Fiqih Strategi Menang dalam Perang Harga di Pasaran

Di negara kita tercinta Indonesia ini, harga masih merupakan hal yg sensitif bagi konsumen. Seorang pedagang dalam harus pandai-pandai membaca peluang pasar dan trend kelas konsumen yg disasarnya. Di depan, belakang dan kanan-kiri pedagang ada banyak kompetitor yg siap bersaing dgnnya. Pedagang yg baik tentu mau bermain dgn cara yg baik. Seorang pedagang muslim, tentu mau tetap memperhatikan hal yg boleh dan pantang dilarang dalam syariat. 

Ada lima faktor penentu kemenangan buat bersaing di pasaran. Kelima faktor itu ialah harga, servis/layanan, tampilan, kualitas dan sasaran konsumen. Anda jual produk apapun, kualitasnya bagus, layanannya bagus, tapi tampilannya jelek, produk anda biasanya mau ditawar dgn harga murah oleh konsumen. 

Anda menjual mesin diesel, bertempat di pasar loak lalu digelar sembari leyeh-leyeh di atas tikar. Meskipun produk yg anda jual ialah baru, dapat jadi mau ditawar dgn harga barang bekas disebabkan tampilan dan lokasi yg anda sabilan dipandang sebagai salah tempat. Kelima faktor saling berkaitan, jalin menjalin dan saling dukung satu sama lain membentuk harga. 

Namun, sebenarnya yg paling pokok dari kelima faktor di atas, ada tiga faktor yg paling utama, yaitu: “Kualitas, Servis/Layanan, Harga”, kita singkat KSH. 

Faktor Keberatan Konsumen soal Harga

Ada beberapa alasan konsumen mau menimbang-nimbang buat membeli produk seorang pedagang. 

Pertama, sebab layanan yg terlalu mahal. Baygkan bila konsumen menemukan produk yg sama dgn yg anda jual, namun dgn layanan yg mudah dan ramah, maka anda mau bermasalah di sini. 

Kedua, sebab ketakmampuan calon pembeli atau calon pembeli potensial sama sekali tak mau melihat produk anda. Barangnya telah bagus, kualitasnya bagus, tapi calon konsumen terdiri dari masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Berarti anda juga perlu menerapkan strategi penjualan. 

Ingat rumus KSH di atas! Jika kondisi pertama dan kedua yg terjadi, maka itu berarti seorang pedagang dituntut buat lihai dalam memegang kendali harga. Jika harga jual produk anda sama dgn produk kompetitor, maka pedagang/pebisnis perlu memberi sentuhan terhadap harga produknya. 

Pebisnis dapat memakai strategi jual beli kredit (bai’ taqshith), garansi (dhamân), jual beli tempo (bai’ bi al-tsamani al-âjil), discont (bai’ muwâdla’ah), atau strategi banting harga (obral) dgn jalan bai’ tauliyah dari harga jual anda sebelumnya. Misalkan, anda sebelumnya menjual dgn harga pokok 100 ribu, dan harga beli konsumen 120 ribu. Dari 100 ribu, anda mendapatkan harga konsinyasi dari pabrik sebesar 20%, sehingga dari 100 ribu, anda mendapat keuntungan 20 ribu dari harga pokok 100 ribu. 

Ketiga, layanan yg anda berikan telah bagus, kualitas harganya telah bagus, layanannya disiapkan bagus, tapi lokasinya berada di dalam dan sulit di akses. Atau dalam kondisi lain, seperti kualitas barang bagus, layanan disiapkan secara profesional, tapi nggak punya tempat parkir. Berarti anda perlu memainkan taktik penjuaan mendatangi konsumen dan melakukan upaya memberi penawaran / iklan, sehingga pembeli rela datang sendiri ke tempat anda.

Strategi Mengatasi Keberatan Konsumen soal Harga

Ingat kembali bahwa motif usaha seorang pebisnis muslim ialah dituntut mampu mengendalikan harga dgn jalan yg dibenarkan secara syariat. Ia dilarang melakukan jual beli najasy (penawaran palsu dan provokasi harga), jual beli menutup barang yg cacat, berlaku curang dan lain sebagainya. Tapi anda tak dilarang buat membuat rekayasa sentuhan terhadap harga itu sendiri, misalnya: memperingan cara pelunasan, memberikan layanan purna jual yg baik, memberikan diskon dan bila ada barang yg lama terpendam di gudang, anda tentu khawatir barang itu rusak sebab lamanya penyimpanan. Anda perlu melakukan strategi.

Pertama, strategi yg harus dibangun ialah berpusat pada harga. Seorang pebisnis muslim boleh membandingkan harga produknya dgn harga kompetitor. Perhatikan letak nilai bedanya di mana? Bisa jadi produk yg dijual ialah 10% lebih mahal dibanding dgn kompetitor. Namun, dgn strategi menunjukkan nilai manfaat dan keunggulan produknya di hadapan konsumen, dapat jadi ia telah meningkatkan 30% nilai tawar yg berbeda. Sebagai ilustrasi, mengapa pabrikan sepeda motor Yamaha dan Honda dapat terus menerus laku keras di Indonesia? Bisa jadi, masing-masing pabrikan itu salah satunya lebih dikenal dan familiar keunggulan dan kemanfaatannya dibanding produk rekanan kompetitornya. Akhirnya, dua-duanya tetap laku keras. 

Kedua, seorang pengusaha muslim harus berorientasi bahwa seorang konsumen pada dasarnya ialah seorang pengiklan yg tak dibayar. Layanan dan harga yg diberikan oleh seorang pebisnis, mau senantiasa terbuhul dalam hati konsumen. Apalagi bila layanan tersebut disertai dgn kualitas yg bagus. 

Ketiga, berikan sentuhan terhadap harga. Individu pebisnis muslim, harus memahami cara memberikan angsuran yg lebih ringan kepada konsumennya, lebih murah, lebih ramah, dan purna jual yg baik dgn konsumen. 

Keempat, rata-rata seorang pembeli produk, pada dasarnya hanya mau menuruti egosentris dan trend zaman. Sebenarnya di sini ialah peluang seorang pebisnis buat membaca pasar. Misalnya, bila produk X memiliki harga 50 juta dgn masa pakai 5 tahun, dan produk Y memiliki harga 55 juta dgn masa pakai 6 tahun, maka itu berarti telah terjadi penghematan sebesar 5 juta pada produknya Y. Pebisnis dapat menunjukkan kepada konsumen bahwa 5 juta ini ialah peluang investasi. 

Sebagai catatan terakhir, ialah bahwa konsep pebisnis muslim dalam usaha ialah  ia hendaknya memiliki sikap win-win-solution. Sikap win-win-solution (solusi sama-sama menang) diambil dgn jalan tak menjelek-jelekkan kompetitor, sebab ini ialah sikap tercela dan dilarang dalam agama. Sikap sama-sama menang dalam kompetisi pasar ialah harus berpondasi pada rumus dasar, bahwa “Setiap kenaikan harga atau penurunannya, harus memiliki nilai imbalan kepada pebisnis.” Jiwa seorang pebisnis ialah jangan membaygkan keuntungan semata, ia harus pandai membaca dan mengelola peluang yg ada di sekitarnya. Jangan lupa, seorang pebisnis juga wajib memiliki jiwa sosial. Jangan pernah mengira bahwa jiwa sosial ini tak memiliki imbas terhadap bisnisnya! Jiwa sosial dapat jadi ajang promosi tanpa harus memasang iklan, sebab setiap peserta kelas sosial ialah seorang “iklanners”. Wallahu a’lam bish shawab.

Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jatim





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.