Membahas tentang Peran Rumah Sakit Syariah dalam Penguatan Ekosistem Ekonomi Syariah di Indonesia

Pada kesempatan ini kami mau mengulas tentang Membahas tentang Peran Rumah Sakit Syariah dalam Penguatan Ekosistem Ekonomi Syariah di Indonesia,

Konsep Syariah ketika ini tengah menjadi prioritas dalam berbagai lingkup industri, terutama pada bidang ekonomi. Bagaimana tidak, ketika ini telah banyak bidang ekonomi yg menganut sistem syariah. Salah satunya ialah Rumah Sakit Islam.

Rumah Sakit Islam (RSI) yg tengah berkembang ketika ini, diharapkan mampu mendorong perekonomian syariah di Indonesia. Saat ini telah ada 73 rumah sakit syariah yg bersertifikat. Hal ini menjadi landasan sekolah tinggi ilmu sekolah buat mengadakan webinar nasional yg bertema “Peran Rumah Sakit Syariah dalam Penguatan Ekosistem Ekonomi Syariah di Indonesia.”

Sekola Tinggi Ilmu Fiqih Syeikh Nawawi Tanara (STIF SYENTRA) sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi islam di Indonesia yg juga memiliki peran penting selain buat mencetak sdm yg unggul juga buat mengembangkan riset dan kajian salah satunya dalam  bidang industri kesehatan syariah bagi kemaslahatan masyarakat.

Webinar Nasional ini diadakan pada 28 Februari 2022, dgn narasumber dr.H. Masyhudi AM,M.Kes selaku Ketua Umum Pengurus Pusat MUKISI. Asosiasi RS Islam Indonesia, Dr. Moch Bukhori Muslim,LC,MA selaku Ketua Bidang Industri, Bisnis dan Ekonomi Syari’ah BPH DSN-MUI , dan Afdhal Aliasar MBA selaku Direktur Perkembangan Ekonomi Syari’ah dan Industri Halal KNEK.

Pada kesempatan ini, dr. Masyhudi menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan rumah sakit syariah mengacu pada fatwa yg telah ditetapkan dan berdasarkan pada prinsip syariah.

Dalam penyelenggaraannya RS syariah mendasarkan pada prinsip maqosidu al-syariah al-islamiyah (tujuan dilaksanakannya syariah Islam ) yg antara lain yaitu memelihara agama (Hifdz Ad-diin), memelihara jiwa       (Hifdz An-nafs), memelihara keturunan (Hifdz An-Nasl), memelihara akal (Hifdz Al-aql) , dan memelihara harta (Hifdz Al-Mal).

Pada Pelayanan kepada pasien juga mengikuti standar pokok seperti asesmen  spiritual, penjagaan ibadah wajib termasuk salat, upaya penyembuhan berbasis Qur’an (Qur’anic healing),  bimbingan kerohanian, bimbingan Talqin, dan pemulasaran jenazah sesuai syariah.

“Indikator mutu yg wajib dilaksanakan dalam proses penyelenggaraan rumah sakit syariah yaitu menjamin dan menjaga semua pasien secara aqidah, terjaga ibadah, terjaga Muamalat Islaminya hingga mendapatkan pendampingan atau Talqin Sakaratul Maut,” ujar Dr. Moch Bukhori Muslim,LC,MA.

Selanjutnya, dalam pengembangan industri kesehatan berkompetensi syariah, antara lain:
Akselerasi proses sertifikasi Rumah Sakit berkompetisi Syariah, Integrasi sektoral industri halal dgn industri farmasi, keuangan dan pariwisata, Sosialisasi Word of Mouth dari hasil survei paling efektif buat industri kesehatan, Edukasi pelayanan kesehatan syariah pada pasien /konsumen dewasa-tua, Masyarakat usia dewasa-tua dan di luar jawa memiliki keterkaitan lebih tinggi mengenai yankes/RS Syariah.

Afdhal Aliasar MBA selaku Direktur Perkembangan Ekonomi Syari’ah dan Industri Halal KNEK juga memaparkan hasil survei bahwa ada tiga hal penting yg menjadi bahan penilaian konsumen terhadap pengembangan industri kesehatan berkompetensi syariah terutama pada rumah sakit syariah yaitu; Halal Haram produk, Pelayanan, asuransi dan administrasi.

Dalam survei ini menggambarkan bahwa bimbingan rohani, belum menjadi penilaian utama bagi masyarakat, dan fasilitas tambahan penunjang (i.e. laundry syariah, estetika RS), belum menjadi penilaian utama, baru menjadi hal yg “nice to have”.

Demikianlah ulasan mengenai Membahas tentang Peran Rumah Sakit Syariah dalam Penguatan Ekosistem Ekonomi Syariah di Indonesia . apabila ada pertanyaan dapat dgn menuliskan pada kolom komentar dibawah ini.

terima kasih





Membahas tentang Tuntunan Al-Qur’an ketika Mendengar Rumor & Berita Bohong

Pada masa Rasulullah saw, ada sekelompok orang yg menyebarkan rumor tentang istri Nabi Muhammad saw, Aisyah ra yg cukup meresahkan Nabi dan sahabat-sahabat karib beliau. Setelah sebulan rumor itu berkembang, baru Allah swt ayat-ayat yg membantah rumor tersebut sambil memberi pengajaran kepada umat bagaimana langkah yg harus ditempuh bila tabayun tak menghasilkan apa yg diharapkan atau bila rumor itu menygkut orang yg selama ini dikenal baik.

Prof Muhammad Quraish Shihab dalam Yang Hilang dari Kita: Akhlak (2017) menjelaskan, di dalam QS An-Nur [24]: 12 yg maksudnya antara lain menyatakan bahwa mestinya sewaktu seseorang mendengar rumor, selaku orang-orang mukmin dan mukminah harus bersangka baik terhadap yg dicemarkan namanya itu. Karena yg dicemarkan namanya tersebut ialah sesama orang beriman.

لَّوْلَآ إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بِأَنفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا۟ هَٰذَآ إِفْكٌ مُّبِينٌ

Artinya: “Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini ialah suatu berita bohong yg nyata.” (QS An-Nur: 12)

Pada ayat 24 dalam surat di atas, Allah dgn jelas memperingatkan bahwa orang-orang yg senang tersebarnya berita-berita yg mencemarkan dalam masyarakat Islam, mereka itu mau ditimpa siksa yg pedih.

Krisis akhlak yg semakin akut terutama di kalangan generasi muda. Bangsa Indonesia, terutama umat Islam perlu memperhatikan tradisi keilmuan dan pendidikan di pesantren yg integratif antara akhlak, ilmu, dan amal.

Bahkan, pengembangan adab dan budi pekerti luhur sangat ditekankan di pesantren sehingga lembaga pendidikan khas di Indonesia itu mampu menjadi benteng moral bagi generasi bangsa sejak berabad-abad lalu hingga ketika ini.

Di zaman canggih ketika ini, mudahnya komunikasi menggunakan perangkat elektronik dan maraknya penggunaan media sosial, prasangka buruk menjadi kekejian yg mengerikan. Hati dan jiwa yg dipenuhi kebencian dan mengedepankan prasangka buruk kepada orang-orang yg tak disukai mendapatkan tempat dan rumah bersama lalu melahirkan caci maki, fitnah, dan hasutan bahkan sampai pada titik yg sangat mengkhawatirkan.

Kalau prasangka buruk saja merupakan dosa serius dan disamakan dgn ucapan yg paling dusta, begitu juga dgn caci maki, fitnah, hasutan, dan ujaran kebencian yg dihasilkan oleh prasangka buruk itu. Barangkali, masyarakat yg kini gandrung dgn gadget (gawai) telah seharusnya sering merenung. Yaitu fitnah, tuduhan-tuduhan keji, hasutan, dan caci maki yg barangkali pernah diucapkan atau ditulis dan disebarkan di media-media sosial, maupun grup WhatsApp dan lain sebagainya. Kira-kira berapa persen yg didasari oleh kebenaran pasti?

Buruk sangka bukanlah ciri orang beriman. Orang beriman itu lebih mendahulukan prasangka baik, kepada siapa pun, termasuk kepada Allah. Bahkan Imam Syafi’i, berwasiat kepada umat Islam, supaya siapa pun yg mau meninggal dunia dalam keadaan husnul khotimah maka hendaknya ia selalu berprasangka baik kepada manusia.

Berbaik sangka ini bukan hanya diperintahkan kepada sesama manusia, tetapi juga kepada Allah SWT. Artinya kita diperintahkan buat berprasangka baik bahwa Allah mau memperlakukan kita dgn baik, mau memberikan kita kebahagiaan, mau menyelamatkan kita di akhirat. Dan bila kita berprasangka baik kepada Allah, maka Allah mau memperlakukan kita sebagaimana prasangka baik kita itu.

Dalam sebuah hadis qudsi, Allah ta’ala berfirman:

انَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي فَلْيَظُنَّ بِي مَا شَاء

Artinya: “Aku ‘mengikuti’ prasangka hamba-Ku kepada-Ku, maka silakan berprasangka apa saja terhadap-Ku.” (HR. Ahmad)

Kalau Allah memperlakukan manusia sesuai dgn prasangka manusia itu sendiri terhadap Allah mau lebih bagus bila manusia berprasangka yg baik-baik saja. Akal yg sehat dan jiwa yg lurus tentu mau memilih buat berprasangka baik kepada Allah. (Fathoni)





Membahas tentang Luar Biasa! Ini empat Kedahsyatan Mengamalkan Ayat Kursi Setiap Hari

Pada kesempatan ini kami mau mengulas tentang Membahas tentang Luar Biasa! Ini empat Kedahsyatan Mengamalkan Ayat Kursi Setiap Hari,

– Ayat kursi kerap dikaitkan dgn ayat buat mengusir jin dan melindungi manusia dari hal-hal yg jahat. Tapi, tahukah kamu, bahwa salah satu riwayat menjelaskan bahwa ketika ayat ini diturunkan, Allah Swt mengutus Malaikat JIbril yg mendapatkan pengawalan 70.000 malaikat ketika turun ke bumi.

Berikut bacaan ayat kursi atau surah Al-Baqarah ayat 255 :

اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ

Artinya : “Allah, tak ada tuhan selain Dia. Yang Maha Hidup, Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tak mengantuk dan tak tidur. Milik-Nya apa yg ada di langit dan apa yg ada di bumi. Tidak ada yg dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yg di hadapan mereka dan apa yg di belakang mereka, dan mereka tak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yg Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Maha Tinggi, Maha Besar.”

Selain dua hal di atas, ternyata ayat kursi juga memiliki sejumlah kedahsyatan apabila kita mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kali ini, telah merangkum apa saja kedasyatan dari ayat kursi, yuk simak!

1. Penjagaan dari malaikat

Seseorang yg mengamalkan ayat kursi dalam kehidupan sehari-hari, Allah telah memerintahkan 70.000 malaikat buat menjaga manusia dari segala macam keburukan, terutama ketika sedang berada di luar rumah.

Selain itu, ketika seseorang mengamalkan ayat kursi sebelum tidur, maka Allah mau menurunkan dua malaikat buat menjaga tidurmu hingga pagi. Salah satu riwayat menjelaskan bahwa Nabi Muhammad ﷺ sering membaca ayat kursi sebelum masuk rumah supaya menjadi penghalang bagi syaitan.

2. Membuka pintu rezeki

Allah Swt mau membukakan pintu rezeki yg seluas-luasnya bagi mereka yg mengamalkan ayat kursi setiap hari. Selain itu ayat kursi juga mau mempermudah seseorang buat memahami pengetahuan baru, hal ini tentu menjadi salah satu rezeki yg dihadirkan oleh Allah supaya manusia lebih mudah buat mendekati hal yg baik dan menjauhi hal buruk.

3. Dikabulkan seluruh doanya

Ayat kursi merupakan ayat yg paling agung, maka bagi siapapun yg mengamalkannya Allah mau mengabulkan doa doanya. Sebagaimana Hadits yg diriwayatkan Ibnu Majah,

اسْمُ اللَّهِ الأَعْظَمُ الَّذِى إِذَا دُعِىَ بِهِ أَجَابَ فِى سُوَرٍ ثَلاَثٍ الْبَقَرَةِ وَآلِ عِمْرَانَ وَطَهَ

“Asma Allah yg paling Agung yg apabila dibaca dalam doa pasti dikabulkan ada dalam tiga tempat yaitu surat al-baqarah surat al-imron dan surat Thaha.” (HR. Ibnu Majah)

4. Diperkenankan masuk surga

Ayat kursi dianjurkan buat dibaca setiap hari terutama setelah melaksanakan salat fardhu, salah satu alasannya ialah Allah mau memperkenankan mereka yg mengamalkan ayat kursi buat masuk surga.

مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ دُبُرَ كُلِّ صَلاةٍ مَكْتُوبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ، إِلا الْمَوْتُ

“Barang siapa membaca ayat kursi sehabis setiap salat fardhu maka tiada penghalang baginya buat memasuki surga kecuali hanya mati.” (HR. Thabrani)

Demikianlah ulasan mengenai Membahas tentang Luar Biasa! Ini empat Kedahsyatan Mengamalkan Ayat Kursi Setiap Hari . apabila ada pertanyaan dapat dgn menuliskan pada kolom komentar dibawah ini.

terima kasih





Membahas tentang Pengaturan Pengeras Suara Tempat Ibadah di Yaman

Perbincangan pro kontra penggunaan pengeras suara terus riuh di media sosial seiring terbitnya Surat Edaran Menteri Agama Republik Indonesia Nomor  05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Sebenarnya tak hanya di Indonesia, di luar negeri, negara-negara berpenduduk muslim pun telah mengatur penggunaan pengeras suara di tempat ibadah, dalam hal ini masjid supaya tak kontraproduktif yg justru menimbulkan kebisingan yg mengganggu masyarakat. Negara Yaman menjadi salah satu contohnya.

Wizaratul Auqaf wal Irsyad semacam kementerian agama negara Yaman, secara terang-terangan mengeluarkan peraturan yg tentang penggunaan mikrofon di masjid-masjid. Tepatnya Qarar Wizaratul Auqaf wal Irsyad Nomor 79 menyatakan:

“(3) Penggunaan pengeras suara dibatasi buat mengumumkan masuknya waktu dan pelaksanaan shalat wajib yg lima; khutbah Jumat; shalat Idul Fitri dan Idul Adha serta khutbahnya; shalat gerhana matahari dan gerhana bulan. Adapun kesunnahan lainnya seperti berbagai shalat sunnah, ibadah sunnah, dan berbagai pengajian, maka yg digunakan ialah pengeras suara dalam.

(4) Keseimbangan harus dijaga ketika penggunaan alat pengeras suara sehingga suara pengeras suara di antara masjid yg berdekatan tak bercampur baur, supaya tak membuyarkan konsentrasi orang-orang yg sedang shalat dan menimbulkan gangguan bagi orang-orang yg sedang sakit dan yg sedang uzur.”

Jauh sebelumnya Kerajaan Qu’aithiah (1858-1967) yg menguasai sebagian wilayah Yaman tempo dulu juga mengatur penggunaan pengeras suara secara lebih ketat. Wizaratul Auqaf yg ketika itu dipimpin oleh Syekh Umar bin Muhammad Sahilan mengeluarkan larangan penggunaan mikrofon buat iqamat shalat. Larangan penggunaan mikrofon itu menyebutkan:

“Kepada seluruh Imam dan muazin masjid di Kota Mukalla. Sungguh penggunaan mikrofon buat mengumandangkan iqamah shalat ialah perbuatan yg tak pada tempatnya. Sebab masyarakat tetap saja berbicara ketika mendengarkan iqamah dari mikrofon, lalu mereka baru bergerak menuju masjid dan menunda shalat. Karenanya, azan menjadi tak berharga dan tujuan disyariatkannya tak tercapai, sebagaimana iqamah juga menjadi bertentangan dgn tujuan sebenarnya, yaitu memberitahu orang-orang yg telah hadir di masjid, bukan orang-orang yg di luar masjid, bahwa shalat segera didirikan. Karenanya kami larang sekeras-kerasnya penggunaan mikrofon buat mengumandangkan iqamah shalat.”

Pengaturan penggunaan pengeras suara buat azan dan semisalnya di negeri Yaman nyatanya juga mendapat apresiasi dari para ulama. Di antaranya ialah Doktor Zain bin Muhammad Husain Alydrus, dosen Universitas Al-Ahqaf Yaman.

Menurutnya aturan-aturan semacam ini sangat sesuai dgn ruh syariat Islam, namun saygnya banyak orang Islam yg mengabaikannya, sebab cenderung menuruti hawa nafsunya. Secara tegas ia menyatakan:

وهو قرار وجيه يتوافق معه روح الشريعة الغراء ومقاصدها النبيلة، ولكن للأسف الشديد، لم يلتزم كثير  من الناس بهذا القرار، ركونا إلى أهواهم ورغباتهم، وعدم مراعتهم لمشاعر المسلمين بل وإيذائهم مما يوقعهم في حضر جسيم. هداهم الله تعالى

Artinya, “Peraturan penggunaan mikrofon di masjid-masjid itu ialah peraturan yg sangat bagus dan berkesesuaian dgn ruh syariat yg indah dan tujuan syariat yg luhur. Namun sangat disesalkan banyak orang yg tak mematuhinya sebab cenderung mengikuti hawa nafsu dan kesenangannya. Ketidakpedulian mereka terhadap kaum muslimin bahkan menyakitinya—dgn menggunakan pengeras suara secara tak beraturan—termasuk hal yg membuat mereka jatuh dalam bahaya besar. Semoga Allah Ta’ala memberi petunjuk kepada mereka.” (Zain bin Muhammad bin Husain Alydrus, I’lâmul Khâsh wal ‘Âmm bi Anna Iz’âjan Nâsi bil Mikrûfûn Harâm, [Mukalla, Dârul ‘Idrûs: 1435/2014], halaman 29-30).

Nah, berkaitan riuh rendah pro dan kontra pengaturan penggunaan pengeras suara, apakah kita cenderung mengikuti aturan yg lebih memperhatikan kepentingan orang banyak, atau justru suka-suka sendiri tanpa aturan seperti selama ini? Wallâhu a’lam. 

Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda dan Redaktur Keislaman NU Online.





Membahas tentang Khutbah Jumat: Keutamaan Menutupi Aib Orang Lain

Naskah khutbah Jumat ini mengajak umat Islam buat menjauhi perbuatan mengumbar aib atau keburukan orang lain. Nabi sendiri mengingatkan bahwa siapa pun yg menutupi aib seorang, Allah mau menutupi aibnya di dunia dan akhirat.

 

Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul “Khutbah Jumat: Keutamaan Menutupi Aib Orang Lain”. Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan dekstop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)


Khutbah I

 

الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ (الحجرات: ١٢)

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Sekarang ini kita menyaksikan, betapa mudahnya seseorang membuka aib sesama, melempar tudingan, mencari-cari kesalahan orang lain, menyebarluaskannya dan bahkan menjadikannya sebagai lelucon, tanpa menyadari mau bahayanya. Mereka berbicara tanpa mengindahkan larangan agama, berbicara tanpa fakta nyata dan hanya mengikuti hawa nafsunya saja. Mereka tak menyadari bahwa semua perkataan yg mereka ucapkan kelak mau dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt.

 

Salah satu bahaya lisan yg sedang merebak luas ialah tentang ghibah. Ini terjadi di mana saja, baik di pasar, warung, halaman rumah, dapur, ruang tamu, tempat kerja, dan bahkan di masjid dan mushala. Ironisnya, hal ini telah dianggap biasa dan menjadi hidangan keseharian dalam pergaulan. Juga tak kalah serunya dgn adanya acara-acara infotainmen tentang ghibah di berbagai media massa, yg kerapkali menyebut-nyebut keburukan orang lain. Berkenaan dgn hal ini, Allah swt memberikan peringatan dalam Al-Qur’an:

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

 

“Wahai orang-orang yg beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sebab sesungguhnya sebagian dari prasangka itu ialah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan dan aib orang lain dan janganlah kamu menggunjing (ghibah) sebagian yg lain. Apakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yg telah mati? Maka telah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh sebab itu, jauhilah larangan-larangan yg tersebut) dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayg.” (QS Al-Hujurat: Ayat 12)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir yg bersumber dari Ibnu Juraij bahwa ayat ini (QS al-Hujurat: 12) turun berkenaan dgn peristiwa salah seorang sahabat Rasul saw yg bernama Salman al-Farisi yg bila selesai makan, suka terus tidur dan mendengkur. Pada waktu itu ada orang yg menggunjing perbuatannya. Maka turunlah QS al-Hujurat ayat 12 yg melarang seseorang mengumpat dan menceritakan aib orang lain.

 

Selaras dgn larangan Allah swt tersebut, Rasulullah saw juga melarang mengumbar aib orang lain. Sebagaimana sabdanya:

 

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَكُونُوا إِخْوَانًا

 

“Jauhilah oleh kalian prasangka, sebab prasangka itu ialah ungkapan yg paling dusta. Dan janganlah kalian mencari-cari aib orang lain, jangan pula saling menebar kebencian dan jadilah kalian orang-orang yg bersaudara” (HR al-Bukhari).

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata aib itu memiliki arti malu, cela, noda, salah ataupun keliru. Menurut al-Fairuz Abadzi dalam Al-Qamus al-Muhith, secara bahasa, aib (العيب) bermakna cacat atau kekurangan. Bentuk jamaknya ialah uyub. Adapun sesuatu yg memiliki aib, dalam bahasa Arab disebut ma’ib. Sementara itu dalam kitab ­ad-Dur al-Mukhtar, Al-Hasfaki menyampaikan bahwa sebagian ulama mazhab Hanafi menjelaskan aib dgn pengertian:

 

مَا يَخْلُو عَنْهُ أَصْل الْفِطْرَةِ السَّلِيمَةِ مِمَّا يُعَدُّ بِهِ نَاقِصًا

 

“Suatu bagian yg tak ada dari asal penciptaannya dan hal itu dianggap sebagai bentuk kekurangan”.

 

Secara psikologis, bila kita mendengar suatu informasi dari orang lain lalu menjadikan hati kita merasa tak enak, maka hal ini dapat disebut aib. Aib dapat berupa peristiwa, keadaan, atau suatu penjelasan. Seringkali aib sendiri maupun orang lain diumbar secara sadar/tidak sadar kita sebarkan ke orang lain, bahkan diviralkan ke media massa atau media sosial. Aib merupakan sesuatu yg digambarkan buruk, tak terpuji, dan negatif. Aib ialah suatu cela atau kondisi yg tak baik tentang seseorang bila diketahui oleh orang lain mau membuat rasa malu yg membawa kepada efek psikologi yg negatif. Korban mau merasa terzalimi, disudutkan, dan bahkan dilemahkan jatidirinya.

 

Aib terbagi menjadi dua, yaitu aib khalqiyah yg bersifat kodrati dan Aib khuluqiyah yg berkenaan dgn perilaku. Aib khalqiyah merupakan aib sebab terdapat cacat di salah satu organ tubuh atau penyakit yg membuatnya malu bila diketahui oleh orang lain, sedangkan yg kedua yaitu aib khuluqiyah yg bersifat fi’li (perilaku) merupakan aib dari perbuatan maksiat, baik yg dilakukan sembunyi-sembunyi atau terang-terangan.

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Rasulullah bersabda:

 

وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا, سَتَرَهُ اَللَّهُ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

 

“Barang siapa menutupi aib seorang, Allah mau menutupi aibnya di dunia dan akhirat” (HR Muslim).

 

Menutup aib orang lain tak hanya memiliki keutamaan mau menutup aib kita di dunia dan akhirat, tapi juga seperti menghidupkan bayi yg dikubur hidup-hidup. Hal ini sebagaimana yg disinyalir oleh hadits Nabi saw yg berbunyi: “Siapa melihat aurat (aib orang lain) lalu menutupinya, maka seakan-akan ia menghidupkan bayi yg dikubur hidup-hidup” (HR Abu Daud).

 

Untuk itu, mari kita jauhi ghibah, dusta, prasangka, dan mencari-cari kesalahan orang lain serta menyebarluaskan aib sesama. Jagalah aib orang lain sebagaimana kita menjaga aib pribadi. Dan mari kita amalkan doa yg biasa dibaca Rasulullah pada pagi dan petang, sebagaimana yg diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra:

 

اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِيْ دِينِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ اللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَتِيْ

 

“Yaa Allah sesungguhnya aku meminta kepada Mu ‘Afiyah di dunia dan akhirat. Yaa Allah aku memohon kepada Mu ‘‘Afwaa dan ‘Afiyah pada urusan agamaku, duniaku, keluargaku dan hartaku. Yaa Allah tutupi auratku (aib-aibku)”

 

Demikian khutbah yg singkat ini, semoga bermanfaat bagi kita semua.

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

 

Khutbah II

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا .. وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِوَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَ نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Rakimin Al-Jawiy, Dosen Psikologi Islam Unusia & UIN Jakarta


Baca juga naskah khutbah Jumat lainnya:






Membahas tentang Isra Miraj, Inilah tiga Amalan & Doa yg Dianjurkan!

Pada kesempatan ini kami mau mengulas tentang Membahas tentang Isra Miraj, Inilah tiga Amalan & Doa yg Dianjurkan!,

Isra Mi'raj meruapkan salah satu peristiwa mukjizat bersejarah dalam Islam, yg diperingati setiap tahunnya pada 27 Rajab pada penanggalan Hijriah atau 28 Februari 2022 dalam penanggalan Masehi.

Peristiwa Isra Mi'raj’ ini tercatat dalam Al-Quran, sebagaimana yg tertulis dalam surat Al Isra’ ayat 1,

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Artinya:Maha Suci (Allah), yg telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yg telah Kami berkahi sekelilingnya supaya Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”

Banyak hal yg dapat dilakukan buat memperingati peristiwa ini salah satunya dgn memperbanyak amalan baik dan mendekatkan diri kepada Allah swt. Kali ini merangkum apa saja amalan yg dianjurkan.

1. Mendirikan salat sunnah

Saat malam Isra Mi'raj dianjurkan buat mendirikan salat sunah sebanyak 12 rakaat dgn dua rakaat dan salam. Setiap rakaatnya membaca Al-Fatihah dan surat pendek lainnya, kemudian dilanjutkan buat membaca Tasbih, Tahmid, dan Tahlil sebanyak 100 kali.

Salah satu zikir yg dianjurkan sebagai berikut :

Laa haula walaa quwwata illa billah

Artinya: “Tidak ada daya dalam menjauhi maksiat dan tak ada upaya menjalankan ketaatan melainkan dgn pertolongan Allah.”

Zikir ini diajarkan oleh Nabi Ibrahim as kepada Nabi Muhammad ﷺ pada ketika perjalanannya ke langit ke tujuh.

2. Memperbanyak istighfar dan berdoa

Kitab Risalah Amaliyah menjelaskan bahwa “Barangsiapa membaca (istighfar) pada bulan Rajab, bulan Sya’ban dan bulan Ramadan dibaca setiap hari terutama pada waktu antara shalat Ashar dan Maghrib, maka Allah Swt mewahyukan kepada dua malaikat supaya merobek buku catatan dosa dan kesalahannya semasa hidupnya.”

Selain itu, Imam Ghazali meriwayatkan yaitu :

ويدعو لنفسه بما شاء من أمر دنياه وآخرته ويصبح صائما فإن الله يستجيب دعائه كله الا أن يدعو في معصية

“kemudian terus berdo'a buat dirinya apa saja yg dikehendaki mulai dari urusan dunia maupun urusan akhirat, dan pagi harinya berpuasa, maka Allah mau mengijabah do'anya semuanya kecuali do'a buat maksiat (dosa).”

3. Berpuasa

Selain salat sunah dan memperbanyak berdzikir, pada tanggal 27 Rajab juga dianjurkan buat menunaikan puasa sunah. Keutamaan dari berpuasa pada hari tersebut seperti melaksanakan puasa sebulan penuh, hingga dijauhkan dari pintu neraka.

Demikianlah ulasan mengenai Membahas tentang Isra Miraj, Inilah tiga Amalan & Doa yg Dianjurkan! . apabila ada pertanyaan dapat dgn menuliskan pada kolom komentar dibawah ini.

terima kasih





Membahas tentang Imam Malik bin Anas: Pendiri Mazhab Maliki, Ulama Perekat Umat

Berbicara fiqih dan hadits tak dapat lepas dari sosok Imam Malik yg merupakan anak zaman keemasan Islam. Iklim intelektual di masa Dinasti Abbasiyah banyak melahirkan ulama-ulama kenamaan dalam berbagai bidang tak terkecuali ilmu fiqih. Salah satu tokoh yg menonjol ialah pendiri mazhab Maliki ini.

Tariq Suwaidan dalam Biografi Imam Malik (2012) menyebutkan bahwa nenek moyg Imam Malik berasal dari suku Arab Yaman. Kemudian, kakeknya berhijrah ke Madinah dan menikah dgn seorang perempuan dari Taimiyyin. Pendiri mazhab Maliki ini memiliki nama lengkap Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin ‘Amr bin al-Harrits. Ia lahir pada tahun 93 Hijriyah di Madinah Al-Munawwaroh. Paman Imam Malik yg bernama Abu Suhail menjelaskan, silsilah keluarga Malik dari Dzi Ashbah. Nasabnya berpangkal dari Ya’rub bin Yasjub bin Qaththan al-Ashbahi.

Anas bin Malik (ayah Imam Malik) yg dimaksud di sini bukan Anas bin Malik sahabat Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ayahnya merupakan pekerja keras dan mandiri. Keulamaan Anas bin Malik tak menghalanginya buat bekerja sebagai pembuat anak panah. Ia dikenal sebagai ulama yg ahli dalam bidang hadits dan fiqih. Walaupun Ayah Imam Malik memiliki cacat fisik, tapi ia mengajarkan kepada anak-anaknya buat hidup mandiri tanpa bergantung kepada siapa pun, termasuk kepada pemerintah (Suwaidan, 2012: 32-34).

Keluarga Para Periwayat Hadits

Imam Malik tumbuh dalam iklim keilmuan dan periwayatan hadits yg berkembang pesat di Madinah. Setelah merampungkan hafalan Al-Qur’an di usia belia, Malik mulai menghafal hadits. Di kota Nabi itu ia memperoleh segala hal yg mendukung buat menghafal hadits. Imam Malik sangat termotivasi dgn kegigihan ayahnya dalam menuntut ilmu. Kesungguhan sang ayah ternyata berpengaruh besar kepada dirinya, sehingga Imam Malik menjadi seorang imam besar.

Imam Malik memiliki tiga orang paman yg terhormat dan terpandang. Mereka ialah Uwais, Nafi’ dan Rubayyi’. Selain Anas, ayah Imam Malik, mereka ialah para periwayat hadits yg meriwayatkan dari bapak mereka sendiri, yakni Malik Abu Anas. Kakek Imam Malik ialah Malik bin ‘Amr yg menjadi sumber hadits buat anak-anaknya sendiri. Kakek Imam Malik termasuk tokoh dan ulama dari kalangan Tabi’in. Abu Anas biasanya meriwayatkan hadits dari Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, dan Aisyah Ummul Mukminin (Suwaidan, 2012: 35-36).

Karena itu, supaya menjadi seorang alim, tumbuh di tengah keluarga yg berilmu saja tak cukup. Betapa banyak orang yg terkenal dgn keilmuannya, tetapi anak-anaknya tak berilmu sama sekali, hidup dalam kemewahan dan kelalain. Sebaliknya, tak sedikit ulama hebat dan terkemuka lahir dari keluarga yg jauh dari iklim keilmuan.

Ulama Pendorong Reformasi dan Perdamaian

Saat peralihan kekuasaan dari dinasti Muawiyah ke dinasti Abbasiyah, kekacauan merajalela. Bahkan, kota Madinah diserang, dan banyak anak-anak kaum Muhajirin dan Anshar yg dibunuh. Pada masa Abu Ja’far al-Manshur keadaan mulai kondusif. Sang maestro penulis kitab al-Muwaththa’ ini hidup pada masa dua dinasti, yaitu Umayyah dan Abbasiyah. Ia juga turut menjadi saksi sejarah berbagai peristiwa dan konflik yg terjadi di masa keduanya. Makanya, ia senantiasa mendorong reformasi dalam berbagai bidang, terutama setelah keadaan damai.

Imam Malik lahir pada dinasti Bani Umayyah, tepatnya masa kekhilafahan al-Walid bin Abdul Malik di tahun 93 H/ 712 M. Banyak tragedi yg disaksikan langsung oleh pendiri mazhab Maliki tersebut. Sang Imam Madinah sempat menjadi saksi sejarah perpecahan umat Islam dampak dari perserteruan antara Sayyidina Ali dan Muawiyah. Ia juga menyaksikan pemberontakan yg dilakukan golongan Khawarij. Situasi itu yg membentuk pemikiran Imam Malik. Menurutnya, stabilitias kondisi masyarakat pasti berbuah kebaikan para penguasanya. Sebab itu, memperbaiki kondisi dan keadaan rakyat menjadi niscaya dan pangkal dalam sebuah negara.

Pada masa awal Islam, ilmu hanya didapat dgn cara mendengar. Ilmu-ilmu tersebut belum ada yg ditulis dalam satu buku, kecuali sedikit saja. Pada akhir masa dinasti Umayyah, beberapa ulama terdorong menuliskan ilmu di tengah kecamuk yg berlangsung. Masa dinasti Abbasiyah, fenomena kodifikasi keilmuan ini semakin semarak, khususnya di bidang hadits. Para ulama mempelajari hadits secara sistematis dan dari sudut pandang fiqih sehingga ilmu fiqih dan lainnya semakin luas (Suwaidan, 2012: 21).

Di masa itu, para ulama mulai menuliskan hadits dan masalah-masalah fiqih. Ulama fiqih Hijaz (Madinah) menghimpun fatwa-fatwa Abdullah bin Umar, Aisyah, Ibnu Abbas dan pembesar tabi’in yg menetap di Madinah. Sementara ulama fiqih Irak menghimpun fatwa-fatwa Abdullah bin Mas’ud, hukum-hukum hasil putusan peradilan, fatwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, putusan-putusan hukum syariah dan hakim-hakim kufah lainnya.

Di masa Imam Malik hidup tumbuh subur segala macam aliran dan pemikiran tentang kalam dan filsafat. Sebagian aliran dan pemikiran yg berkembang meresahkan masyarakat awam. Mereka mengusung pendapat dan menyebarkan pemikiran yg kontroversial. Ada pula kelompok zindiq yg menyimpang dari kemurnian Islam. Sang Imam tahu betul rentetan peristiwa masa itu dan dampak negatif bagi umat Islam. Karena itu, ia tak membolehkan seorang pun mendiskusikan masalah aqidah di majelisnya atau di hadapannya.

Di tengah kecamuk perpecahan umat Islam, Imam Malik memilih buat “berdiam”. Maksudnya, ia tak mau ikut serta dalam mendukung salah satu pihak dgn mengeluarkan fatwa sebagai legitimasi salah satu kelompok tersebut. Bagi Imam Malik, fatwa ialah agama. Sebab itu, ia tak mau berfatwa dgn satu hal yg bertentangan dgn syariat Allah.

Imam Malik sangat menjaga persatuan dan ketentraman umat. Pada masa ini sering diadakan perdebatan dan dialog keilmuan. Para ulama saling bertemu buat berdebat dan berdialog. Debat fiqih menjadi semarak pada musim haji. Abu Hanifah, misalnya, selalu berdialog tentang masalah fiqih dgn Imam Malik. Alhasil, fiqih menjadi lebih subur dan lebih produktif dibanding ilmu lainnya. Imam Malik lebih memilih menghindari perdebatan ilmiah yg terselip motif saling mengalahkan dan menyalahkan salah satu pihak. Ia menganggap debat agama bila tak mencari kebenaran dan kemaslahatan bersama tak mendatangkan manfaat apa-apa, bahkan justru dapat merusak agama dan kejernihan hati.

Ahmad Suhendra, alumni Pondok Pesantren Al-Kamiliyyah & Pondok Pesantren Ali Maksum serta Kontributor NU Online Tangerang





Membahas tentang Syekh Junaid Al-Baghdadi, Imam Tasawuf Panutan NU

Nahdlatul Ulama mengikuti Imam Asyari dan Imam Maturidi dari sisi aqidah, imam empat mazhab dari sisi fiqih, dan Imam Junaid Al-Baghdadi serta Imam Al-Ghazali dari segi tasawuf. Kenapa para kiai mengangkat nama Imam Junaid Al-Baghdadi? Apakah sebab ia bergelar sayyidut thaifah di zamannya, pemimpin kaum sufi yg ucapannya diterima oleh semua kalangan masyarakat?
Junaid bin Muhammad Az-Zujjaj merupakan putra Muhammad, penjual kaca. Ia berasal dari Nahawan, lahir dan tumbuh di Irak. Junaid seorang ahli fiqih dan berfatwa berdasarkan mazhab fiqih Abu Tsaur, salah seorang sahabat Imam Syafi’i.
Junaid berguru kepada As-Sarri As-Saqthi, pamannya sendiri, Al-Harits Al-Muhasibi, dan Muhammad bin Ali Al-Qashshab. Junaid ialah salah seorang imam besar dan salah seorang imam terkemuka dalam bidang tasawuf. Ia juga memiliki sejumlah karamah luar biasa. Ucapannya diterima banyak kalangan. Ia wafat pada Sabtu, 297 H. Makamnya terkenal di Baghdad dan diziarahi oleh masyarakat umum dan orang-orang istimewa.
Syekh Ibrahim Al-Laqqani dalam Jauharatut Tauhid menyebut Imam Malik dan Imam Junaid Al-Baghdadi sebagai pembimbing dan panutan umat Islam.
ومالك وسائر الأئمة وكذا أبو القاسم هداة الأمة
Artinya, “Imam Malik RA dan seluruh imam, begitu juga Abul Qasim ialah pembimbing umat,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Laqqani, Jauharatut Tauhid pada Hamisy Tuhfatil Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 89).
Syekh M Nawawi Banten juga menyebutkan sejak awal Imam Junaid Al-Baghdadi sebagai panutan umat dari sisi tasawuf. Menurutnya, Imam Junaid Al-Baghdadi layak menjadi pembimbing umat dari sisi tasawuf sebab kapasitas ilmu dan amalnya.
ويجب على من ذكر أن يقلد في علم التصوف إماما من أئمة التصوف كالجنيد وهو الإمام سعيد بن محمد أبو القاسم الجنيد سيد الصوفية علما وعملا رضي الله عنه والحاصل أن الإمام الشافعي ونحوه هداة الأمة في الفروع والإمام الأشعري ونحوه هداة الأمة في الأصول والجنيد ونحوه هداة الأمة في التصوف فجزاهم الله خيرا ونفعنا بهم آمين
Artinya, “Ulama yg disebutkan itu wajib diikuti sebagaimam perihal ilmu tasawuf seperti Imam Junaid, yaitu Sa’id bin Muhammad, Abul Qasim Al-Junaid, pemimpin para sufi dari sisi ilmu dan amal. Walhasil, Imam Syafi’i dan fuqaha lainnya ialah pembimbing umat dalam bidang fiqih, Imam Asy’ari dan mutakallimin lainnya ialah pembimbing umat dalam bidang aqidah, dan Imam Junaid dan sufi lainnya ialah pembimbing umat dalam bidang tasawuf. Semoga Allah membalas kebaikan mereka dan semoga Allah memberikan manfaat kepada kita atas ilmu dan amal mereka. Amiiin,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zein, [Bandung, Al-Maarif: tanpa catatan tahun], halaman 7).
Pandangan serupa juga dikemukakan oleh Syekh M Ibrahim Al-Baijuri. Menurutnya, jalan terang dan keistiqamahan Imam Junaid Al-Baghdadi di jalan hidayah patut menjadi teladan. Ilmu dan amalnya dalam bidang tasawuf membuat Imam Junaid layak menjadi pedoman.
وقوله كذا أبو القاسم كذا خبر مقدم وأبو القاسم مبتدأ مؤخر أي مثل من ذكر في الهداية واستقامة الطريق أبو القاسم الجنيد سيد الطائفة علما وعملا ولعل المصنف رأى شهرته بهذه الكنية ولو قال جنيدهم أيضا هداة الأمة لكان أوضح 
Artinya, “Perihal perkataan ‘Demikian juga Abul Qasim’, ‘demikian juga’ ialah khabar muqaddam atau predikat yg didahulukan. ‘Abul Qasim’ ialah mubtada muakhkhar atau subjek yg diakhirkan. Maksudnya, seperti ulama yg telah tersebut perihal hidayah dan keistiqamahan jalan ialah Abul Qasim, Junaid, pemimpin kelompok sufi baik dari sisi ilmu maupun amal. Bisa jadi penulis memandang popularitas Junaid melalui gelarnya. Kalau penulis mengatakan, ‘Junaid juga pembimbing umat’, tentu lebih klir,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyah Tuhfatil Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 89).
Meskipun sebagai seorang imam sufi di zamannya, Junaid Al-Baghdadi tak meminggirkan sisi fiqih dalam kesehariannya. Artinya, ia cukup proporsional dalam menempatkan aspek fiqih (lahiriyah) dan aspek tasawuf (batiniyah) di ketika kedua aspek ini bersitegang dan tak berada pada titik temu yg harmonis di zamannya.
Di zamannya, banyak ulama terjebak secara fanatik di satu kutub yg sangat ekstrem, yg faqih dan yg sufi. Banyak ulama mengambil aspek fiqih dalam syariat Islam, tetapi menyampingkan aspek tasawuf dalam syariat. Sebaliknya pun terjadi, banyak ulama mengambil jalan sufistik, tetapi menyampingkan aspek fiqih dalam syariat.
Junaid sendiri bahkan ahli fiqih. Ia juga seorang mufti yg mengeluarkan fatwa berdasarkan mazhab Abu Tsaur, salah seorang sahabat Imam Syafi’i. Baginya, jalan menuju Allah tak dapat ditempuh kecuali oleh mereka yg mengikuti sunnah Rasulullah SAW sebagai keterangan Al-Baijuri berikut ini.
وكان الجنيد رضي الله عنه على مذهب أبي ثور صاحب الإمام الشافعي فإنه كان مجتهدا اجتهادا مطلقا كالإمام أحمد ومن كلام الجنيد الطريق إلى الله مسدود على خلقه إلا على المقتفين آثار الرسول صلى الله عليه وسلم ومن كلامه أيضا لو أقبل صادق على الله ألف ألف سنة ثم أعرض عنه لحظة كان ما فاته أكثر مما ناله ومن كلامه أيضا إن بدت ذرة من عين الكرم والجود ألحقت المسيئ بالمحسن
Artinya, “Imam Junaid dari sisi fiqih mengikuti Abu Tsaur, salah seorang sahabat Imam Syafi’i. Abu Tsaur juga seorang mujtahid mutlak seperti Imam Ahmad. Salah satu ucapan Imam Al-Junaid ialah, ‘Jalan menuju Allah tertutup bagi makhluk-Nya kecuali bagi mereka yg mengikuti jejak Rasulullah SAW,’ ‘Kalau ada seorang dgn keimanan sejati yg beribadah ribuan tahun, lalu berpaling dari-Nya sebentar saja, niscaya apa yg luput baginya lebih banyak ketimbang apa yg didapatkannya,’ dan ‘Bila tumbuh bibit kemurahan hati dan kedermawanan, maka orang jahat dapat dikategorikan dgn orang baik,’” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyah Tuhfatil Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 89-90).
Keterangan Al-Baijuri menjelaskan sikap sufisme Junaid Al-Baghdadi, yaitu tasawuf sunni. Jalan ini yg diambil oleh Junaid Al-Baghdadi sebab banyak pengamal sufi di zaman itu terjebak pada kebatinan dan bid’ah yg tak bersumber dari sunnah Rasulullah SAW. Oleh sebab itu, Imam Junaid layak menjadi panutan NU dari sisi tasawuf sebab tetap berpijak pada sunnah Rasulullah SAW.
وقوله هداة الأمة أي هداة هذه الأمة التي هي خير الأمم بشهادة قوله تعالى كنتم خير أمة أخرجت للناس فهم خيار الخيار لكن بعد من ذكر من الصحابة ومن معهم والحاصل أن الإمام مالكا ونحوه هذاة الأمة في الفروع والإمام الأشعري ونحوه هداة الأمة في الأصول أي العقائد الدينية والجنيد ونحوه هداة الأمة في التصوف فجزاهم الله عنا خيرا ونفعنا بهم 
Artinya, “Perkataan ‘pembimbing umat’ maksudnya ialah pembimbing umat Islam ini, umat terbaik sebagaimana kesaksian firman Allah SWT dalam Al-Qur’an ‘Kalian ialah sebaik-baik umat yg hadir di tengah umat manusia.’ Mereka para imam itu ialah orang pilihan di tengah umat terbaik tetapi derajatnya di bawah para sahabat Rasulullah dan tabi’in. walhasil, Imam Malik dan fuqaha lainnya ialah pembimbing umat dalam bidang furu’ atau fiqih. Imam Asy’ari dan mutakalimin sunni lainnya ialah pembimbing umat dalam bidang ushul atau aqidah. Imam Junaid dan sufi lainnya ialah pembimbing umat dalam bidang tasawuf. Semoga Allah membalas kebaikan mereka dan semoga Allah memberikan manfaat kepada kita atas ilmu dan amal mereka,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyah Tuhfatil Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 90).
Imam Junaid juga menyaygkan sikap naif sebagian kelompok sufi yg mengabaikan realitas dan aspek lahiriyah. Menurutnya, sikap naif sekelompok sufi dgn mengabaikan sisi lahiriyah mencerminkan kondisi batinnya yg runtuh seperti kota mati tanpa bangunan.
وكان رضي الله عنه يقول إذا رأيت الصوفي يعبأ بظاهره فاعلم أنه باطنه خراب
Artinya, “Imam Junaid RA mengatakan, ‘Bila kau melihat sufi mengabaikan lahiriyahnya, ketahuilah bahwa batin sufi itu runtuh,’” (Lihat Syekh Abdul Wahhab As-Syarani, At-Thabaqul Kubra, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 85).
Sebaliknya, ia juga menyaygkan sekelompok umat Islam yg hanya mengutamakan sisi lahiriyah melalui formalitas hukum fiqih dgn mengabaikan sisi batiniyah yg merupakan roh dari kehambaan manusia kepada Allah.
Walhasil, Imam Junaid Al-Baghdadi ialah ulama abad ke-3 H yg mempertemukan fiqih dan tasawuf di ketika keduanya tak pernah mengalami titik temu. Sikap proporsional Imam Junaid seperti ini sejalan dgn pandangan NU yg tawasuth, tawazun, dan i’tidal, yaitu dalam konteks ini mempertahankan dgn gigih syariat Islam melalui fiqih sekaligus menjiwainya dgn nilai-nilai tasawuf sehingga tak ada penolakan terhadap salah satunya. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)





Membahas tentang Menyikapi Kontak Erat & Isoman ketika Pandemi Covid-19

Banyak orang yg merasa takut dan khawatir setelah mendengar orang terdekatnya terpapar pandemi Covid-19. Apalagi bila dia termasuk orang yg kontak erat dgn kawan atau keluarga dekatnya yg dinyatakan positif terjangkit Covid-19.

Bukan saja sebab khawatir terhadap dirinya sendiri, tetapi juga khawatir sebab mungkin telah berinteraksi dgn orang lain lagi di sekitarnya. Padahal, umumnya orang mengalami kontak erat tanpa kesengajaan sebab sangat sulit buat menghindari paparan pandemi.

Kekhawatiran tersebut sangat beralasan sebab Covid-19 memang terbukti menular dgn cepat dewasa ini. Bukti-bukti ilmiah dan fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemungkinan orang yg kontak erat terpapar dari orang yg dinyatakan positif Covid-19 tetap ada. Namun, tak semua orang yg kontak erat juga positif setelah dites dgn metode yg tersedia.

Kenyataan yg terjadi di lapangan menunjukkan bahwa fenomena kontak erat memerlukan kewaspadaan dan kesadaran diri. Kewaspadaan berbeda dgn kekhawatiran dan ketakutan yg berlebihan. Orang yg waspada dapat mengendalikan diri dgn penuh kesadaran tanpa rasa khawatir dan tanpa takut yg berlebihan.

Kesadaran buat mengikuti prosedur lanjutan apabila dinyatakan termasuk kontak erat membutuhkan rasa kepedulian dan empati terhadap sesama. Orang yg dikategorikan kontak erat berarti mengetahui bahwa orang yg semula dekat dgnnya kini sedang sakit. Selain itu, dia sendiri harus waspada supaya kesehatannya tetap terjaga dan aman bagi orang lain.

Banyak orang yg mempertanyakan, mengapa harus isolasi mandiri padahal hasil tes negatif? Sedangkan negara lain ada yg telah tak ada memberlakukan pembatasan bagi orang yg termasuk kontak erat dgn keharusan isolasi mandiri. Dalam situasi seperti ini, Indonesia termasuk negara yg menerapkan prinsip kehati-hatian sehingga aturan yg diberlakukan masih menganjurkan isolasi mandiri bagi orang yg kontak erat.

Daripada menggerutu sebab disarankan melakukan isolasi mandiri, lebih baik diniatkan buat mengikuti amalan saleh seorang tabi’in yg bernama Mutharrif. Dalam kitab Ma Rawahu al-Waun fi Akhbar ath-Thaun, Imam as-Suyuthi menuliskan:

“Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Ghailan bin Jarir, dia berkata, ketika Mutharrif terjangkit thaun, dia melakukan isolasi mandiri” (Kitab Ma Rawahu al-Waun fi Akhbar ath-Thaun karya Imam Suyuthi, Penerbit Darul Qalam, Damaskus tanpa tahun: halaman 170)

Tabi’in yg bernama Mutharrif tersebut memilih buat melakukan isolasi mandiri ketika ada pandemi thaun, meskipun Beliau tak terpapar. Oleh sebab itu, seorang muslim yg dianjurkan melakukan isolasi mandiri meskipun hanya termasuk kategori kontak erat dan tak terpapar pandemi dapat berniat mengambil teladan dari tabi’in ini.

Apabila orang yg termasuk kontak erat dinyatakan negatif terhadap hasil tes, maka dia patut bersyukur. Namun, dia tetap harus mengamati kondisi kesehatan tubuhnya sebagai bentuk kewaspadaan. Masa inkubasi virus yg berkisar 2-3 hari setelah paparan tak mau menampakkan gejala, tetapi setelah 5 hari biasanya mau muncul gejala. Pada masa-masa inilah seseorang diharapkan buat melaksanakan isolasi secara mandiri dan menerapkan protokol kesehatan.

Bila setelah 5 hari tak ada gejala penyakit atau bahkan dinyatakan negatif dgn tes ulang, maka dia dapat beraktivitas kembali dgn tetap menjaga protokol kesehatan. Kesyukuran mendapatkan nikmat kesehatan perlu dipertahankan selalu. Aktivitas rutin yg mungkin sempat terhenti sebab menjalani isolasi mandiri kini dapat dilanjutkan seperti biasa.

Apabila hasil tes orang yg termasuk kontak erat dinyatakan positif, maka dia perlu bersabar. Dia perlu tetap berprasangka baik terhadap Allah SWT dan juga tak menyalahkan orang yg menjadi sumber kontak eratnya. Selanjutnya, tentu dia perlu memperhatikan gejala yg mungkin muncul. Apabila tak ada gejala yg timbul tentu perlu bersyukur, sedangkan bila bergejala perlu berikhtiar buat mendapatkan pengobatan.

Bagaimana dgn orang yg menjadi sumber kontak erat yg telah jelas positif berdasarkan hasil tes Covid-19? Seringkali orang ini merasa sangat bersalah apabila ada orang di sekitarnya yg kontak erat ternyata juga terpapar pandemi. Perasaan bersalah ini sangat manusiawi, tetapi tak boleh membuat dirinya tertekan. Semua yg telah terjadi perlu disadari sebagai bagian takdir dari Allah SWT.

Seringkali orang yg menjadi sumber kontak erat tak menyadari bahwa dirinya terinfeksi Covid-19. Sangat mungkin tak ada gejala yg muncul pada orang tersebut atau hanya mengalami gejala ringan seperti penyakit flu biasa. Dalam keadaan tak tahu tersebut, dia beraktivitas dan berinteraksi dgn orang lain sehingga ketika dinyatakan terinfeksi, orang di sekitarnya menjadi yg termasuk kontak erat.

Pasien sumber kontak erat perlu isoman dan menjalani pengobatan. Ketika dinyatakan sakit dgn ataupun tanpa gejala disertai hasil tes yg positif Covid-19, seseorang yg menjadi sumber kontak erat juga perlu memperbanyak doa. Doa buat dirinya supaya segera diberi kesehatan dan doa kebaikan buat orang lain yg termasuk kontak erat dgn dirinya. Disertai dgn permohonan maaf, dia dapat menyampaikan doa-doa kebaikan yg banyak buat orang-orang di sekitarnya.

Orang-orang yg termasuk kontak erat juga perlu merespon dgn bijak permohonan maaf dari orang yg menjadi sumber awal kontak erat. Selain tak menyalahkannya, respon positif dan dukungan perlu diberikan buat orang yg menjadi sumber kontak erat ini sebab umumnya dialah yg jelas mengalami sakit.

Orang yg sakit doanya didengar Allah SWT dan dianggap seperti doanya malaikat. Maka orang yg menjadi sumber awal kontak erat ini sangat perlu dimintai doa yg baik.

Dalam kitab Thibbun Nabawi, Al-Hafiz Adz-Dzahabi menyampaikan sebuah hadits tentang anjuran minta doa kepada orang yg sakit:

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Umar radiyallahu ‘anh, bila engkau menemui orang yg sakit maka mintalah kepadanya supaya berdoa buatmu sebab doa orang sakit itu sama dgn doa para malaikat.” (Al-Hafidz Adz-Dzahabi,Thibbun Nabawi, Beirut, Dar Ihyaul Ulum, 1990: halaman 291)

Dalam konteks ketika ini, menemui orang yg sakit tak harus kontak langsung tetapi dapat melalui media yg ada. Orang sakit yg sedang isoman sebab Covid-19 tak dapat ditemui secara langsung.

Sikap yg selayaknya diterapkan dari fenomena kontak erat ini ialah tak saling menyalahkan orang lain. Hal ini membutuhkan keikhlasan dan rasa empati disertai dgn kesadaran diri buat bertanggungjawab terhadap kesehatan pribadi. Apabila hal-hal positif ini dimunculkan, maka mau menumbuhkan kemauan buat saling menjaga dan mendoakan terhadap orang-orang di sekitarnya.
Ustadz Yuhansyah Nurfauzi





Membahas tentang Menyoal Tertundanya Pengabulan Doa

Pada kesempatan ini kami mau mengulas tentang Membahas tentang Menyoal Tertundanya Pengabulan Doa,

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), doa ialah memohon harapan, permintaan, dan pujian kepada Tuhan. Dan Imam Hafizh Ibnu Hajar dari Imam At-Thaibi dalam kitab Fathul Bari menyebutkan bahwa doa ialah sikap berserah diri kepada Allah Swt.

Allah Swt menegaskan kepada orang-orang yg enggan buat berdoa kepada-Nya termasuk orang yg sombong, dan neraka Jahanam-lah buatnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Ghafir ayat 60 yg berbunyi:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Artinya: Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya mau Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yg menyombongkan diri dari menyembah-Ku mau masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.

Sebagai makhluk ciptaan Allah hendaklah senantiasa berserah diri pada-Nya, demi tercapainya apa yg dikehendaki. Namun, setiap doa yg dipanjatkan tak selalu mau terkabul di ketika yg dimaukan, meskipun doa itu telah diulang berkali-kali. Karena Allah Swt sangat mengetahui apa yg terbaik buat umatnya, sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Al-Baqarah (216):

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ࣖ

Artinya: Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tak mengetahui.

Selain itu, bila doa seseorang tak kunjung dikabulkan, janganlah berburuk sangka kepada-Nya. Sebagai umat muslim hendaklah introspeksi diri atas apa yg terjadi.

Seperti dikutip dari kitab al-Hikam, Syaikh Ibn ‘Atha’illah juga mengingatkan:

لَا يُشَكِّكَنَّكَ فِي الوَعْدِ عَدَمُ وُقُوْعِ المَوْعُوْدِ وَإِنْ تَعَيَّنَ زَمَنُهُ لِئَلَّا يَكُوْنَ ذَلِكَ قَدْحًا فِي بَصِيْرَتِكَ وَإِخْمَادًا لِنُوْرِ سَرِيْرَتِكَ

Artinya: Tidak terlaksananya sesuatu yg dijanbilan Allah, janganlah sampai membuatmu ragu terhadap janji Allah itu. Ini supaya tak mengaburkan bashirahmu (pandangan mata batin) dan memadamkan nur (cahaya) hatimu.

Berdasarkan dari dalil-dalil di atas banyak hal yg perlu disadari ketika kenyataan tak sesuai dgn kemauan. Karena kehendak Tuhan lebih baik dari apa yg manusia rancang.

Demikianlah ulasan mengenai Membahas tentang Menyoal Tertundanya Pengabulan Doa . apabila ada pertanyaan dapat dgn menuliskan pada kolom komentar dibawah ini.

terima kasih