibadah karena kondisi tertentu, selalu diberi jalan kemudahan oleh agama. Demikian juga shalat bagi pasien baik di rumah sakit atau di rumah sendiri. Ia bisa menjalankan shalat dengan berdiri, duduk, terlentang dan dengan cara lain yang tidak menyulitkan baginya.

4.1. Shalat Berdiri
Pasien yang masih mampu berdiri dan tidak mengkhawatirkan sakitnya bertambah parah, wajib melaksanakan shalat dengan cara berdiri

Menurut Imam Hanafi dan Imam Hanbali, jika pasien masih kuat berdiri dengan bantuan tongkat atau bersandar pada tembok atau orang lain dan tidak mempengaruhi proses kesembuhan, ia masih tetap wajib berdiri.

Adapun shalat sunnah seperti shalat sebelum dan sesudah shalat wajib (shalat sunnah rawatib), shalat tahajud dan sebagainya boleh dikerjakan dengan duduk sekalipun ia sehat dan kuat berdiri. Sekalipun diizinkan, namun shalat sunnah sebaiknya dikerjakan dengan berdiri bagi orang yang masih sehat karena shalat dengan berdiri lebih utama daripada dengan duduk. Nabi Saw bersabda,”Jika seseorang melakukan shalat (sunnah) sambil berdiri, maka hal itu lebih baik, dan barang siapa shalat sambil duduk maka ia mendapat separo pahala shalat dengan berdiri, dan barang siapa yang shalat sambil terlentang maka ia mendapatkan separo pahala shalat dengan duduk.” (HR. Al-Bukhari)

4.2. Shalat Duduk
Dalam kondisi pasien tidak mampu melaksanakan shalat dengan berdiri, maka ia bisa shalat dengan duduk. Nabi Saw bersabda, ”Shalatlah dengan berdiri, jika engkau tidak mampu (dengan berdiri), maka shalatlah dengan duduk, jika engkau tidak mampu shalat (dengan duduk), maka shalatlah dengan berbaring.” (HR. Al-Bukhari)

Shalat fardhu (wajib) boleh dikerjakan dengan duduk jika:
a. Pasien tidak kuat berdiri, atau kuat namun tidak diizinkan menurut petunjuk dokter.
b. Tidak ada tempat lain selain tempat tidur pasien dan tidak memungkinkan berdiri di atasnya karena tempat tidur memantul, rapuh dan sebagainya. Kondisi inilah yang paling sering dialami oleh banyak pasien.
c. Pasien bertinggi badan yang tidak memungkinkan dia berdiri di tempat itu.
Adapun tata-caranya shalat duduk adalah:
a. Duduk menghadap kiblat dengan posisi iftirasy (duduk di atas mata kaki kiri, telapak kaki kanan ditegakkan, ujung jari kaki kanan ditekuk menghadap kiblat). Adapun cara duduknya bisa dengan bersila, iftirasy, atau menyelonjorkan kaki ke arah kiblat. Menurut kebanyakan ulama, duduk iftirasy lebih baik. Imam As-Subki dan Al-Adzra’i berpendapat lain, bahwa bersila lebih utama karena untuk membedakan antara duduk karena darurat lantaran tidak bisa berdiri dengan duduk iftirasy secara normal pada posisi tasyahud (duduk pada tasyahud awal atau duduk di antara dua sujud). Bagi perempuan lebih baik duduk bersila, agar auratnya lebih tertutup.
b. Berniat shalat dan kemudian menjalankan semua rukun (aturan wajib) shalat.
c. Ketika ruku’, badan dibungkukkan sedikit dan tangan diletakkan di atas paha.
d. Untuk posisi sujud, bisa dengan sujud sempurna jika kesehatan memungkinkan dan bisa dengan membungkukkan badan dengan posisi sedikit lebih rendah daripada posisi ruku’.
e. Untuk duduk tasyahud (duduk terakhir sebelum salam penutup shalat) bisa dengan tawarruk (seperti duduk iftirasy hanya saja telapak kaki kiri dikeluarkan ke kanan sehingga pantat duduk di atas alas shalat) atau dengan duduk istirasy jika fisik tidak memungkinkan.

4.3. Shalat Berbaring
Shalat dengan berbaring dilakukan bagi pasien yang tidak mampu shalat dengan berdiri ataupun duduk. Adapun tata caranya adalah sebagai berikut:
a. Berbaring (miring) dengan bertumpu pada lambung kanan, kepala di sebelah utara, dada dan wajah menghadap kiblat.
b. Berniat shalat dan kemudian menjalankan semua rukun (aturan wajib) shalat.
c. Ketika ruku’ sedikit menundukkan kepala ke arah dada.
d. Ketika sujud, menundukkan kepala lebih menunduk daripada ketika ruku’.
e. Selanjutnya meneruskan rukun shalat sampai salam dalam posisi berbaring.

4.4. Shalat Terlentang
Apabila pasien tidak mampu melakukan shalat dengan duduk ataupun berbaring, maka ia bisa melakukan shalat dengan terlentang. Adapun tata caranya, ialah:
a. Pasien tidur terlentang dengan kaki membujur ke arah kiblat, kepala diangkat sedikit tinggi dengan bantal atau lainnya dan wajah menghadap kiblat. Jika karena sesuatu hal sehingga tidak memungkinkan menghadapkan wajah ke arah kiblat, misalnya karena posisi tempat tidur, atau karena kepala tidak bisa diangkat lebih tinggi maka cukup dengan menghadapkan kedua telapak kaki saja kearah kiblat.
b. Ketika ruku’ sedikit menundukkan kepala ke arah dada.
c. Ketika sujud, menundukkan kepala sedikit lebih menunduk daripada ketika ruku’.
d. Selanjutnya meneruskan rukun sampai salam dalam keadaan terlentang.

4.5. Shalat Isyarat
Jika pasien tetap tidak bisa melakukan shalat dengan semua keringanan di atas, maka cara yang terakhir adalah shalat dengan isyarat. Adapun tata caranya ialah:
a. Posisi badan bebas. Jika masih mungkin, tetap menghadap kiblat.
b. Semua gerakan shalat dilakukan hanya dengan isyarat anggota badan misalnya jari telunjuk tangan, kedipan mata atau lainnya.
c. Jika isyarat dengan anggota tubuh tidak mampu, maka cukup isyarat dengan hati demikian juga bacaan-bacaan shalat. Hanya pasien dan Allah yang dapat mengetahui shalat dengan cara ini. Inilah ikhtiar terakhir yang dilakukan oleh pasien dalam memenuhi kewajibannya sebagai hamba Allah.
d. Jika dengan isyarat hati tidak bisa, maka berarti pasien sudah tidak terbebani kewajiban apapun.
e. Untuk kemudahan dan konsentrasi shalat pasien, ia boleh dipandu gerakannya oleh orang lain, seperti perawat, anggota keluarga dan lain sebagainya. ,

4.6. Shalat Wanita Hamil
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, bahwa shalat tidak bisa ditinggalkan oleh siapapun dan dengan alasan apapun. Oleh sebab itu, orang yang sedang hamil tetap berkewajiban shalat. Bagi wanita hamil yang tidak mengalami kesulitan, ia wajib menjalankan shalat dengan tata cara yang baku sebagaimana biasa. Namun bagi yang mengalami kesulitan, maka bisa melakukan shalat dengan beberapa keringanan seperti telah diuraikan sebelumnya, yaitu dengan duduk, berbaring, terlentang dan sebagainya.

5. Puasa Bagi Wanita Hamil
Puasa Ramadhan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang sehat dan tidak mengalami kesulitan menjalankannya. Bagi yang mengalami kesulitan termasuk wanita hamil, boleh tidak berpuasa. Apalagi menurut petunjuk dokter puasa membahayakan diri sang ibu atau bayi dalam kandungan. Bagi wanita hamil yang demikian, semua ulama sepakat diperbolehkan meninggalkan puasa. Namun, para ulama masih berbeda pendapat tentang qadha’ atau fidyah yang bersangkutan.

6. Puasa Bagi Ibu Menyusui
Madzhab Syafi’i menambahkan, bahwa jika ia tidak berpuasa hanya karena pertimbangan kesehatan si bayi, maka ia wajib mengganti puasa dan membayar fidyah. Mengenai fidyah dan qadha’ puasa, berikut pendapat beberapa ulama terkait wanita hamil atau menyusui:
a. Jika ia khawatir puasa dapat membahayakan kesehatannya atau kesehatan anaknya, maka boleh tidak berpuasa tetapi wajib mengqada’ di luar Ramadhan dan tanpa membayar fidyah.
b. Menurut Imam Syafi’i, jika ia khawatir puasa bisa membahayakan kesehatan anaknya saja dan tidak membahayakan kesehatannya sendiri, maka boleh tidak berpuasa, tetapi wajib mengqadha’ dan membayar fidyah.
c. Sementara, dalam kasus di atas, Imam Hanafi berpendapat harus qadha’ dan tidak perlu membayar fidyah. Dalil yang memperbolehkan meninggalkan puasa bagi wanita hamil atau menyusui diqiyaskan dengan orang yang sedang sakit dan musafir (orang yang dalam perjalanan). Juga berdasarkan sabda Rasul Saw yang menyatakan bahwa Allah Swt memperbolehkan seorang musafir untuk tidak berpuasa, boleh qashar dan jama’ shalat.

7. Tindakan Untuk Orang Menjelang Mati
a. Menurut Abdurrahman Al-Juzairi, ada beberapa hal yang harus dilakukan ketika membimbing orang yang mendekati kematian, antara lain; jika keadaan memungkinkan, sebaiknya pasien yang mendekati kematian dihadapkan wajahnya ke kiblat dengan posisi badan miring pada lambung kanan. Jika sulit, maka posisi terlentang, kedua kakinya saja yang dihadapkan ke kiblat dan kepala diangkat agak ke atas.
b. Talqin, yaitu membimbing pasien membaca kalimat syahadat. Jika keadaan sudah berat, tidak diharuskan pasien menirukan bacaan syahadat. Anggukan kepala atau isyarat lain sudah cukup. Dalam al-Fatawa Imam Nawawi menuturkan, bahwa mentalqin (membimbing membaca kalimat tauhid) orang yang akan meninggal dunia sebelum nafasnya sampai di tenggorokan itu disunnahkan. Berdasarkan hadis shahih riwayat Muslim, kalimat talqin adalah laa ilaaha illallah (tiada tuhan selain Allah) dan beberapa ulama madzhab Syafi’i menambahkan kalimat muhammadur rasulullah (Muhammad adalah utusan Allah). Namun, mayoritas ulama menyatakan, tidak perlu ditambah dengan bacaan itu. Rasulullah Saw bersabda,”Orang yang akhir ucapannya adalah laa ilaaha illallah, maka ia pasti masuk surga (bersama orang-orang yang beruntung).” (HR. Abu Dawud, Ahmad dan Al-Hakim)
c. Hendaknya anggota keluarga dan sahabatnya berada di samping pasien seraya berdoa untuknya. Dimaksudkan juga memberi kesempatan kepada pasien untuk menyampaikan wasiat, hibah dan lain-lain. Pasien dijauhkan dari benda-benda yang tidak disukai oleh para malaikat seperti binatang anjing dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar para malaikat ikut memohonkan rahmat bagi pasien.
d. Membacakan surat Yasin kepada pasien dengan suara yang lembut agar tidak mengganggu pasien di sekitarnya. Doa yang paling baik bagi pasien saat menghadapi kematian adalah dengan membacakan surat Yasin, berdasarkan sabda Nabi Saw, ”Bacakanlah surat Yasin untuk orang-orang yang akan meninggal kalian.” (HR. Abu Dawud)
e. Pasien sebaiknya dibimbing dan diingatkan untuk berprasangka baik kepada Allah. Jika telah wafat, maka dipejamkan kedua matanya dan dibacakan doa untuknya. Tulang rahang ditarik ke atas dengan kain halus, semua persendian diluruskan bila perlu dengan minyak, mengganti pakaian yang menempel pada jenazah dengan pakaian atau kain yang ringan, diberi wangi-wangian serta segera dimandikan.
f. Mendoakan jenazah adalah hal yang sangat dianjurkan dalam agama Islam lebih-lebih bagi ahli waris; anak, suami, istri, saudara, orang tua, dan keluarga lainnya. Nabi Saw bersabda ”Apabila manusia mati, putuslah amalnya kecuali tiga macam; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

Ditulis oleh: KH. Abd. Nashir Abd. Fattah Jombang





Tiga Perkara Membinasakan Menyelamatkan Menghapus Dosa Mengangkat Derajat

Bismillāhir-raḥmānir-raḥīmi dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi penyayang dan segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Baru duduk di meja kerja lalu membuka blog http://www.nurulhikmah.com yang berusaha selain untuk bahan pembelajaran untuk diri sendiri juga mudah-mudahan bisa mengajak para pengguna internet untuk bersama-sama menuntut dan menambah ilmu agama islam.

Tiga Perkara yang Membinasakan Menyelamatkan Menghapus Dosa dan Mengangkat Derajat

Dari facebook saya menyukai banyak halaman maupun tokoh-tokoh serta ulama di Indonesia, karena biasanya hampir setiap hari disuguhkan dengan berbagai motivasi yang baik untuk kebahagian maupun keselamatan dalam menjalani hidup didunia dan untuk bekal di akhirat nanti dengan mengharap Ridho Allah ‘Azza Wa Jalla. Ada hadits shahih yang membuat saya ingin share kembali melalui weblog belajar islam ini mengenai Tiga Perkara yang Membinasakan, Menyelamatkan, Menghapus Dosa dan Mengangkat Derajat seorang manusia.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاثٌ مُهْلِكَاتٌ ، وَثَلاثٌ مُنَجِّيَاتٍ ، وَثَلاثٌ كَفَّارَاتٌ ، وَثَلاثٌ دَرَجَاتٌ .

فَأَمَّا الْمُهْلِكَاتُ : فَشُحٌّ مُطَاعٌ ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بنفْسِهِ .

وَأَمَّا الْمُنَجِّيَاتُ : فَالْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ ، وَالرِّضَى ، وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى ، وَخَشْيَةُ اللَّهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلانِيَةِ .

وَأَمَّا الْكَفَّارَاتُ : فَانْتِظَارُ الصَّلاةِ بَعْدَ الصَّلاةِ ، وَإِسْبَاغُ الْوُضُوءِ فِي السَّبَرَاتِ ، وَنَقْلُ الأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ .

وَأَمَّا الدَّرَجَاتُ : فَإِطْعَامُ الطَّعَامِ ، وَإِفْشَاءُ السَّلامِ ، وَصَلاةٌ بِاللَّيْلِ ، وَالنَّاسُ نِيَامٌ .

Ada tiga perkara yang membinasakan, tiga perkara yang menyelamatkan, tiga perkara yang menghapus dosa dan tiga perkara yang meninggikan derajat.”

Adapun tiga perkara yang membinasakan:

1) Kekikiran yang ditaati

2) Hawa Nafsu yang dituruti

3) Kekaguman seseorang terhadap dirinya.

Tiga perkara yang menyelamatkan:

1) Berbuat adil ketika marah maupun senang

2) Sederhana ketika miskin maupun kaya

3) Takut kepada Allah ketika bersendirian maupun di keramaian.

Tiga perkara yang menghapuskan dosa:

1) Menunggu sholat sampai sholat berikutnya

2) Menyempurnakan wudhu dalam keadaan dingin

3) Berjalan menuju sholat jama’ah.

Tiga perkara yang mengangkat derajat:

1) Memberi makan

2) Menyebarkan salam

3) Sholat di waktu malam, ketika manusia sedang tidur.

[HR. Ath-Thabarani dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Shahihul Jami’: 3045]

Sahabat muslim yang saya cintai dan semoga dimuliakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala mari kita renungkan bersama berbagai perkara yang telah disebutkan diatas secara keseluruhan dan kita tanya pada diri kita bagaimana keadaan kita pada saat ini ?

Shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan semoga kita selaku umatnya dapat mengikuti beliau dan berjumpa di Surga dengannya. Sahabat semuanya mari kita berusaha sekuat tenaga dan selalu berdoa agar dihindarkan dari 3 perkara yang membinasakan sesuai hadits Rasulullah. Dan marilah kita berusaha sekuat tenaga serta niatkan dan terus berdoa agar dapat melakukan berbagai perkara yang bisa menyelamatkan, menghapus dosa dan bisa mengangkat derajat kita terutama dihadapan Allah Ta’ala.





Orang Modern Perlu Amalan Hikmah

Orang modern mencari hal yang mudah dalam mencapai suatu tujuan, baik untuk menuju kesuksesan bisnis, rejeki berlimpah, berkarir pekerjaan maupun hal lainnya, seperti keberuntungan, kecerdasan, kekayaan, pasangan hidup dan keilmuan. Sebagian besar, masyarakat modern hidup secara individualis, mereka berpikir rasional atau logis dan menerima serta menghargai pandangan atau gagasan orang lain dalam konteks ilmu pengetahuan akan mampu jadi pribadi yang lebih kreatif, percaya diri, disiplin dan bertanggung jawab.

 

Renungkan sejenak dan setelah ini pusat kesuksesan insya Allah selalu melekat pada Anda. Hampir masalah-masalah yang terjadi pada masa kini, senantiasa ingin diselesaikan dengan mudah dan praktis. Oleh karena pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang berbeda-beda, maka hasilnya pun berbeda. Ada seorang yang mampu menyelesaikan masalahnya dengan rasional atau logis. Namun, tidak sedikit yang memilih untuk menyeleseikan dengan jalan spiritual. Karena itu lan sebagian dari mereka ada yang sukses bahkan sangat sukses dan ada juga yang belum sukses.

 

Tingkat kesibukan dan kebutuhan manusia yang sangat tinggi, keyakinan rasionalitas yang tinggi sebenarnya bukanlah sesuatu yang benar. Logika dan spiritual sebenarnya berkaitan satu sama lain dalam mendukung kesuksesan. Saatnya orang modern butuh amalan hikmah. Setelah menggunakan amalan hikmah tidak hanya puluhan bahkan ratusan orang mencapai kesuksesannya dan mereka hanyalah orang biasa.

 

Sekarang, mulai saatnya untuk Anda menggunakan amalan hikmah diiringi usaha lahiriyah yang maksimal untuk menggapai kesuksesan Anda seperti orang-orang sebelum Anda. Anda bisa memulainya sekarang dan melangkah lebih cepat untuk mendapatkan kesuksesan lebih dari yang meraka capai saat ini. Insya Allah, Allah senantiasa menolong hambaNya selama hamba itu mendekatkan diri dan mengingat padaNya.





Faktor Yang Menjadikan Amalan Hikmah Penting

Bertahun-tahun orang meyakini rahasia amalan hikmah telah membuka jalan kesuksesan dan kemudahan dalam hidup manusia. Layaknya sebuah mesin, manusia hanyalah ciptaan Allah SWT, sedangkan amalan hikmah merupakan panduan bagaimana semestinya mesin itu berjalan. Ada rahasia yang hanya diketahui oleh orang-orang yang dekatkan diri dengan Allah SWT.

 

Rahasia amalan hikmah diambil dari nila-nilai yang terkandung dalam kitab suci Al-Qur’an. Anda seringkali membaca Al-Qur’an, namun seringkah Anda memahami maknaNya ? Sedikit. Atau bahkan tidak sama sekali. Sehingga ketika anda menemui masalah, tidak tahu jalan keluarnya. Memang Anda hanya ingat kepada Allah, ataupun amalan-amalan hikmah bila datang masa sulit. Mudah sebenarnya bila Anda memahami konsep bagaimana amalan hikmah otomatis berjalan pada kehidupan Anda. Membuka jalan dan mengatasi segala problema yang ada.

 

Usaha lahir dan usaha batin sama pentingnya, Anda boleh saja selalu rasional dan logis dalam berpikir, apalagi dalam pekerjaan yang menumpuk. Akan tetapi Allah SWT akan mengingatkan Anda disaat –saat tertentu sehingga amalan hikmah penting bagi hidup Anda. Selain itu, amalan hikmah juga merupakan pegangan bagi Anda atau siapapun untuk menggapai kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

 

Sukses dan bahagia dengan amalan hikmah sudah banyak dirasakan oleh orang-orang. Namun, orang tersebut hidupnya seolah-olah hanya berputar-putar pada ha-hal itu saja? Hanya sedikit orang yang selalu meningkat terus menerus hingga mencapai pencapaian yang maksimal dan semakin dekat dengan Allah SWT. Semakin baik hidupnya, semakin semangat dalam beribadah.

 

Allah SWT menyukai orang-orang yang berfikir, karena sebagian tanda-tanda iman, adalah berfikir terhadap ciptaan Allah tentang apa yang ada dibumi dan dilangit. Dengan demikian, bila Anda telah tahu kuncinya maka dunia dan kebahagian dalam genggaman Anda. Mulai sekarang juga. Amalkan.

 





6 Syarat Mengamalkan Amalan Hikmah

Amalan hikmah memiliki syarat-syarat tertentu bagi siapa yang akan mengamalkannya. Tujuannya, agar supaya amalan hikmah menjadi berkah dan sesuai syariat. Menjaga agar amalan hikmah tetap sesuai dengan syariat Islam. Berikut ini adalah enam syarat dalam mengamalkan amalan hikmah. Silahkan Anda pahami benar-benar agar dalam mengamalkan amalan hikmah anda dapat memperoleh hasil maksimal dan mendapat ridho Allah SWT.

 

  • Beragama Islam. Sebab amalan hikmah merupakan amalan-amalan yang sesuai dengan syariat Islam.
  • Ikhlas dan Rendah Hati. Mengikuti dan menjalankan apa yang diajarkan guru sesuai kemampuan diri dan ikhlas dengan apa yang didapat dari berkah dan manfaat amalan yang dilakukannya. Apabila sudah mendapatkan hasil tidak boleh sombong, tetap bersikap rendah hati.
  • Niat Baik. Amalan hikmah akan bermanfaat jika dilakukan untuk kebaikan, tidak untuk kesombongan atau niat yang kurang baik. Seperti misalnya : amalan hikmah mahabbah, kekayaan, keselamatan, kecerdasan, keberuntungan. Amalan-amalan tersebut harus diniati untuk kebaikan.
  • Berfikir positif. Mulai dari diri sendiri, lalu kepada guru dan kepada ALLAH. Bahwa setiap kesulitan hidup tersebut ada hikmah yang dapat diseleseikan dengan amalan hikmah pula. Berfikir positif itu kita harus yakin, bahwa amalan hikmah itu baik dan setiap kejadian atau masalah itu juga baik. Adapun sekarang yang terjadi masalah tentu ada kebaikannya dimasa yang akan datang.
  • Menjauhi dosa besar. Amalan hikmah masih tetap ada di tubuh orang selama menjauhi dosa-dosa besar seperti berjudi, zina besar, mabuk-mabukkan, mencuri, penyalahgunaan narkotika, kafir, syirik,
  • Ijazah dari guru. Ilmu yang memiliki kekuatan adalah ilmu yang langsung didapat dari Ijazah seorang guru. Ijazah artinya sang guru mengizinkan bahwa ilmu tersebut boleh diamalkan oleh sang murid. Sehingga manfaatnya banyak, adapun apabila guru juga yang membimbing murid setiap ada kesulitan dalam mendalami suatu ilmu.

Demikian adalah penjelasan singkat mengenai enam syarat mengamalkan amalan hikmah. Jika ada yang kurang jelas, Anda bisa menghubungi nomor telepon yang ada di halaman ini. Insya Allah, kami siap menjawab semua pertanyaan Anda dengan senang hati.

 

Amalan hikmah adalah suatu amalan kerohanian yang diambil dari ayat-ayat suci Al-Qur’an, yang diamalkan dengan tujuan tertentu. Dalam Ayat-ayat Al-Qur’an sangat banyak fungsinya yang dapat di manfaatkan dalam berbagai hal. Karena dalam amalan hikmah sendiri masih dibagi lagi tingkat kematangan ilmunya, bila seseorang hamba ikhlas mengamalkannya dan telah diamalkan dalam waktu yang lama, maka amalan hikmah itu sendiri akan mendarah daging dalam tubuhnya atau menyatu dan sudah menjadi kebiasaan untuk mengamalkannnya.

 

Maka Allah SWT akan mengabulkan dan memenuhi permintaan hambanya tersebut, lantaran ayat-ayat Al-Qur’an yang diamalkannya, insyallah bila kita dalam keadaan yang terdesak atau mengancam nyawa kita, maka Allah SWT akan memberikan pertolongan melalui para malaikatnya. Amin.

 





Karakter yang Wajib Dimiliki Pembelajar Ilmu Hikmah

ilmu hikmahBelajar ilmu hikmah bukanlah hal yang mudah, tidak pula susah. Hal itu bergantung pada masing-masing individu yang sedang mendalaminya. Seperti yang telah kita ketahui bahwa ilmu hikmah merupakan ilmu tingkat tinggi karena pada dasarnya bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kedekatannya kepada Allah akan mengantarkannya kepada makrifatullah (mengenal Allah).

Derajat seseorang yang telah mengenal Allah secara mendalam dia akan dikategorikan sebagai seorang waliyulloh. Sama halnya para nabi yang telah mengenal Tuhannya, mereka mendapatkan tempat istimewa di sisi Allah.

Namun, untuk memperoleh tempat khusus tidaklah gampang diperolehnya. Sifat-sifat yang terpuji dan akhlakul karimah haruslah dijunjung tinggi. Maka dari itu, seorang pengamal ilmu hikmah atau orang yang telah belajar ilmu hikmah haruslah belajar menanamkan sifat-sifat mahmudah di dalam dirinya. Karena dengan memiliki sifat terpuji Allah akan senantiasa menjaga dan memberikan keistimewaan kepadanya.

Sebaliknya, Allah akan sangat murka kepada orang-orang yang berbuat keji dan mungkar. Maka dari itu, untuk mendapatkan hikmah-hikmah luar biasa atas ridho Allah, tentunya sebisa mungkin menghindari hal-hal maksiat, merugikan diri sendiri maupun orang lain, tidak membuat kerusakan di bumi, dan perbuatan buruk lainnya.

Setidaknya orang yang belajar ilmu hikmah harus mempunyai 9 karakter positif. Karakter-karakter tersebut akan menjaganya dari kemaksiatan. Berikut ini 9 karakter yang harus dimiliki seorang pengamal ilmu hikmah.

  1. Jujur

Sangat dianjurkan seorang pengamal ilmu hikmah memiliki sifat jujur. Jujur berarti tidak berbohong. Jujur merupakan salah satu sifat terpuji yang dimiliki nabi meliputi 4 hal yaitu sidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan), dan fatonah (cerdas).

Sangat merugi jikalau kebohongan melekat pada diri seseorang karena hal itu akan berdampak buruk pada dirinya sendiri maupun orang lain. Karena sering sekali orang berkata bohong, tidak akan lagi dipercaya. Inilah akibat dari kebohongan-kebohongan yang dilakukan.

Jujur merupakan salah satu ajaran agama. Hal itu sesuai dengan surat Al-Ahzab 70-71, yang artinya Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.

  1. Menepati Janji

Orang yang ingkar janji merupakan musuh besar Allah. Hal ini sesuai dengan sabda nabi “Ada tiga golongan di hari kiamat nanti yang akan menjadi musuh-Ku. Barangsiapa yang menjadi musuh-Ku, maka Aku akan memusuhinya. Pertama, seorang yang berjanji setia kepada-Ku, namun mengkhianatinya. Kedua, seorang yang menjual orang lalu memakan hasil penjualannya. Ketiga, seorang yang mempekerjakan seorang buruh, namun setelah pekerja tersebut menyelesaikan pekerjaannya, orang tersebut tidak memberinya upah.” (HR. Ibnu Majah).

Janji adalah hutang maka dari itu haruslah ditepati. Ingkar janji bukanlah sifat seorang kesatria. Tentu saja Anda sangat benci ketika teman Anda mengingkari janji yang sudah diucapkan pada waktu sebelumnya. Pantang ingkar janji merupakan salah satu karakter yang harus ada dalam diri seorang pengamal ilmu hikmah.

  1. Selalu Membantu Orang yang Meminta Pertolongan

Ya, berbuat baik kepada sesama tentu saja akan kembali padanya. Artinya, seseorang yang berbuat baik, memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan, dan mengurangi beban orang yang sedang terkena masalah, Allah akan memudahkan urusannya. Itulah janji-nya.

Sebagai makhluk sosial, saling membantu dan memberikan pertolongan bagi yang mampu merupakan ajaran Rasul. Itulah yang diperintahkan nabi kepada para umatnya agar manusia dapat hidup saling tenggang rasa sehingga kerukunan dapat terjalin.

Begitu juga seorang pengamal ilmu hikmah, tentu saja akan diminta bantuan oleh orang yang membutuhkan. Karena pada dasarnya, orang yang belajar ilmu hikmah dianggap sebagai orang yang memiliki kelebihan dengan hikmah-hikmah yang dimiliki. Orang yang belajar ilmu hikmah, secara otomatis akan mendapatkan perlindungan dari Allah jikalau segala perbuatan baik ia lakukan dan selalu mendekatkan diri kepada-Nya.

Hal ini sama halnya seorang kyai atau ustadz yang biasanya diminta bantuan oleh masyarakat karena dia telah terpandang di lingkungan masyarakatnya. Mereka dianggap memiliki kedekatan kepada Allah sehingga sering sekali orang yang meminta doa dan pertolongan oleh masyarakat. Bukankah sebagai seseorang yang hidup di lingkungan masyarakat harus saling memberikan bantuan? Allah pun akan memberikan pertolongan kepada hamba-Nya yang benar-benar ikhlas dalam menolong sesama umat manusia.

  1. Sabar dan Ikhlas

Sabar dan ikhlas merupakan suatu hal yang mudah diucapkan, tetapi sangat sukar untuk dilaksanakan. Itulah yang dirasakan sebagian besar orang. Memang benar demikian. Akan tetapi, sabar dan ikhlas bisa diwujudkan bila benar-benar terus dilatih. Ketika seseorang sudah terlatih, kesabaran tentu saja bukan hal mustahil mampu mengendalikan amarahnya ketika sedang diuji kesabarannya. Allah pun menyukai orang yang selalu bersabar dalam menjalani kehidupannya meski berbagai rintangan menghadang.

Sesuai dengan janji-Nya pula Allah akan selalu memberikan pertolongan kepada hamb-Nya yang membutuhkan. Hal ini terdapat dalam QS. Al-Baqoroh ayat 153 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat; sesung-guhnya Allah adalah beserta orang-orang yang sabar.”

Begitu juga sifat ikhlas yang harus dimiliki seorang pengamal ilmu hikmah. Semuanya butuh dilatih agar tetap mampu menguasainya. Seseorang yang baik hatinya akan berusaha keras untuk mewujudkan sifat ikhlas agar selalu dicintai dan dilindungi Allah dari segala marabahaya.

Pengamal ilmu hikmah akan menjadi orang yang bijak lantaran memiliki sifat sabar dan ikhlas. Orang bijak tentu saja haruslah berpikir jernih. Kejernihan pikiran dilandasi dengan ketenangan hati yang bersumber dari sifat sabar serta ikhlas.

  1. Menghindari Dosa-Dosa Besar

Dosa besar sangatlah dibenci dan dilaknat Allah. Kebahagiaan tidak akan diperoleh ketika seseorang melakukan salah satu perbuatan dosa besar. Dosa besar di antaranya adalah mencuri, berzina, minum-minuman keras, berjudi, memakan harta anak yatim, dan sebagainya. Apalagi perbuatan syirik yang tidak akan mendapatkan pengampunan kecuali sebelum meninggal dia telah bertaubat. Orang yang belajar ilmu hikmah tidak akan memperoleh perlindungan ketika ia melakukan perbuatan maksiat yang satu ini.

Orang yang melakukan perbuatan dosa besar tidak akan dapat belajar ilmu hikmah karena hal itu akan bertolak belakang. Maka dari itu, hindarilah perbuatan maksiat sebisa mungkin agar terhindar pula dari dosa-dosa besar yang mungkin sengaja atau tidak Anda lakukan.

  1. Selalu Menjadikan Allah sebagai Tempat Meminta dan Berlindung

Di dalam surat Al-fatihah dijelaskan bahwa Allah adalah zat yang disembah dan merupakan tempat meminta segala pertolongan. Sifat inilah yang harus tetap dijaga dan dijadikan prinsip bagi pengamal ilmu hikmah. Maka dari itu, sudah semestinya Allah merupakan zat yang tepat untuk diminta pertolongan karena Dia adalah penguasa segala makhluk.

Menggantungkan permasalahan kepada manusia bukan hal yang tepat. Karena sesungguhnya manusia memiliki keterbatasan. Maka dari itu, memintalah hanya kepada Allah. Segala persoalan yang menjadi beban setiap insan, Allahlah yang menciptakannya, tentu saja Dia memiliki gudang solusi. Tetap selalu dengan kerendahan hati dan pasrah kepada-Nya, insya Allah permasalahan apa pun dapat diatasi.

  1. Banyak bersyukur

Orang yang bersyukur akan ditambah nikmat dan orang yang ingkar terhadap nikmat, maka Allah akan memberikan azab. Itulah salah satu ketentuan-Nya. Orang yang pandai bersyukur akan sangat beruntung karena hatinya terlatih untuk menerima segala hal yang diberikan kepadanya. Hal ini akan dapat menghindari diri dari kejahatan hati yang mencoba melekat di dalam dirinya. Orang yang selalu bersyukur akan mudah bahagia karena memiliki sikap qonaah (selalu menerima yang diperoleh) karena ikhlas menerima segala apa yang diberikan Allah kepada-Nya. Apakah pemberian itu sedikit atau banyak. Orang yang ahli syukur akan tetap merasakan kenikmatan yang diberikan kepadanya dalam keadaan apa pun.

  1. Tidak Dendam dan Mudah memaafkan

Dendam merupakan salah satu penyakit hati yang harus dibasmi. Orang yang menyimpan rasa dendam berarti hatinya masih belum bersih dan suci. Maka dari itu, jika rasa dendam masih menempel pada diri seseorang, akan susah belajar ilmu hikmah.

Salah satu syarat belajar ilmu hikmah adalah hatinya harus suci, jauh dari penyakit-penyakit hati yang ada dalam diri seseorang. Maka dari itu, mencoba untuk mengikhlaskan sekaligus memaafkan segala kesalahan orang lain adalah hal penting agar memiliki hati yang bersih. Memanglah tidak gampang untuk dapat melakukannya.

Namun, berusaha untuk melatihnya akan lebih baik daripada menyimpan dendam yang sangat tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri karena rasa sakit hati yang masih tersimpan. Dengan demikian, mengolah hati menjadi berkualitas dengan cara memaafkan kesalahan yang telah diperbuat oleh seseorang adalah penting.

  1. Tidak Sombong

Sombong merupakan salah satu sifat iblis. Maka dari itu, Allah tidak berkenan menempatkan iblis di surga. Itulah mengapa sifat sombong harus dihindari bagi orang yang belajar ilmu hikmah. Jangan merasa telah memiliki ilmu hikmah kemudian angkuh. Justru orang yang sombong meskipun telah belajar ilmu hikmah atau mengamalkan amalan-amalan hikmah tertentu, dia tidak akan memperoleh keberkahan dan manfaat. Hikmah-hikmahnya pun akan sirna seiring dengan sifat sombong yang dibanggakan.

Pengamal ilmu hikmah seyogianya harus memiliki sikap tawadhu’ dan selalu merendah. Karena orang yang selalu bersikap demikian akan disegani dan dihormati oleh orang sekitar atau lingkungannya. Tawadhu’ adalah hal yang disukai Allah sehingga orang-orang sholeh selalu dekat kepada Allah karena ketawdahu’annya.

Orang –orang yang belajar ilmu hikmah harus memiliki sifat-sifat yang dapat dicontoh. Setidaknya kesembilan karakter di atas dapat dimiliki oleh orang-orang yang ingin belajar ilmu hikmah dengan sempurna sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai. Karena pada dasarnya, Allah akan memberikan hikmah-hikmah atau keberkahan hanya kepada hamba yang dikehendakinya saja. Maka dari itu, selalu berlatih menjaga hati dan melakukan perbuatan yang terpuji sangat diprioritaskan.

Para kekasih Allah tentu saja akan mendapatkan keistimewaan di sisi Allah jika ia benar-benar beribadah dengan sebaik-baiknya. Selalu beramal soleh, berbuat baik kepada sesama, taat menjalankan perintah, menghindari hal-hal yang menjerumuskan kepada kemaksiatan, dan selalu istiqomah dalam beribadah. Dengan demikian, Allah akan selalu memberikan perlindungan dan pertolongan kepada umat-Nya yang benar-benar beriman dan bertakwa.





Rajah dan Amalan Hikmah

>

Rajah dan amalan hikmahSeiring dengan berkembangnya ilmu hikmah yang ada di masyarakat secara luas, banyak sekali orang memanfaatkan ilmu hikmah untuk berbagai kepentingan tujuan hidupnya. Termasuk di dalamnya beragam media maupun doa-doa yang digunakan untuk memohon pertolongan kepada Allah agar diberi kemudahan dalam mencapai hal yang diinginkan. Tentunya hasrat yang dimaksud adalah untuk hal yang positif, demi kebaikan baik diri sendiri maupun orang lain.

Berbagai sarana spiritual yang digunakan untuk memperoleh tujuan tertentu sangatlah berguna bergantung pada pengguna dan pengamalnya. Salah satu media yang mampu dijadikan sebagai media untuk mendapatkan hajat yang diinginkan yaitu rajah. Di antara Anda mungkin ada yang belum tahu apa itu rajah.

Rajah sama artinya dengan wifiq yang memiliki definisi sebuah tulisan-tulisan tertentu yang mengandung energi sekaligus memiliki kekuatan ghaib dan berkhodam sebagai sarana azimat untuk maksud dan keinginan tertentu bagi yang menghendakinya. Rajah ditulis oleh seorang guru atau ahli ilmu hikmah. Penulisan rajah biasanya berupa tulisan arab, angka-angka, gambar, huruf-huruf tertentu atau simbol-simbol yang diketahui hanya oleh yang membuatnya. Selain itu, di dalam rajah terdapat kode sandi yang sangat banyak sekali kurang lebih sekitar 10.333 kode sandi.

Pendapat Ulama’ Tentang Rajah

RajahRajah termasuk azimat atau sering dikenal dengan istilah jimat. Para ulama’ berbeda pendapat akan hal ini. Sebagian pendapat para ulama ada yang mengatakan bahwa orang yang menggunakan jimat termasuk perbuatan syirik. Hal itu dikarenakan mereka meyakini adanya kekuatan selain di luar Allah.

Hal ini ditegaskan dalam sabda nabi yang berbunyi, “Barangsiapa yang bergantung kepada jimat, maka Allah tidak akan menyempurnakan (kese­hatannya).” (HR. Ahmad dan al­Hakim). Ada juga riwayat lain yang mengatakan, “Barangsiapa yang memakai jimat, maka sungguh ia telah syirik.” (HR. Ahmad dan al­-Hakim, dan dishahihkan al-­Albani

Beberapa ulama’ yang melarang menggunakan jimat adalah Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Hudzaifah, Ugbah bi Amir, dan Ibnu Akim. Mereka berdalil pada hadits Ibnu Mas’ud yang mendengar Rasulullulah SAW bersabda, “Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat, dan guna-guna termasuk asyirik.” (HR Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Hadits merupakan perkataan nabi yang tidak bisa ditelan mentah-mentah. Orang yang menafsirkannya secara apa adanya tentu saja bisa salah paham akan hal ini. Ya, jimat bisa menjadi syirik apabila penggunaannya diyakini sepenuhnya sebagai sumber kekuatan dan mengesampingkan kebesaran Allah.

Salah seorang ulama ternama yaitu Imam Ath-Thayyibi mengatakan bahwa jika seseorang meyakini bahwa jimat tersebut mempunyai kekuatan dan bisa mempengaruhi (merubah sesuatu), tentu saja hal itu sangat bertentangan dengan kekuasaan Allah. Selain itu, Imam Al-Munawi menjelaskan bahwa pengguna jimat sama dengan melakukan pekerjaan ahli syirik apabila mereka meyakini jimat sebagai penolak takdirnya yang sudah tercatat.

Di sisi lain, Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan hukum orang menggunakan jimat (rajah) adalah mubah (boleh) jika digunakan untuk hal-hal yang diperbolehkan syari’at dan jika digunakan untuk melakukan hal haram, maka hukumnya adalah haram.

Dari beberapa pendapat tersebut, jelas sudah bahwa apabila seseorang yang memanfaatkan rajah hanya digunakan sebagai sarana saja dan Allah yang merupakan pusat pengabul segala keinginan, maka hal itu tidaklah menjadi soal. Sama halnya ketika seseorang yang sedang sakit kemudian meminum obat dari dokter, lantas menjadi sembuh, tentu saja bukan obat yang menyembuhkan, melainkan Allah yang memberikan kesembuhan. Sedangkan obat hanya sebagai sarana.

Menggunakan rajah sebagai sarana tentu saja bertujuan untuk memberikan manfaat, kebaikan, dan beragam hal positif lain dengan maksud menyelesaikan persoalan hidup yang sedang dihadapi. Orang yang menulis rajah bukanlah sembarangan. Dia harus mengetahui dan memahami setiap apa yang ditulisnya sekaligus hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya. Maka dari itu, penulis rajah adalah orang dekat dengan Allah yaitu seorang guru, spiritualis, atau ahli ilmu hikmah.

Aturan Menulis Rajah

Menulis RajahSelain itu, menulis rajah pun terdapat beberapa aturan yang harus dipenuhi agar hikmah-hikmah maupun energi positif benar-benar merasuk ke dalam huruf-huruf, angka-angka, atau simbol-simbol yang dituliskan. Aturan tersebut bisa berupa tata cara penulisan, waktu, media yang digunakan untuk menulis.

Misalnya saja dalam menulis rajah sebelumnya harus berwudhu (dalam keadaan suci) atau melakukan salat sunah terlebih dulu, menulisnya pun menghadap kiblat, waktu-waktu tertentu seperti tengah malam atau sepertiga malam terakhir, penggunaan tinta maupun kertas atau media lain yang sesuai, sebelumnya membaca doa terlebih dulu, dan aturan lainnya. Penulisan rajah yang tidak berdasarkan aturan akan berpengaruh pada khasiat atau hikmah yang akan diperolehnya manfaatnya kelak.

Sejatinya, rajah yang telah ditulis oleh seorang ahli ilmu hikmah dengan tata cara yang sesuai, dapat memiliki fadhilah luar biasa bagi penggunanya. Di dalamnya terdapat energi positif, khodam, serta kekuatan ghaib yang mampu memberikan perlindungan dan pertolongan berbagai permasalahan kepada para penggunanya.

Tentu saja hal itu digunakan hanya sekadar sebagai sarana memperoleh keinginan yang diharapkan. Sedangkan kekuatan terbesar hanyalah dimiliki Allah SWT. Dialah yang Maha berkuasa atas segala-galanya. Tetapkan dan yakinkan hati dengan memohon bantuan hanya kepada Allah melalui sarana rajah yang telah ditulis sesuai dengan aturan.

Akan tetapi, dalam menuliskan rajah harus memperhatikan beberapa hal agar bermanfaat dan tidak merusak akidah. Syarat-syarat tersebut adalah harus menggunakan kalam Allah, sifat Allah, asma (nama) Allah atau sabda nabi, menggunakan bahasa Arab ataupun bahasa lain yang dapat dipahami makna atau artinya, dan tertanam keyakinan bahwa rajah yang digunakan sebagai jimat itu tidak dapat memberi pengaruh apa pun, tetapi hanya karena takdir dan kekuasaan Allah SWT hajat dapat terkabul.

Menggunakan Rajah Sekaligus Amalan Hikmah

Secara prinsip, antara rajah dengan amalan hikmah memiliki perbedaan. Rajah biasanya digunakan sebagai azimat yang berupa tulisan-tulisan arab, angka-angka, maupun simbol-simbol yang memiliki kekuatan ghaib dan bersifat positif. Aturan penggunaannya pun beragam, misalnya ditempelkan di dinding kamar, rumah, pintu, maupun tempat-tempat tertentu. Bisa juga harus selalu dibawa ke manapun kecuali ketika masuk ke dalam kamar mandi.

Adapun amalan hikmah merupakan sebuah amalan atau laku tirakat batin dengan melakukan ritual tertentu atau membaca doa-doa, wirid, maupun bacaan-bacaan tertentu yang telah diajarkan oleh para nabi, sahabat, wali, bahkan para ulama untuk memperoleh derajat kemakrifatan di sisi Allah. Tidak semua orang mampu mencapai tingkat makrifatullah (mengenal Allah).

Hanya orang-orang yang hati dan jiwanya bersih yang mampu mengenal Allah sehingga dapat memperoleh maunah (pertolongan) dari-Nya. Ketika seseorang telah mencapai makrifat, tentu saja Allah lebih dekat dengan hamba-Nya. Karena kedekatan itulah, segala rahmat, berkah, dan pertolongan akan terlimpah kepada hamba yang benar-benar taat dan berbakti kepada-Nya.

Pastinya untuk dapat melakukan amalan hikmah harus dibimbing oleh seorang guru, spiritualis, atau ahli ilmu hikmah. Karena amalan hikmah berkaitan dengan daya batin dan hati, maka harus ada seseorang yang ahli di bidangnya agar tidak terjerumus oleh kesesatan. Bisa juga nanti akan dapat berakibat buruk pada kondisi jiwanya.

Maka dari itu, peran guru ilmu hikmah sangatlah penting untuk dapat memberikan arahan dan bimbingan kepada orang-orang yang ingin melakukan amalan hikmah. Orang-orang yang sering berdzikir (mengingat Allah) dengan cara membaca kalimat-kalimat toyibah dapat meningkatkan daya spiritualitasnya sehingga Allah akan dengan segera memberikan apa yang diinginkan hamba-Nya itu.

Sebenarnya, orang yang hanya menggunakan rajah saja sudah mampu merasakan hikmah luar biasa. Karena di dalam rajah termaktub berbagai tulisan-tulisan arab yang bersumber dari kalam Ilahi dan mengandung energi serta kekuatan ghaib positif. Sehingga dapat membantu memberikan pertolongan kepada orang yang memakinya dengan Allah sebagai pusat kekuatan dan kekuasaan.

Apalagi jika rajah tersebut disertai dengan sebuah amalan hikmah khusus yang dapat menunjang terwujudnya keinginan, tentu hal itu akan memberikan daya yang lebih kuat lagi. Dengan demikian, ketika rajah disertai dengan amalan hikmah khusus yang sesuai dengan keinginan para penggunanya sebagai media untuk memperoleh ridho dan pertolongan dari Allah, pastinya akan memberikan manfaat yang sangat dahsyat dan luar biasa.

Pada dasarnya, antara rajah dan amalan hikmah dapat berdiri sendiri digunakan atau diamalkan untuk dapat diambil berbagai manfaat yang terkandung di dalamnya. Masing-masing memiliki hikmah luar biasa bergantung pada tingkat keyakinan dan kepercayaan seseorang terhadap kekuasaan Allah dalam membantunya menyelesaikan segala persoalan yang sedang dihadapi. Akan tetapi, apabila keduanya dipadukan, tentu saja akan memberikan hikmah yang lebih besar lagi.

Gabungan kedua unsur tersebut antara rajah dan amalan hikmah, mampu memberikan penunjang daya energi positif yang lebih besar lagi sehingga mampu memberikan sumbangsih yang lebih tinggi dan besar. Sehingga dengan demikian, bukan hal mustahil keinginan dapat segera terwujud atau bahkan dapat memberikan manfaat-manfaat yang melebihi ekspektasi di luar dugaan pengguna maupun pengamalnya.





Pentingnya Ilmu Hikmah di Masa Modern

Ilmu HikmahTidak dapat dipungkiri, kebutuhan manusia setiap saat selalu kian meningkat. Baik kebutuhan secara fisik (primer, sekunder, bahkan tersier) maupun nonfisik (batiniah). Apalagi di masa globalisasi saat ini, keperluan hidup manusia yang cenderung hedonis menuntut keinginan mereka untuk selalu terpenuhi. Bukan berarti kehidupan sekarang harus menjadikan seseorang yang mesti hidup mewah, tetapi kondisi perkembangan zaman yang harus diikuti agar dipandang sebagai orang yang tak ketinggalan zaman.

Selain itu, untuk membekali diri agar hidup di masa modernisasi diperlukan pengetahuan. Wawasan yang luas mengindikasikan seseorang mampu mengetahui kondisi perkembangan masa. Segala ilmu yang berkembang di masyarakat sudah semestinya diketahui untuk mengimbangi perubahan zaman yang semakin canggih.

Segala fasilitas yang serba digital, terlebih lagi media internet yang semakin mudah didapat sangat memungkinkan segala pengetahuan bisa dipelajari. Semua informasi tentu saja lebih gampang diketahui karena akses internet begitu murah dan mudah untuk diperoleh di zaman sekarang ini. Berbeda pada zaman dulu yang cukup susah untuk mendapatkan informasi, berita, bahkan pengetahuan.

Maka dari itu, setiap orang sudah selayaknya membekali diri dengan berbagai ilmu. Termasuk di dalamnya yakni ilmu hikmah. Mendengar istilah ilmu hikmah seakan membawa pikiran kita kepada daya spiritualitas ketuhanan. Ya, ilmu hikmah memang suatu kajian ilmu daya batin yang membahas daya rohani, batin, moral, mental, maupun kejiwaan. Hal ini sangat penting karena berkaitan dengan ketenangan hati dan pikiran untuk menciptakan sebuah kebahagiaan yang hakiki.

Belajar Ilmu Hikmah

Banyak sekali orang di zaman dulu mempelajari ilmu hikmah sebagai media untuk mendekatkan diri kepada ilahi. Bahkan ilmu hikmah diburu untuk mencari daya kekuatan sebagai perlindungan. Misalnya saja di sebuah pondok pesantren atau perguruan ilmu bela diri yang sangat banyak mempelajari ilmu hikmah dengan tujuan untuk meningkatkan daya batin sehingga menjadi orang yang kuat. Mereka belajar ilmu hikmah sebagai pelengkap jurus-jurus ilmu bela diri yang sedang dipelajarinya. Khususnya dalam hal membangkitkan bahkan meningkatkan tenaga dalam.

Belajar ilmu hikmah sangat berkaitan erat dengan berbagai amalan hikmah maupun laku tirakat. Amalan-amalan hikmah seperti membaca asmak, hizib, bacaan wirid, maupun belajar ilmu khodam sangat erat kaitannya dengan ilmu batin yang dipelajari di pondok pesantren kuno atau perguruan silat tertentu.

Selain itu, pada masa silam, berbagai budaya yang berkembang di masyarakat seakan-akan mengharuskan untuk mempelajari ilmu hikmah sebagai benteng diri. Aneka bahaya yang menyerang bisa saja terjadi terhadap orang yang tidak disukainya. Misalnya saja adanya santet, sihir, pelet, dan sebagainya yang merupakan ilmu hitam yang digunakan seseorang untuk memperoleh tujuan tertentu bersifat negatif. Bahkan sampai sekarang pun ilmu hitam masih dipergunakan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab untuk mencelakai orang.

Banyak orang yang tidak suka dengan kebahagiaan, kesuksesan, kesejahteran, bahkan kekayaan seseorang sehingga mereka melakukan serangan secara ghaib. Maka dari itu, mereka membutuhkan ilmu hikmah untuk menangkal semua serangan-serangan bersifat merugikan yang sewaktu-waktu menyerangnya.

Namun, ilmu hikmah bukanlah bersifat menyerang, tetapi bersifat defensif (bertahan) terhadap setiap bahaya yang mengancam. Tidak hanya serangan terhadap bahaya, tetapi juga mampu untuk melindungi diri dari segala musibah, seperti kecelakaan. Karena orang yang belajar ilmu hikmah akan mendapat maunah (pertolongan) dari setiap amalan hikmah yang dilakukannya.

Berhubung ilmu hikmah adalah ilmu spiritual sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, tentu saja Dia akan memberikan pertolongan kepada setiap hamba yang taat dan dekat dengan-Nya. Segala persoalan hidup bisa teratasi atas pertolongan-Nya.

Ilmu Hikmah di Zaman Modern

Hingga saat ini ilmu hikmah masih berkembang di masyarakat dan masih dibutuhkan untuk kepnetingan dan tujuan tertentu. Meski zaman modernisasi telah menyediakan berbagai fasilitas kehidupan untuk melindungi diri, bukan berarti ilmu hikmah diabaikan begitu saja. Justru perkembangan zaman yang sedang terjadi saat ini, lebih banyak lagi kejahatan yang merajalela dalam kehidupan. Maka diri itu, ilmu hikmah sangat diperlukan sebagai benteng diri dari berbagai bahaya.

Seperti yang kita ketahui bahwa ilmu hikmah telah ada sejak zaman dulu, bahkan di masa peradaban kehidupan para Nabi. Banyaknya orang yang belajar ilmu hikmah pada masa lalu, menjadikan ilmu ini fenomenal karena hikmah-hikmah di dalamnya sangat luar biasa sehingga mampu mengatasi berbagai permasalahan hidup. Segala masalah merupakan sebuah cobaan atau ujian yang diberikan oleh-Nya. Namun, ketika seseorang telah dekat dengan-Nya, Allah tentu saja akan membantunya keluar dari persoalan yang sedang dihadapi.

Meski zaman semakin berkembang dalam kehidupan masa kini, khasiat di dalam ilmu hikmah tidaklah berubah. Hikmah-hikmah di dalamnya tetap bisa dirasakan bagi para pengamalnya yang sungguh-sungguh dan benar-benar ikhlas dalam mengamalkannya.

Kehidupan modernisasi yang semakin menjadi tuntutan, justru kian banyak memunculkan persoalan hidup yang dihadapi. Contohnya masalah yang berkaitan dengan ekonomi, kesehatan, percintaan, kebahagiaan, keamanan, keselamatan, dan sebagainya. Segala persoalan hidup yang semakin kompleks, menjadi beban tersendiri. Terlebih pada zaman modern seperti ini yang terus mengalami perkembangan zaman.

Ketika seseorang sedang menghadapi masa sulit, tentu saja hati tidak akan bisa tenang dan pikiran pun menjadi kalut hingga menyebabkan gangguan baik secara fisik maupun mental. Hingga akhirnya berdampak pada kesehatan.

Beragam masalah yang sering muncul di antaranya adalah tentang kesehatan. Dewasa ini, banyak sekali berbagai penyakit baru bermunculan sehingga dunia medis pun tak mampu untuk mengatasinya. Padahal, sebenarnya setiap penyakit tentu saja ada obatnya. Seperti sebuah hadits nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, dari shabat Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda, “Tidaklah Allah turunkan penyakit kecuali Allah turunkan pula obatnya.”

Segala penyakit yang ada, semua bersumber dari Allah. Dia pun telah menyediakan obatnya. Hanya saja, memang manusia terkadang belum mengetuhi secara pasti cara mengobatinya. Namun, hal itu sangatlah mudah bagi Allah untuk mengangkat penyakit yang diderita seseorang.

Adanya ilmu hikmah yang masih erat kaitannya dengan pancaran daya batin seseorang terhadap kedekatnnya dengan Allah, bukanlah hal yang mustahil penyakit tertentu yang tergolong susah disembuhkan oleh ahli medis, dapat disembuhkan dengan mudah.

Saat ini mungkin Anda banyak menjumpai berbagai pengobatan dengan terapi secara islami yang berkembang di masyarakat. Ya, hal itu merupakan salah satu media memanfaatkan ilmu hikmah sebagai metode pengobatan. Entah berupa sarana-sarana seperti air, madu, berbagai amalan, atau doa-doa tertentu yang digunakan untuk meminta kepada Allah atas kesembuhan terhadap penyakit-penyakit yang tergolong sukar untuk disembuhkan.

Sama halnya dengan kondisi ekonomi atau orang yang menginginkan kekayaan. Masalah ekonomi adalah hal yang paling umum terjadi di masyarakat. Ingin keluar dari jeratan hutang, memiliki kesuksesan, memperoleh kekayaan yang diidamkan adalah hal yang menjadi dambaan setiap orang.

Tentu saja usaha lahiriah saja belum tentu menjadi sebuah solusi masalah yang dihadapi karena belum mampu menuntaskan secara maksimal. Hal itu harus disertai dengan upaya batin dengan cara meminta petunjuk Allah untuk keluar dari masalah hidup yang sedang dihadapi itu. Salah satunya yaitu dengan menggunakan ilmu hikmah sebagai jembatan perantara komunikasi seorang hamba dengan Allah agar keluar dari kesulitan ekonomi.

Kebahagiaan yang setiap orang tidak dapat memilikinya pun merupakan salah satu masalah hidup seseorang. Kesedihan mendalam karena hal tertentu seperti masalah kekayaan, hubungan asmara, keselamatan, dan lainnya adalah persoalan yang harus segera dituntaskan agar tidak berdampak buruk terhadap kondisi fisik maupun mental seseorang.

Ilmu hikmah yang merupakan ilmu spiritual memprioritaskan Allah sebagai sumber penyelesaian segala masalah yang dihadapi. Berbagai amalan, doa, bacaan, maupun wirid dapat dipelajari dengan seorang guru hikmah yang mampu membimbing dan mengarahkan sehingga kelak mendapatkan pertolongan dari Allah SWT.

Belajar ilmu hikmah harus dibimbing seorang guru yang mampu memberikan arahan dan bimbingan agar tidak tersesat bahkan terjerumus oleh godaan setan. Karena pada dasarnya, mempelajari suatu ilmu terutama ilmu agama, apalagi ilmu hikmah harus dibimbing seorang guru yang telah mengetahui dan mencapai derajat makrufatullah (mengenal Allah).

Meskipun Anda hidup pada masa modern seperti ini, mempelajari ilmu hikmah merupakan hal yang sangat vital untuk kepentingan baik diri sendiri maupun orang lain. Banyaknya bahaya yang muncul dan berbagai kesulitan hidup yang semakin bermunculan menjadi hal yang perlu diselesaikan agar kelak tidak menjadi sesuatu yang membebani dalam hidup.

Selain itu, untuk mewujudkan sebuah impian tertentu dapat dupayakan di samping melakukan usaha lahiriah, upaya batiniah pun sudah semestinya ditempuh agar memperoleh hasil yang optimal. Selalu mendekatkan diri kepada Allah adalah salah satu jalan menuju kebahagiaan hakiki sehingga hidup menjadi lebih mudah dijalani dan selalu memperoleh petunjuk serta pertolongan-Nya.





Pandangan Para Ulama Terhadap Ilmu Hikmah

Pada dasarnya ilmu hikmah berasal dari keyakinan seseorang yang memanfaatkan berbagai doa, wirid, amalan yang bersumber dari kitab suci dengan tujuan tertentu. Doa-doa, dzikir, wirid, atau bacaan yang bersumber dari Al-Quran atau kalimat berbahasa arab memberikan manfaatkan bagi para pengamalnya jika digunakan untuk kebaikan.

Ilmu hikmah yang merebak dan dipelajari oleh banyak orang bukan berarti tidak ada perbedaan pandangan di kalangan para ulama’ dalam menanggapinya. Tentu saja ada beberapa ulama’ yang berbeda pendapat dan tidak mengakui keberadaannya karena hal itu bisa tergolong syirik, yaitu menyekutukan Allah dengan meyakini hal-hal lain selain Allah.

Seperti yang dijelaskan dalam QS Annisa’: 48, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa selain syirik itu bagi siapa yang dikehendkai-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka ia telah berbuat dosa yang besar.”

Amalan hikmah lebih condong pada bacaan-bacaan yang dibuat oleh manusia yang sebagian besar disusun oleh para ulama’. Ajaran itu pun tidak dicontohkan oleh rasul pada masanya dan digolongkan sesuatu yang bid’ah.

Ilmu hikmah yang di dalamnya terdapat beberapa ajaran dengan tujuan untuk memperoleh maksud tertentu dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam. Seperti amalan hizib, asma’, ilmu khodam, berbagai macam sholawat, dan amalan-amalan lain yang tidak diajarkan pada masa Nabi sehingga amalan tersebut tidak sesuai dengan tuntunan pada zaman beliau.

Sebagian ulama’ beranggapan bahwa amalan ilmu hikmah bukanlah sebuah ajaran dari Rasulullah dan merupakan sebuah susunan kalimat berbahasa arab yang dibuat oleh seorang ulama’ sehingga bukanlah sebuah ajaran murni dari rasul. Terkadang bacaan kalimat tersebut diambil dari acuan sumber Al-Quran yang disusun secara runtut agar dapat diambil fungsinya. Bukankah Al-Quran itu merupakan kalam ilahi yang sudah tersusun dengan baik atas kehendak Allah? Mengapa banyak orang yang mengambil bagian demi bagian untuk dijadikan sebagai kebutuhan duniawi belaka?

Selain itu, banyak sekali ilmu hikmah yang mengajarkan melakukan tawasul (perantara) melalui orang-orang soleh. Padahal, ada sebagian yang berpendapat bahwa bertawasul tidak diperkenankan. Ada juga yang berpendapat bahwa tawasul diperbolehkan asal dengan amal kebaikan sendiri, bukan melalui mediasi orang.

Seperti pada sebuah hadis sahih yang sangat populer. Diceritakan ada tiga orang yang terperangkap di dalam gua sehingga mereka tidak bisa keluar. Dalam kisah tersebut, ketiga orang yang terperangkan di dalam gua melakukan tawasul dengan masing-masing amal yang telah mereka lakukan. Orang pertama bertawasul kepada Allah SWT atas amal baiknya terhadap kedua orang tuanya. Orang kedua bertawasul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang selalu menjauhi perbuatan tercela meskipun ada kesempatan untuk melakukannya. Orang ketiga bertawasul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang mampu menjaga amanat terhadap harta orang lain dan mengembalikannya dengan utuh. Dengan tawasul melalui amalan kebaikan mereka, akhirnya Allah SWT memberikan jalan keluar bagi mereka bertiga.

Bertawasul dengan mengharap dari keberkahan seseorang, bukan dari sebuah amal perbuatan itu sendiri menjadi perbedaan di kalangan para ulama’. Akan tetapi, sebagian besar ulama’ mengatakan bertawasul melalui kesalehan orang-orang yang dikasihi Allah bukanlah hal yang menjadi masalah. Hal itu diperbolehkan.

Seperti yang dikatakan oleh nabi “Dari Anas bin malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Umar berkata: “Ya Allah, kami telah bertawasul dengan Nabi kami SAW dan Engkau beri kami hujan, maka kini kami bertawasul dengan Paman Nabi kita SAW, maka turunkanlah hujan..”. maka hujanpun turun.” (HR. Bukhori)

Imam Syaukani menyebutkan bahwa tawasul kepada Nabi Muhammad SAW ataupun kepada orang lain (orang shaleh), baik pada masa hidupnya maupun setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para sahabat. “Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau orang yang hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah SWT, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah SWT yang telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi hamba yang shalih, hidup atau mati tak membedakan atau membatasi kekuasaan Allah SWT, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat.”

Memohon dan meminta untuk segala kebutuhan seseorang merupakan sebuah ibadah dengan bersandar kepada Allah SWT dan itu merupakan sebuah doa yang bernilai ibadah. Karena Allah menyuruh hamba-Nya untuk berdoa agar tidak dikategorikan orang yang sombong. Karena doa adalah sebuah ikhitiar secara batin setelah usaha lahiriah yang usai ditempuh.

Cara berdoa sangatlah beragam yakni dapat melalui berbagai amalan, wiridz, dzikir, atau hal-hal yang semacamnya yang ditujukan dan diniatkan hanya kepada Allah. Sedangkan amalan, wirid, dzikir, itu adalah sebuah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Karena pada dasarnya ilmu hikmah adalah sebuah ilmu spiritual yang berisi beragam amalan dan doa untuk bertabaruk kepada Allah. Ketika seseorang dekat dengan Allah secara otomatis segala keinginan yang diharapkan dapat terwujud.

Permasalahan yang dihadapi oleh seseorang jika tidak segera diatasi tentu akan menjadi buruk baginya. Hal ini akan mempersulit dan menjerumuskannya pada perasaan putus asa. Tentu Allah sangat membenci orang-orang yang putus asa karena masalahnya yang belum tuntas terselesaikan. Maka dari itu, perlu berbagai upaya dalam menghadapi segala persoalan hidup yang diderita, salah satunya dengan menggunakan ilmu hikmah.

Allah pun tidak akan memberikan sebuah solusi jika orang tersebut tidak mau berusaha. Seperti dalam firmannya dalam QS. Ar-Ro’du: 11, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka. ”

Berusaha untuk mencapai sebuah tujuan tertentu adalah suatu kewajiban bagi setiap insan. Usaha ini tentunya secara lahir maupun batin. Ketika seseorang telah mengupayakan usaha secara lahiriah, untuk menopang dan menguatkan hasilnya tentu disertai dengan usaha batin, yaitu berdoa dan meminta kepada Allah dengan cara dan metode yang diyakininya.

Adapun berbagai amalan dalam ilmu hikmah merupakan sebuah usaha batiniah yang dapat dilakukan bagi siapa pun dengan tetap memohon kepada Allah melalui berbagai amalan yang diajarkan dalam website ini. Bagi kami, ilmu hikmah bukan merupakan sumber pemecah segala persoalan, melainkan hanya sebagai sebuah sarana untuk membantu memudahkan seseorang dalam mengatasi segala permasalahan kehidupan yang dihadapi. Sedangkan Allah yang sebenarnya pemberi pertolongan dan pemberi kekuatan.

Berdoa merupakan suatu kewajiban seorang hamba karena Allah telah memerintahkan akan hal itu. Adapun berdoa memiliki tata cara yang beragam dengan bacaan-bacaan yang bermacam-macam pula. Di antaranya dengan berdzikir, membaca wirid, membaca sholawat, membaca kalimat-kalimat toyyibah (kalimat yang baik), melakukan amalan tertentu, dan sebagainya. Untuk itu, sangat dianjurkan untuk membaca doa-doa yang telah diajarkan oleh para nabi dan orang-orang setelahnya termasuk juga para ulama’ yang diyakini memiliki kesalehan luar biasa.