Hukum Adzan Tanpa Wudhu

Beberapa waktu yg lalu, seorang pemuda di tempat saya tinggal mau mengumandangkan adzan. Namun beberapa orang yg ada di sana melarangnya, pasalnya ia belum berwudhu. 

 

Mereka melihat pemuda itu baru datang dari luar, mukanya pun belum basah, sehingga orang-orang mengira bahwa pemuda itu belum wudhu. Mereka menyuruh pemuda itu buat berwudhu terlebih dahulu sebelum mengumandangkan adzan. 

 

Benarkah demikian? Bolehkah mengumandangkan adzan tanpa berwudhu?

 

Dalam sebuah hadits memang disebutkan bahwa tak diperbolehkan mengumandangkan adzan tanpa berwudhu.

 

 وعن الزهري عن أبى هريرة عن النبي صلي الله عليه وسلم قال ” لا يؤذن الا متوضئ ” رواه الترمذي 

 

Artinya, “Dari Zuhri, radliyallahu ‘anh, dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anh., dari Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “tak adzan seorang muadzin kecuali ia dalam keadaan telah berwudhu.” (HR. Tirmidzi)

 

Namun hadits ini tak dapat dijadikan hujjah sebab hadits ini bermasalah. Menurut Imam an-Nawawi, Zuhri tak pernah bertemu Abu Hurairah, sehingga hadits zuhri tersebut munqati’ atau terputus sanadnya.

 

والاصح أنه عن الزهري عن ابي هريرة موقوف عليه وهو منقطع فان الزهري لم يدرك أبا هريرة

 

Artinya, “kaul yg paling sahih ialah bahwa Zuhri dari Abu Hurairah itu terputus. Karena sebenarnya Zuhri tak pernah bertemu dgn Abu Hurairah.”  (Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ alâ Syarḥ al-Muhaddzab, [Beirut: Dar al-Fikr, t.t], j. 3, h. 105)

 

Oleh sebab itu, hadits ini tak dapat dijadikan dalil ketakabsahan melaksanakan adzan tanpa berwudhu.

 

Ada hadits lain yg lebih tepat buat dijadikan landasan atas hal ini, yaitu hadits yg diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Dawud, an-Nasai dan beberapa mukharrij yg lain dari sahabat Muhajir bin Qanfadz sebagai berikut:

 

عن المهاجر بن قنفذ رضي الله قال ” أتيت النبي صلى الله عليه وسلم وهو ييول فسلمت عليه فلم يرد علي حتى توضأ ثم اعتذر إلي فقال إني كرهت أن أذكر الله إلا على طهر أو قال على طهارة ” حديث صحيح

 

Artinya: “Dari Muhajir bin Qanfadz RA berkata: “Aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan ia sedang menunaikan hajat kecil di toilet, kemudian aku mengucapkan salam kepadanya, namun ia tak menjawabnya hingga ia selesai berwudhu. Rasul kemudian memohon maaf dan mengemukakan alasan mengapa tak menjawab salam al-Muhajir. Kemudian Rasul berkata, “Aku tak suka menyebut asma Allah subhanahu wata’ala kecuali dalam keadaan suci (ala tuhrin),” atau ia berkata “ala thaharatin”. Hadits tersebut sahih.” (Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ alâ Syarḥ al-Muhaddzab, [Beirut: Dar al-Fikr, t.t], j. 3, h. 105)

 

Karena dalam adzan kita menyebut asma Allah subhanahu wata’ala, maka mengumandangkan adzan dalam keadaan berhadats (tanpa berwudhu) diqiyaskan dgn kejadian Rasul yg tak mau mengucapkan salam sebelum beliau dalam keadaan suci, sebab saat itu beliau baru saja selesai dari kamar mandi.

 

Hal inilah yg menjadi landasan para ulama syafiiyah bahwa mengumandangkan adzan tanpa wudhu tetap sah, namun makruh. Sah dalam hal ini ialah tak perlu mengumandangkan adzan lagi.

 

Para ulama Syafiiyah yg mengikuti pendapat ini ialah al-Hasan al-Bashri, Qatadah, Hammad bin Abi Sulaiman, Abu Hanifah, al-Tsauri, Ahmad, Abu Tsaur, Dawud, dan Ibn al-Mundzir.

 

Sedangkan para Imam yg menolak pendapat ini dan lebih memilih pendapat yg menyebutkan bahwa azannya orang yg tak berdhu tak sah ialah Atha’, Mujahid, al-Auzai, dan Ishaq. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa azannya sah tapi ketika iqamah ia harus telah dalam keadaan berwudhu (suci dari hadats) (Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ alâ Syarḥ al-Muhaddzab, [Beirut: Dar al-Fikr, t.t], j. 3, h. 105.)

 

Wallahu A’lam.

 

(Ustadz Muhammad Alvin Nur Choironi)

 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.