Dzikir Menuju Musyahadah Sosial

الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على امورالدنيا والدين. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله.  اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد…  فياعباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون, وقال الله تعالى فى القرأن العظيم فاذكرونى <>أذكركم

Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah
Marilah kita bersama-sama muhasabah, menghitung-hitung diri dan hati kita masing-masing, telahkan keduanya kita tata sedemikian rupa hingga menambah nilai ketakwaan kita kepada-Nya. Hati ini harus selalu kita jaga, jangan sampai rusak terkena penyakit dan terjalar mala. Karena penyakit hati susah nian diobati, namun demikian insyaalah mudah dihindari. Dan bila terasa diri ini banyak dosa segeralah minta ampunan kepada-Nya dgn memperbanyak zikir, supaya kita menjadi suci kembali. Karena Dia Allah ialah Tuhnan Maha Suci yg sangat menyukai kesucian. Maka hendaknya kita senantiasa dalam kondisi suci baik suci bathin maupun bathin.

 


Fa qad qalallahu fil qur’anil adhim…
 

 

فاذكرونى أذكركم

“ingatlah kepada-Ku niscaya Aku ingat kepadamu.”(QS. al-Baqarah ayat 152)

Jama’ah Jum’ah yg dimuliakan Allah..
Ayat di atas mengingatkan kita bahwa dalam setiap tarikan nafas dan kesadaran manusia seyogyanya selalu menempatkan Allah sebagai pelabuhan terakhir. Berarti manusia dapat mengingat Allah di mana saja dan kapan saja selama ia masih berada di atas bumi-Nya. Kita pun sering melihat bermacam-macam ekspresi manusia dalam mengingat Allah; menangis, berdiam diri, menyanyi, menari, dan berkata-kata.

Dalam konteks ini umat Islam tak pernah lepas dari tiga hal; “doa” (permintaan kepada Allah); “wirid” (bacaan tertentu buat mendapatkan ‘aliran’ dari Allah); dan “zikir”, yaitu segala gerak gerik dan aktivitas yg berobsesi taqarrub kepada Allah. Termasuk juga zikir ialah me lafadz kan kata-kata tertentu. Zikir sangat penting sebab ia merupakan langkah pertama tapakan cinta kepada Allah.

Zikir merupakan bentuk komitmen dan kontinuitas buat meninggalkan segala hal yg berbentuk kelupaan kepada Allah dan memasuki wilayah musyahadah (persaksian), mengalahkan rasa takut bersamaan dgn rasa kecintaan yg mendalam. Zikir dapat dimaknai juga dgn ‘berlindung kepada Allah.’ Atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa zikir itu mengingat Allah yg dapat dilakukan dgn diam-diam atau bersuara. 

Ma’asyiral muslimin, rahimakumullah
Zikir itu ada dua macam; pertama, zikr bi al-lisan, yaitu mengucapkan lafadz-lafadz (redaksi) yg dapat menggerakkan hati buat  mengingat Allah. Zikir dgn pola ini dapat dilakukan pada saat-saat tertentu dan tempat tertentu pula. Misalnya, berzikir di mesjid pada saat selepas salat. Kedua, zikr bi al-qalb, yaitu keterjagaan hati buat selalu mengingat Allah. Zikir ini dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Jadi tak ada pembatasan ruang dan waktu. Pelaku sufi lebih mengistimewakan zikr bi al-qalb sebab implikasinya yg hakiki. Meskipun demikian, zakir (seseorang yg berzikir) dapat mencapai kesempurnaan apabila ia mampu berzikir dgn lisan sekaligus dgn hatinya.  Meskipun secara global terdapat dua kutub zikir, namun dalam realitasnya terdapat tujuh jenis zikir, pertama, zikr bi al-lisan (pengucapan dan bersuara), zikr al-nafs (tanpa suara dan terdiri atas gerak dan rasa di dalam), zikr al-qalb (perenungan hati), zikr al-ruh (tembus cahaya dan sifat-sifat ilahiah), zikr al-sirr (penyingkapan rahasia ilahi), zikr al-khafy (penglihatan cahaya keindahan), dan zikr akhfa’ al-khafy (penglihatan realitas kebenaran Yang Mutlak).

Yang tak kalah pentingnya, para jama’ah jum’ah yg mulia, ialah bahwa zikir tak menuntut seseorang buat memahami konteks. Zikir hanya memerlukan arahan seorang guru. Maka zikir yg efektif ialah zikir yg diilhami dgn tepat oleh seorang guru ruhani dan selalu dalam pantauannya. Hal ini secara sederhana dan praksis dapat kita saksikan dalam ranah tradisi pesantren. Di kalangan santri, zikrullah biasanya diawali dgn zikr bi al-lisan, yaitu mengucapkan redaksi tertentu secara  khusyu’ (konsentrasi), istiqamah (kontinuitas) dan thuma’ninah (stabil). Mula-mula zikr bi al-lisan dilakukan sebagai bagian dari ritual keagamaan, misalnya mengucapkan lafadz “subhanallah al-adzim” sebanyak 21 kali, 40 kali, 150 kali,  300 kali bahkan lebih dari itu. Teori-teori zikir ini telah tentu mengacu kepada  ajaran sufi yg telah dipercaya otentisitasnya. Sehingga zikr bi al-lisan tak hanya sebatas ritual, tapi tahapan yg memfokus. Sehingga pada tahap tertentu secara otomatis mewujud dalam rutinitas hati dimana hati dgn sendirinya tergerak menuju ke alam musyahadah.

Pada tahap awal pengucapan zikir memang terasa sebatas lisan. Meskipun demikian hal ini bukanlah sesuatu yg buruk. Hanya saja seseorang perlu meningkatkan kualitas zikirnya hingga benar-benar mengantarkannya pada kondisi persaksian atas kesucian dan keagungan Allah. Kontinuitas zikir mampu membawa manusia pada satu tahapan dimana persaksian terhadap Allah memenuhi wilayah qalb (hati). Pada tahap ini zikir tak lagi berada di wilayah kesadaran namun juga masuk dalam wilayah ketaksadaran. Sehingga proses zikir pun berjalan di kala terjaga, tidur, pingsan, mati suri, bahkan sakaratul maut.
Sebagaimana di singgung di atas bahwa orientasi zikir ialah penataan qalb. Qalb memegang peranan penting dalam kehidupan manusia sebab baik buruk aktivitas manusia sangat bergantung kepada kondisi qalb.

Jama’ah jum’ah rohimakumullah
Konsepsi zikir di atas menunjukkan bahwa zikir merupakan pelatihan hati buat ber musyahadah kepada Allah.  Musyahadah berarti pengabaian manusia atas perilaku yg destruktif dan kemunculan obsesi buat menjadi pribadi yg sempurna. Musyahadah inilah makna hidup yg telah lama menghilang dari kehidupan manusia sehingga manusia terperangkap ke dalam berbagai krisis; krisis sosial, krisis struktural dan krisis etika. Hilangnya musyahadah dari diri manusia beriringan dgn orientasi hidup yg serba materi. Maka kehidupan manusia tak lagi berkualitas sebab pengabaiannya atas makna dan nilai. Kerja keras hanya diukur seberapa besar produk yg dihasilkan dan seberapa lama waktu yg telah dihabiskan. Padahal kerja keras juga mencakup nilai seberapa besar manfaat produk yg dihasilkan bagi kehidupan dan seberapa lama produk itu memberi manfaat bagi kemanusiaan.

Di sinilah peran zikir, yaitu memacu manusia buat bertindak berdasarkan pemanfaatan dan kemaslahatan. Ma’ruf al-Kharkhi, seorang sufi besar, mengatakan bahwa hidup yg hakiki ialah kepedulian terhadap hakikat dan berpaling dari kepalsuan.  Bila demikian, segala rupa tindakan lahiriah membutuhkan kejujuran, profesionalitas, dan berorientasi kemaslahatan secara luas. Dalam konteks ini kita dapat memerhatikan pribadi-pribadi sempurna, seperti; Umar bin Abdul Azis—yg layak disebut sufi—ialah seorang pemimpin negara (khalifah) berkualitas yg berhasil menjadikan kekuasaannya lebih bermakna bagi kehidupan; Jabir bin Hayyan, sufi sekaligus ilmuwan; Fariduddin al-Atthar, sufi dan juga konglomerat. Artinya, bahwa kesufian seseorang tak mau menghalangi aktivitas sehari-harinya sebagai manusia biasa yg butuh pada pemenuhan hidup dan perjuangan membangun cita-cita kemanusiaan.

Kenyataan ini bukanlah sesuatu yg ganjil sepanjang manusia mampu menjaga proporsionalitas antara ilmu, amal dan kebersihan hati (tazkiyah al-qalbi). Allah berfirman dalam Surah al-Hajj ayat 54,

وليعلم الذين اتوا العلم أنه الحق من ربك فيؤمنوا به فتخبت له قلوبهم وان الله لهاد الذين امنوا الى صراط مستقيم

 

”Agar orang-orang yg diberi ilmu meyakini bahwasannya al-Quran itulah yg haq dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanyadan sesungguhnya Allah ialah pemberi petunjuk bagi orang-orang yg beriman kepada jalan yg lurus”.

Demikianlah, ma’asyral muslimin…
Walhasil, bahwa zikir dapat membimbing seseorang buat beraktivitas dgn hatinya. Zikir mau mempersembahkan hati manusia sebagai tempat suci di mana alam semesta menjelma sebagai bukti-bukti kehadiran Allah, kapan saja dan di mana saja. Wallahu A’lam bi al-sawab.

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

   





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.