Kapan Malam Lailatul Qadar itu ?

Ada beberapa hadits yang menerangkan kapan malam lailatul qadar itu, beberapa hadits menerangkan bahwa malam lailatul qadar terjadi pada tanggal 17 ramadlan, ada yang menyebutkan terjadi pada malam-malam 10 terakhir bulan Ramadlan, ada yang menyebutkan bahwa malam lailatul qadar terjadi pada 10 malam-malam ganjil terakhir bulan penuh ampunan itu. yang pasti barang siapa yang bertemu dengan malam lailatul qadar kemudian ia beribadah pada malam itu akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu sebagaimana sabda Nabi SAW :”Barangsiapa menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan iman dan mengharap pahala dari ALLAH maka diampuni dosanya yang terdahulu.” (HR Bukhari, I/61, hadits no. 34) maka alangkah baiknya bila kita menghidupkan seluruh malam-malam ramadlan tanpa pilih kasih sehingga sudah pasti kita akan mendapatkannya. berikut ini diantara hadits-hadits tentang waktu malam lailatul qadar :
1. “Adalah Nabi shallallahu `alaihi wasallam biasa mencari Lailatul Qadar pd 10 malam yg terakhir.” (HR Bukhari, VII/147, hadits no. 1880)
2. “Adalah Nabi shallallahu `alaihi wasallam mencari Lailatul Qadar pd malam2 ganjil di 10 hari terakhir.” (HR Bukhari, VII/145, hadits no. 1878)
3. “Aku melihat Laylatul Qadar lalu aku dibuat lupa waktunya, dan ditampakkan padaku saat shubuhnya aku sujud di tanah yg basah, lalu kata AbduLLAAH : Maka turun hujan atas kami pd malam 23, maka Nabi shallallahu `alaihi wasallam shalat shubuh bersama kami, lalu beliau shallallahu `alaihi wasallam pulang dan nampak bekas air dan tanah di dahi dan hidung beliau shallallahu `alaihi wasallam, lalu dikatakan : Maka AbduLLAAH bin Unais berkata tanggal 23 itulah Lailatul Qadar.” (HR Muslim, VI/80, hadits no. 1997)
4. Berkata Ubay bin Ka’ab radhiallahu `anhu : “Demi ALLAH yg Tiada Ilah kecuali DIA sungguh malam tsb ada di bulan Ramadhan, aku berani bersumpah ttg itu dan demi ALLAH aku tahu kapan malam itu, yaitu malam yg kita diperintah Nabi shallallahu `alaihi wasallam untuk menghidupkannya yaitu malam 27 dan tanda2 nya adalah Matahari bersinar di pagi harinya dengan cahaya putih tapi tidak menyilaukan.” (HR Muslim, IV/150, hadits no. 1272)
5. “Lailatul Qadar itu pada malam 27 atau 29, sungguh Malaikat yg turun pd saat itu ke bumi lebih banyak dari jumlah batu kerikil.” (HR Thayalisi dlm Musnad-nya no. 2545; juga Ahmad II/519; dan Ibnu Khuzaimah dlm shahih-nya II/223)
6. Bersabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam : “… Aku melihat Lailatul Qadar lalu aku dibuat lupa kapan waktunya, maka barangsiapa yg ingin mencarinya maka carilah pd 10 hari terakhir pada malam2 witirnya dan aku melihat diriku pd malam tsb sujud di atas tanah yg basah… Maka kami kembali dan kami tidak melihat ada awan di langit, maka tiba2 ada awan dan turun hujan sampai airnya menembus sela2 atap masjid yg terbuat dari pelepah Kurma, maka aku melihat Nabi shallallahu `alaihi wasallam sujud di atas tanah yg basah, sampai kulihat bekas tanah yg basah itu di dahi beliau shallallahu `alaihi wasallam.” (HR Bukhari, VII/174, hadits no. 1895)
7. “Pada malam Lailatul Qadar itu tidak panas & tidak dingin, tidak berawan dan tidak hujan dan tidak berangin, tidak juga terang dg bintang2, tanda di pagi harinya adalah Matahari terbit bercahaya lembut.” (HR As-Suyuthi dlm Jami’ Shaghir, di-shahih-kan oleh Albani dlm Shahihul Jami’, XX/175, no. 9603)
8. Bersabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam : “… Aku melihat Lailatul Qadar lalu aku dibuat lupa kapan waktunya, maka barangsiapa yg ingin mencarinya maka carilah pd 10 hari terakhir pada malam2 witirnya dan aku melihat diriku pd malam tsb sujud di atas tanah yg basah… Maka kami kembali dan kami tidak melihat ada awan di langit, maka tiba2 ada awan dan turun hujan sampai airnya menembus sela2 atap masjid yg terbuat dari pelepah Kurma, maka aku melihat Nabi shallallahu `alaihi wasallam sujud di atas tanah yg basah, sampai kulihat bekas tanah yg basah itu di dahi beliau shallallahu `alaihi wasallam.” (HR Bukhari, VII/174, hadits no. 1895)
9. Dari Aisyah radhiallahu `anha : Wahai RasuluLLAAH, menurut pendapatmu jika aku tahu bhw malam terjadinya Lailatul Qadar, maka doa apa yg paling baik kuucapkan? Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam : “Ucapkanlah olehmu, [Allahumma innaka `afuwwun, tuhibbul-`afwa, fa`fuanni] Ya ALLAH sesungguhnya ENGKAU adalah Maha Pemaaf, mencintai orang yg suka memaafkan, maka maafkanlah aku.” (HR Ahmad, Ibnu Majah & Tirmidzi, di-shahih-kan oleh Albani dlm Al-Misykah, I/473 no. 2091)
10. “Allah memiliki di bulan Ramadhan suatu malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Barang siapa yang dihalangi (dari kebaikannya), maka ia akan dihalangi (dari kebaikan)”. [HR. An-Nasa’iy dalam Al-Mujtaba (2106), dan Ahmad dalam Al-Musnad (7148). Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib) (999)

Kita berdo’a kepada Allah semoga kita dapat bertemu dengan malam lailatul qadar sehingga diampuni dosa-dosa kita oleh Allah SWT. Amnin ya Mujibas sailin.





Hal Terburuk Da’i

Hal terburuk yang terjadi pada diri da’i adalah : “Jika batinnya bertentangan dengan lahirnya, dan apabila ia gegabah dalam berfatwa tanpa dasar ilmu yang syar’i”





Kepuasan Hati dan Akal

Kepuasan hati dan akal berjalan seiring dan bersamaan. Demikian pula sekelumit perhatian pada hati nurani, nilai-nilai harga diri dan kecenderungan psikologis, dan harapan-harapan masa depannya dapat memantapkan hati dan menenangkan jiwa.





Setiap Kebaikan Adalah Sedekah

Rasulullah bersabda, “setiap kebaikan adalah sedekah, dan termasuk kebaikan itu adalah jika engkau menemui saudaramu dengan wajah berseri-seri, dan jika engkau menuangkan air dari timbamu kepada bejana milik saudaramu” (HR At-Turmudzi)





Doa untuk si Mayit

Dalam perjalanannya menuju mesjid, Iring-iringan jenazah melewati seorang badui. Pemandangan ini membuat si badui merenung sejenak.
“Aku akan ikut sholatkan jenazah itu agar bila aku mati nanti orang juga tak segan menyolatkan aku,” pikir si badui. Ia lalu mengikuti iringan jenazah itu memasuki mesjid. Setelah menyolatkan, ia kembali mengurus kerjaannya.
Malam harinya sang imam mimpi bertemu dengan si mayit. Ia tampak sangat bahagia.
“Bagaimana keadaanmu,” tanya sang imam.
“Alhamdulillah, Allah telah mengampuni dosa-dosaku berkat doa si badui.”
Keesokan harinya sang imam mencari si Badui. Setelah bertemu, ia bertanya, “Doa apa yang kau baca sewaktu sholat jenazah kemarin.”
“Aku tidak membaca apa-apa,” kata si Badui.
“Semalam aku mimpi bertemu dengan mayit yang kita sholatkan kemarin. Ia bercerita bahwa Allah telah mengampuni dosa-dosanya berkat doamu.”
“Aku tidak berdoa apa-apa. Aku hanya berkata: Ya Alloh, sekarang ia adalah tamu-Mu. Kalau tamuku, tentu akan kusembelihkan seekor kambing.”





Keledai Membaca

Timur Lenk menghadiahi Nasrudin seekor keledai. Nasrudin menerimanya dengan senang hati. Tetapi Timur Lenk berkata, “Ajari keledai itu membaca. Dalam dua minggu, datanglah kembali ke mari, dan kita lihat hasilnya.” Nasrudin berlalu, dan dua minggu kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar. Nasrudin menggiring keledainya ke buku itu, dan membuka sampulnya. Si keledai menatap buku itu, dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus, dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman Setelah itu si keledai menatap Nasrudin. “Demikianlah,” kata Nasrudin, “Keledaiku sudah bisa membaca.” Timur Lenk mulai menginterogasi, “Bagaimana caramu mengajari dia membaca ?” Nasrudin berkisah, “Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa makan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik- balik halaman buku dengan benar.” “Tapi,” tukas Timur Lenk tidak puas, “Bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya ?” Nasrudin menjawab, “Memang demikianlah cara keledai membaca: hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, kita disebut setolol keledai, bukan ?”