Fiqih Bencana: Restrukturisasi Utang Nasabah

Saat bencana melanda, tak hanya harta benda yg ada ada di hadapan mata yg mengalami kerusakan. Namun, juga banyak harta lain yg turut ludes musnah sebabnya. Hal ini mengundang persoalan hukum lain khususnya terkait dgn dana nasabah perbankan yg berada di wilayah bencana. 

Baru-baru ini, Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyampaikan adanya perlakuan khusus terhadap kredit dan pembiayaan syariah perbankan. Menurut OJK, perlakuan khusus ini diperbuatkan guna membantu pemulihan ekonomi debitur nasabah perbankan syariah serta kondisi perekonomian wilayah terdampak bencana.

Perlu diketahui bahwa perlakuan khusus nasabah perbankan ini didasarkan pada POJK 45/POJK.03/2017 tentang Perlakukan Khusus terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank bagi Daerah Tertentu di Indonesia yg Terkena Bencana Alam. Menurut siaran pers salah satu anggota Dewan Komisioner OJK, Zulmi, Ada empat perlakuan OJK dan berlaku selama tiga tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan. 

Pertama, penilaian kualitas kredit. Penetapan Kualitas Kredit dgn plafon maksimal Rp 5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar pokok dan/atau bunga. Sementara itu bagi kredit dgn plafon di atas Rp 5 miliar, penetapan Kualitas Kredit tetap mengacu pada PBI No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. penetapan Kualitas Kredit bagi BPR didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga

Kedua, kualitas kredit yg direstrukturisasi. Kualitas Kredit bagi Bank Umum maupun BPR yg direstrukturisasi akibat bencana alam ditetapkan Lancar sejak restrukturisasi sampai dgn jangka waktu Keputusan Dewan Komisioner.

Ketiga, pemberian kredit baru kepada debitur yg terkena dampak. Adapun kualitas kredit baru tersebut dilakukan secara terpisah menimbang kualitas kredit lama yg telah ada. 

Keempat, pemberlakuan buat bank syariah. Perlakuan khusus terhadap daerah yg terkena bencana alam berlaku juga bagi penyediaan dana berdasarkan prinsip syariah yg mencakup pembiayaan (mudharabah dan musyarakah), piutang (murabahah, salam, istishna), sewa (ijarah), pinjaman (qardh), dan penyediaan dana lain. 

Baca juga:
• Fiqih Solusi Kredit Macet Nasabah akibat Bencana (I)
• Fiqih Solusi Kredit Macet Nasabah akibat Bencana (II)
• Fiqih Wajib Hilangnya Relasi Kemitraan Kreditur-Debitur akibat Bencana

Jika menimbang empat kebijakan ini sejatinya ada beberapa poin penting yg membutuhkan analisa penanganan dan perhatian dgn cermat, antara lain: 

Pertama, terkait dgn restrukturisasi pembiayaan. Sejatinya restrukturisasi dana nasabah tak harus menunggu bencana. Model pembiayaan perbankan syariah, bagi nasabah yg mengalami kemacetan dalam kredit dgn akad musyarakah atau ijarah, umumnya mengambil solusi penjadwalan ulang bagi pembiayaan yg telah diberikan. Restrukturisasi dilakukan dgn tetap tak menghapuskan pokok utang yg diberikan. Restrukturisasi hanya bersifat menghilangkan cicilan yg harus dilakukan oleh nasabah, tanpa memandang kondisi nasabah. Repotnya ialah apabila sang penanggung utang telah wafat, sementara ia meninggalkan anak istri yg tak tahu menahu soal utang tersebut. Ketika hendak melakukan pemulihan kondisi ekonominya dari awal, ternyata ia masih menerima warisan utang lama dari almarhum suami penanggung pembiayaan musyarakah. 

Kedua, bila akad pembiayaan yg dipungut dgn jalur mudlarabah dan musyarakah tetap memaksa diberlakukannya restrukturisasi, maka secara tak langsung sifat kesyariahan perbankan syariah menjadi dipertanyakan. Karena di dalam kedua akad ini tersimpan makna untung rugi dibagi secara bersama-sama. Antara pihak perbankan dan pihak pelaku usaha sama-sama memiliki andil dalam permodalan dan turut menanggung segala resiko usaha. 

Ketiga, terkait dgn dana nasabah yg wafat akibat bencana. Dalam kondisi normal, nasabah yg meninggal, harta warisnya dapat diurus oleh ahli warisnya dgn ketentuan menyerahkan beberapa dokumen/identitas ahli waris meliputi buku tabungan, bilyet deposito asli nasabah, fotocopy surat kematian dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), surat keterangan selaku ahli waris yg disahkan oleh camat atau lurah, KTP nasabah yg meninggal dunia, Kartu Keluarga, KTP seluruh ahli waris yg ditinggalkan, mengisi surat pernyataan ahli waris yg diketahui oleh Camat atau Lurah, Surat Kuasa Pencairan Dana. Dalam kondisi bencana, jangankan fotocopy identitas, buat selembar dokumen pun kadang sulit ditemukan oleh para ahli waris. Jangankan dokumen nasabah yg telah meninggal, dokumennya sendiri pun kadang telah tak terurus. Ini setaknya juga menjadi pokok persoalan dalam fiqih. Selanjutnya, dana dan simpanan nasabah ini hendak dikemanakan oleh perbankan? 

Keempat, persoalan pembiayaan lewat jual beli murabahah perbankan. Apakah juga mau turut disertakan dalam proses restrukturisasi? Jual beli murabahah dgn jalur jual beli kredit atau jual beli tempo sejatinya tak menyimpan unsur kerugian ditanggung bersama antara nasabah dan perbankan. Jual beli murabahah merupakan mutlak tanggungan nasabah. Namun, menimbang konstituen produk pembiayaan ini umumnya berjumlah paling besar di dunia perbankan dan sekaligus masyarakat kecil penggunanya, apakah dibenarkan apabila perlu restrukturisasi pembiayaan? Dan atas dasar apa? 

Keempat persoalan terakhir merupakan bagian dari kasus kasuistik efek bencana terhadap lembaga keuangan syariah. Keempat-empatnya memerlukan solusi bersama dgn menimbang segi tata aturan syariah dan menimbang kondisi bencana. Tidak hanya nasabah yg menjadi korban yg mengalami resiko kehilangan harta benda dan nyawa, mau tetapi aset perbankan yg berada di wilayah / lokasi bencana juga turut musnah dan hilang. Komprehensifitas tindakan dan penanganan nasabah mutlak menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah. Dalam kesempatan mendatang, insyaallah penulis mau menyabilan bahasan terkait dgn hal ini. Wallahu a’lam bish shawab.

Muhammad Syamsudin, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jatim





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.