Felix: Penguasa Terganggu Dakwah Islam, Kalis: Dakwah Islam Baik-Baik Saja

– Dengar-dengar, belakangan ini Islam di Indonesia sedang menghadapi situasi sulit. Dakwahnya dicekal di mana-mana, begitu pula ulamanya, banyak yg dikriminalisasi. Wah, terdengar seram betul. Katanya, banyak yg tak senang Islam bangkit. Sehingga, pergerakan Islam mau terus dihalang-halangi oleh pihak yg tak suka dgn kejayaan Islam. Masa sih?

Seperti Cuitan Felix Siauw di Twitter yg dgn entengnya menuduh penguasa ketika ini dzalim, anti dakwah, terganggu dgn dakwah, anti Islam, bahkan menyamakannya dgn Abu Jahal, Abu Lahab, sampai Fir’aun dan Namrud. Subhanallah.

Cuitan tersebut kemudian ramai diperbincangkan oleh Netizen di Social Media, salah satu akun Facebook bernama Pebry S M menjawab Cuitan Felix tersebut seperti berikut:

Koh FELIX KEMBALI BERILUSI MENCARI-CARI KESALAHAN PEMERINTAH

Si Felix muallaf satu ini makin hari sombongnya makin kurang ajar aja. Seolah-olah yg berdakwah itu cuma dia dan UAS. Pengikut Rasul cuma kelompoknya. Yang paling Islam cuma kelompoknya. Merasa cara berdakwahnya paling benar.

Padahal ada ribuan bahkan jutaan ulama di negeri ini berdakwah tanpa halangan. Tak sedikit yg difasilitasi oleh pemerintah. Ada begitu banyak titik-titik pengajian tiap hari, lancar-lancar saja.

Pengajian dari NU, Muhammadiyah, Persis, Salafi, Jamaah Tabliq, dan masih banyak lagi lancar-lancar saja tak dihalang-halangi pemerintah.

Suara adzan masih terdengar 5 kali sehari di semua sudut negeri. Sekolah-sekolah Islam selain pondok pesantren ada dimana-mana.

Lalu dgn entengnya menuduh penguasa ketika ini dzalim, anti dakwah, terganggu dgn dakwah, anti Islam hanya berdasarkan ilusi pikirannya sendiri. Bahkan menyamakannya dgn Abu Jahal, Abu Lahab, sampai Fir’aun dan Namrud. Bedebah kali kau!

Apa Fir’aun yg mengaku sebagai Tuhan dan Namrud yg mengaku sebagai titisan Dewa anda samakan dgn Jokowi Presiden Muslim yg hanya pengusaha meubel yg bahkan anaknya saja hanya berjualan martabak?

Yang saya tahu Ibrahim as dihukum bakar hidup-hidup oleh Namrud dan Musa as bahkan sebelum lahir telah hendak dibinasakan Fir’aun hingga setiap bayi laki-laki Bani Israil dibunuh supaya Musa as tak tumbuh besar. Sementara anda telah diapakan oleh Jokowi?

Adakah bayi yg dibunuh atas perintah Penguasa RI, layaknya firaun yg membunuh bayi bayi?

Adakah ulama yg dibakar atas perintah Penguasa RI, layaknya Nabi Ibrahim yg dibakar Namrud?

Felix, apa Jokowi telah sejahat Fir’aun dan engkau telah sebaik Musa as?

Lix, bangun dan assembling ulang otakmu.

Sejak ormas HTI tempat dia dicuci otaknya dibubarkan, Felix tampaknya mengalami kejang-kejang. Tiada hari tanpa provokasi. Tanpa henti membangun opini bahwa rezim ketika ini anti Islam dan harus dilawan.

Untunglah Felix tak hidup di negerinya Mr. Erdogan atau Raja Salman, dimana Hizbut Tahrir bukan hanya dilarang, tapi orang-orangnya juga diciduk dan dijebloskan ke penjara.

Tapi jujur saya berharap besar pak Jokowi mau belajar kepada Erdogan yg lebih tegas dalam menyikapi kelompok radikal seperti HTI ini. Demi stabilitas republik Indonesia.

Baca Juga:  Prabowo Tak Percaya Quick Count, Lembaga Survey: Hargailah Ilmu Pengetahuan

Status itupun mengundang banyak komentar netizen baik yg Pro maupun yg kontra.

Kejadian itupun membuat Kalis Mardiasih menuliskan Opininya yg kami kutip dari News.Detik.com berikut ini:

“Padahal bila kita mau berpikir Sehat Rata-rata, satu kampung di Indonesia punya satu masjid jami’ dan satu mushala. Setiap hari, adzan bergema lantang dgn jamaah yg baik-baik saja. Muazin kampung yg sederhana dan marbot bergaji kecil yg legawa, ialah pendakwah Islam. Setiap malam Jumat, pengajian takmir masjid maupun pengajian ibu-ibu muslimat pun lancar jaya, lengkap dgn kopi dan piket jatah kudapannya. Bapak takmir yg mengatur jadwal imam dan khatib serta para ibu yg gemar menagih tabungan buat membesuk tetangga yg tertimpa musibah, ialah pendakwah.

Bulan kemarin, semarak maulid Nabi di berbagai daerah riang dgn pawai salawat Nabi, lomba baca kitab, dan tabligh akbar. Seniman yg merawat kebudayaan, penjaga situs sejarah Islam, santri yg menimba ilmu, dan kiai-kiai pengasuh pesantren lokal yg setia berkeliling antar kampung, ialah pendakwah.

Minggu lalu, saya membersamai kawan-kawan Program Pembibitan Penghafal Al Quran (PPPA) Darul Quran yg mau belajar menulis kreatif. Yayasan ini memberikan beasiswa kepada mahasantri penghafal Al Quran, yg juga belajar buat sensitif kepada masalah-masalah sosial kemanusiaan. Di dalam forum, mereka bercerita tentang program sedekah air di Cirebon yg kekeringan, mengajar mengaji dan keterampilan masyarakat miskin bantaran Kalicode, hingga cerita-cerita dari Papua dan Rohingya.

Program-program itu tentu tak dapat berjalan tanpa uluran materi para muzakki. Para muzakki ini dalam keseharian tak mengenakan seragam simbol keagamaan, tak bekerja di institusi keagamaan. Mereka ialah pegawai negeri, pengusaha berbagai sektor riil, penulis, juga para pelaku seni dan budaya. Para pekerja kemanusiaan dan para muzakki yg murah hati itu, juga ialah pendakwah.

Mereka memang tak kena lampu sorot televisi dan tak selalu ribut di media, tetapi mereka semua ialah pendakwah. Dan yg jelas, mereka semua semangat dan baik-baik saja. Dalam keseharian, mereka mengerjakan kiprah masing-masing. Islam menjadi nilai buat membangun kehidupan bersama yg bergerak maju, bukan kontraproduktif.

Jadi, dakwah Islam mana sih yg sebetulnya dihalang-halangi?

Jadi begini, sejak seabad lalu Indonesia ialah negeri yg diberkahi, salah satunya sebab pada alam yg elok di dataran Asia ini lahir dua sosok manusia cerdas, punya sensitivitas tinggi pada persoalan masyarakat, dan ahli strategi. Mereka ialah Kiai Hasyim Asy’ari dan Kiai Ahmad Dahlan. Guru mereka sama, namanya Kiai Saleh Darat, yg begitu masyhur pada awal abad ke-19. Teman-teman Kiai Saleh ialah intelektual Islam pengarang literatur fikih klasik seperti Kiai Nawawi Banten dan Kiai Cholil Bangkalan.

Baca Juga:  Alquran Masa Kini dan Penodaan Kitab Suci

Layaknya tradisi pesantren di tanah Jawa, murid-murid itu lantas disebar. Kiai Hasyim kebetulan dapat bagian wilayah Jawa Timur, dgn target masyarakat miskin yg sangat kental dgn tradisi seremonial. Sedangkan, Kiai Ahmad Dahlan mengurusi tlatah Yogyakarta yg ningrat dgn kultur masyarakat priyayi. Pada masa kolonial, mereka juga berjejaring dgn banyak tokoh lain, seperti Kiai Mahfudz Termas, Kiai Idris Jamsaren, Kiai Sya’ban Semarang, Kiai Dalhar Watucongol, dan banyak lagi.

Semua sosok tersebut mendirikan pesantren di daerah masing-masing. Zaman dulu, pesantren dapat dibilang satu-satunya institusi pendidikan dgn unsur cinta tanah air yg kental. Layaknya sebuah subkultur, pesantren membentuk tradisi keilmuan, memproduksi literatur Islam yg otoritatif, membangkitkan geliat ekonomi dan sosial di sekitarnya. Alumni pesantren ini tentu tak hanya hobi reuni, tapi menjadi pendidik, peneliti, pengeksekusi kebijakan, dan memimpin berbagai lini strategis di masyarakat.

Pada 31 Januari 1926, Kiai Hasyim mendirikan Nahdlatul Ulama (NU). NU lahir buat merespons gerakan wahabisme yg sedang tumbuh di Arab Saudi pada abad ke-18. Gerakan yg muncul dari Najd, Saudi itu memiliki semangat buat mereformasi ajaran Islam kepada Islam yg semurni-murninya. Tetapi, sebab semangat yg kebablasan, mereka melanggengkan cara-cara kekerasan buat menghancurkan situs dan jejak peradaban Islam, dan tak jarang memprovokasi peperangan sebab sifatnya yg memonopoli tafsir ketauhidan.

Oleh sebab itulah, hingga kini NU setia kepada platform Islam Nusantara. Pandangan ini percaya kepada interaksi, kontekstualisasi dan nilai-nilai kearifan lokal yg tumbuh secara organik di masyarakat. Istilahnya, al muhafazah alal qadim ash shalih wal akhdzu bil jadid al ashlah (menjaga dan mempertahankan yg lama yg baik, dan mengambil sesuatu yg baru yg lebih baik).

Lebih awal, pada 18 November 1912, Kiai Ahmad Dahlan telah pula mengembangkan Muhammadiyah yg hingga kini kental sebagai pergerakan sosiorelijius. Kita tak dapat membaygkan Indonesia tanpa dakwah Muhammadiyah yg telah membangun institusi pendidikan moderen di seantero negeri, rumah sakit, dan lembaga amal.

Data Kementrian Agama mencatat jumlah santri pondok pesantren di 33 provinsi di Indonesia mencapai 3,65 juta orang yg tersebar di 25.000 pondok pesantren. Baik NU maupun Muhammadiyah kini menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia dgn anggota resmi lebih dari 94 juta orang di masing-masing organisasi. Dua organisasi ini, bersama pemerintah Indonesia sejak dulu bahu membahu mendidik generasi. Artinya, 85 persen lebih orang Islam di Indonesia terhimpun di kedua organisasi tua yg dakwahnya maju dan baik-baik saja itu.

Baca Juga:  Presiden Jokowi Buka Opsi Larang Eksistensi FPI di Indonesia

O ya, yg dilakukan kedua organisasi ini ialah mengatasi problem-problem umat yg serius seperti kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, heran juga kalau persoalan jilbab selalu jadi senjata kampanye bahkan alat buat menyerang golongan lain. Padahal, ahli-ahli turats di lintasan sejarah negeri ini telah mereproduksi ratusan khazanah yg melampaui satu hal itu buat membangun peradaban yg indah di Nusantara berabad lamanya.

Pedagang pasar, petani, dan pegawai mungkin dianggap tak berjilbab syar’i, tapi mereka menanam padimu, mendistribusikan ke toko hingga sampai pada dapur lalu perutmu. Tenang saja, ibu dan bapak pejuang ini tetap datang ke masjid dgn suci ketika berjamaah, dan bertetangga dgn guyub rukun kok.

Memang sih, saya sering menemukan konten-konten website dan isi ceramah yg mengaku islami tapi mempromosikan kebencian bahkan memanas-manasi umat buat bikin ribut atau peperangan. Mereka suka membodohi umat buat benci pada golongan lain atau bangsa asing. Padahal, ini tahun 2017. Kita ialah masyarakat global yg terjalin satu sama lain yg saling bekerja sama. Negara-negara yg masih terjajah seperti Palestina dan Yaman ialah tanggung jawab kemanusiaan, tak memandang apapun agamanya. Toh, banyak pula peperangan justru berkobar di negeri kelahiran para Nabi. Seperti orang baik ada di mana-mana, orang jahat pun ada di mana-mana.

Hati saya tenang sebab melihat jumlah fenomenal masyarakat yg memilih tenang dan perdamaian ternyata jauh lebih banyak, bahkan tak sebanding dgn segelintir yg memandang Islam lewat cara pandang teraniaya dan dikalahkan.

Dakwah Islam baik-baik saja, kok. Jadi, siapa sih yg sebetulnya terganggu dan suka mengganggu?”

Mari kita ambil Hikmah dibalik Fenomena baru ini.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.