Cara Bersikap saat Doa Tak Kunjung Terkabul

Dalam kitab al-Du’â al-Ma’tsûrât wa Âdâbuhu wa Mâ Yajibu ‘alâ al-Dâ’î Ittibâ’uhu wa Ijtinâbuhu, Imam Abu Bakr al-Thurthusyi memberi peringatan buat para pendoa, bahwa mereka harus menguatkan pengharapan mereka kepada Allah (an yuqawiyya rajâ’ahu fi maulâhu) dan tak berputus asa dari rahmat-Nya (lâ yaqnathu min rahmatillah), apalagi bila doanya dirasa tak kunjung dikabulkan. Ia mengatakan:

وإن تأخرت الإجابة فلا تستبطئ ما سألت، فإن لكلّ شيء أجلا، والدعاء لا يغلب ما سبق في المعلوم

“Andai doa tak kunjung dikabulkan, janganlah kau menangguhkan (mengendurkan) apa yg yg kau minta. Karena sesungguhnya di setiap hal ada waktunya, dan doa tak (dapat) menyelisihi apa yg telah ditentukan sebelumnya.” (Imam Abu Bakr al-Thurthusyi, al-Du’â al-Ma’tsûrât wa Âdâbuhu wa Mâ Yajibu ‘alâ al-Dâ’î Ittibâ’uhu wa Ijtinâbuhu, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2002, h. 20)

Artinya, setiap doa memiliki waktunya sendiri-sendiri. Kita hanya dapat meminta. Soal kapan dan bagaimana bentuk pengabulannya, kita harus berpasrah diri kepada Allah. Karena Dialah yg paling tahu apa yg terbaik buat kita. Yang perlu kita lakukan ialah melapangkan hati kita, menyerahkan segalanya, tak terburu-buru menuntut pengabulannya, tak berputus asa dari rahmat-Nya, dan tetap yakin Allah pasti mengabulkannya (husnudhan). 

Dalam kitab yg sama, Imam Abu Bakr al-Thurthusyi mengutip beberapa riwayat tentang pentingnya keyakinan penuh dalam berdoa, dan jangan terburu-buru menyimpulkan ketika doa tak kungjung dikabulkan. Riwayat yg pertama dikutip dari Imam Malik bin Anas dalam al-Muwaththâ. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لا يقل الداعي في دعائه: اللهم ارحمني إن شئت، ليعزم المسألة، فإنه لا مكره له

“Janganlah orang yg berdoa mengatakan dalam doanya: Ya Allah rahmatilah aku bila Engkau berkenan. Hendaklah ia memohon dgn penuh harap, sebab sesungguhnya tak ada yg dapat memaksa-Nya.” (Imam Abu Bakr al-Thurthusyi, al-Du’â al-Ma’tsûrât wa Âdâbuhu wa Mâ Yajibu ‘alâ al-Dâ’î Ittibâ’uhu wa Ijtinâbuhu, 2002, h. 20)

Imam Abu Bakr al-Thurthusyi menjelaskan riwayat di atas dgn mengatakan:

يعني أن الله تعالي لا يُكره علي الإعطاء، فإن شاء أعطي وإن شاء منع

“Yakni sesungguhnya Allah tak benci buat memberi. Jika Dia menghendaki, Dia memberi. Jika Dia menghendaki, Dia mencegah (tak memberi).” (Imam Abu Bakr al-Thurthusyi, al-Du’â al-Ma’tsûrât wa Âdâbuhu wa Mâ Yajibu ‘alâ al-Dâ’î Ittibâ’uhu wa Ijtinâbuhu, 2002, h. 20)

Inilah maksud tak ada yg dapat memaksa-Nya. Karena Allah berhak mengabulkan doa makhluk-Nya dgn cara-Nya sendiri.

Riwayat yg kedua dikutip dari Imam al-Bukhari dan Imam Abu Dawud, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يستجاب لأحدكم ما لم يعجل، فيقول: قد دعوت فلم يستجب لي

“Akan dikabulkan (doa) salah seorang di antara kalian selama ia tak tergesa-gesa (menuntut pengabulannya), sampai ia berkata: ‘Sungguh aku telah berdoa, namun belum juga dikabulkan buatku.” (Imam Abu Bakr al-Thurthusyi, al-Du’â al-Ma’tsûrât wa Âdâbuhu wa Mâ Yajibu ‘alâ al-Dâ’î Ittibâ’uhu wa Ijtinâbuhu, 2002, h. 20)

Hadits di atas menunjukkan pentingnya bersabar dalam berdoa. Sebab, dgn mengatakan, “aku telah berdoa, namun belum juga dikabulkan buatku”, secara tak langsung telah berprasangka buruk kepada Allah, dan menunjukkan ketak-yakinan bahwa doanya mau terkabul. Jadi, sikap yg harus ditunjukkan ialah bersabar, berprasangka baik kepada Allah dan berkeyakinan penuh Allah mau mengabulkannya.

Yang terpenting ialah, jangan sekali-kali kita menampakkan sikap tak percaya dan mengeluhkan Tuhan yg tak kunjung mengabulkan doa kita. Karena pengabulan doa memiliki banyak ragam. Bisa jadi ditunda; dapat jadi dipercepat; dapat jadi diganti dgn yg lebih baik sebagai anugerah, atau diganti yg lebih ringan sebagai ujian. Baygkan saja bila semua doa dikabulkan seketika, dunia mau terlihat berbeda. Karena semua orang menghasrati kemauannya sendiri-sendiri. Di samping kemauan juga bermacam-macam wajahnya. 

Contohnya, di satu sisi ada kemauan seorang perampok supaya selalu berhasil merampok; penjudi supaya selalu menang; koruptor supaya selalu selamat berkorupsi; pelacur supaya selalu laris dan kemauan-kemauan sejenis lainnya. Di sisi lain, ada kemauan seorang polisi supaya berhasil menangkap perampok; santri supaya orang-orang terdekatnya menjauhi perjudian; penegak hukum supaya koruptor habis, dan kemauan-kemauan sejenis lainnya. Artinya, ada silang kemauan yg satu sama lainnya saling berhadapan. 

Oleh sebab itu, semua doa, meski dijamin pengabulannya, tak dapat lepas dari ketetapan Allah. Di sinilah pentingnya bagaimana kita bersikap ketika “merasa” doa kita tak kunjung dikabulkan.

Di sisi lain, banyak manusia yg tak mampu mengenali terkabulnya doa. Mereka menganggap doanya tak pernah dikabulkan. Padahal, bila mereka melihat ke dalam diri dan sekitarnya, mereka mau menemukan begitu banyak wujud pengabulan doa, terutama anugerah yg mereka terima tanpa mereka pernah memintanya sama sekali. 

Itu artinya, kita kurang bersyukur atas semua anugerah yg kita terima, tapi kita selalu menuntut hal lain yg mungkin kita mau lalai mensyukurinya kembali ketika tuntutan itu terpenuhi. Jadi, sebelum mengeluhkan doa yg tak kunjung terkabul, kita harus memeriksa diri kita terlebih dahulu, apakah kita telah cukup bersabar dan bersyukur atas semua ujian dan anugerah yg Allah berikan, sehingga kita tak mau pernah meragukan Allah dan berkata: “Sesungguhnya aku telah berdoa, namun belum juga dikabulkan.” Wallahu a’lam bish shawwab

Muhammad Afiq Zahara, alumni PP. Darussa’adah, Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen. 






Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.