Kaidah ‘Pemisahan Halal-Haram’ dalam PDB Syariah

Pertumbuhan dan perkembangan yg pesat ekonomi syariah di level global dibuktikan dgn pengakuan dunia. Ekonomi syariah terus tumbuh stabil, dgn lebih dari 1,8 miliar penduduk Muslim seluruh dunia, dan konsumsi penduduk Muslim mencapai US$ 2,1 triliun di tahun 2017. Sementara itu, buat aset total sektor keuangan syariah mencapai US$ 2.4 triliun di tahun yg sama. Hal ini merupakan potensi ekonomi syariah yg sangat besar dan mau terus berkembang di masa depan (State of the Global Islamic Economy Report 2018/19).

Menapaki masa selama hampir dua dekade terakhir ini, ekonomi syariah di Tanah Air juga terus bertumbuh dan maju seiring dgn kesadaran pola hidup halal dan berkah (halal life style). Indonesia ialah suatu negara dgn potensi demografi Muslim terbesar di dunia. Tak mengherankan hal ini menjadi harapan nyata buat Nawacita Indonesia sebagai pusara ekonomi syariah Dunia. Survey LSI menyebutkan 90,1 juta jiwa warganya yg Nahdliyyin tentu diharapkan juga sebagai oase kesejukan nilai Islam yg rahmah bagi semesta.

Berkembangnya ekonomi syariah tentu mau berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Indikator ekonomi merupakan sarana penting dan mempunyai beberapa kegunaan di antaranya buat mengevaluasi keadaan ekonomi suatu negara, mendukung pembuatan keputusan ekonomi, dan dapat menjadi alat prediksi kinerja ekonomi di masa depan. Salah satu indikator ekonomi suatu negara ialah Produk Domestik Bruto (PDB).

Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu indikator penting buat mengetahui perkembangan perekonomian di suatu negara dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB menurut harga berlaku digunakan buat mengetahui pergeseran, dan struktur ekonomi suatu negara. Sementara itu, PDB konstan digunakan buat mengetahui kemampuan sumber daya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yg tak dipengaruhi oleh faktor harga. PDB juga dapat digunakan buat mengetahui perubahan harga (Bank Indonesia 2016).

Perkembangan ekonomi syariah yg pesat perlu diakomodasi dari sisi penghitungan PDB, sebab sejatinya ada beberapa perbedaan dalam aktivitas ekonomi syariah dgn ekonomi konvensional. Aktivitas ekonomi syariah tak menggunakan zat atau sesuatu yg haram seperti alkohol dan babi dgn segala jenis turunannya, serta transaksinya harus terhindar dari unsur maysir (perjudian), gharar (ketakpastian), dan riba (bunga, interest). Penghitungan PDB Syariah menjadi penting dilakukan buat dapat melihat kinerja, evaluasi, dan potensi ekonomi syariah secara nasional, baik di masa sekarang maupun di masa depan, yg pada akhirnya menciptakan gambaran yg jelas bahwa ekonomi syariah-keummatan dapat turut membantu dan menopang perekonomian nasional.

Islamic jurisprudence sebagai dasar fatwa yg merupakan manifestasi ijtihad para ulama dalam menjawab beragam permasalahan keumatan. Tentu pada era kekinian fatwa ulama diputuskan dgn melakukan terobosan hukum ataupun inovasi. Hal itu dilandasi bahwa hukum pokok dalam fiqih muamalah ialah boleh/ibahah sampai terdapat dalil yg  mengharamkannya (al-ashl  fi al-asyya’ al-ibahah hatta yadull al-dalil ‘ala al-tahrim). Sehingga membuka lebar pintu buat melakukan ijtihad dan inovasi-inovasi dalam perumusan hukum Islam terkait ekonomi syariah. Di antara inovasi yg diterapkan ialah digunakannya teori tafriq al-halal ‘an al-haram dan i’adatu an-nadhar di beberapa fatwa ulama Nusantara (KH Ma‘ruf  Amin, Era Baru Ekonomi Islam Indonesia: dari Fiqih ke Praktik Ekonomi Islam, Jakarta: eLSAS 2011, 51-56)

Kesungguhan dalam rangka menjelaskan mengenai hukum atas percampuran antara yg halal dan yg haram, ulama mengungkapkan kaidah “Apabila bercampur antara yg halal dan yg haram, maka percampuran tersebut dihukumi haram” (idza ijtama’ al-halal wa al-haram ghuliba al-haram). Dalam beberapa kitab fiqih kaidah ini digunakan buat menjelaskan hukum benda yg bercampur antara yg halal dgn yg haram, atau antara benda najis dgn benda suci. Kaidah ini dinilai tepat diaplikasikan terhadap benda yg cair dan larut sehingga tak dapat dibedakan. Oleh sebab itu, kaidah ini hanya berlaku pada kasus percampuran benda halal dgn benda lain yg haram atau percampuran benda yg suci dgn benda lain yg najis, hal mana benda-benda tersebut termasuk benda cair, sehingga memungkinkan terjadi percampuran yg bersifat larut. 

Sedangkan apabila pemisahan antara yg halal dari yg haram dapat dilakukan, misalnya dalam kasus percampuran antara harta yg halal dan yg tak halal, maka kaidah (idza ijtama’ al-halal wa al-haram ghuliba al-haram) ini tak dapat diterapkan, dan yg lebih tepat ialah menggunakan kaidah pemisahan yg halal dari yg haram (tafriq baina al-halal ‘ani al-haram).

Teori pemisahan ini  dapat dirumuskan bahwa harta atau uang dalam perspektif fiqih bukanlah benda haram sebab zatnya (‘ainiyah) tapi haram sebab cara memperolehnya yg tak sesuai syariah (lighairih). Oleh sebab itu, apabila dalam harta seseorang yg merupakan hasil usaha yg halal tercampur dgn harta yg merupakan hasil usaha yg tak halal, maka dapat dilakukan dua cara berikut: 

Pertama, dalam hal harta tersebut merupakan harta yg dapat dipilah-pilah (misalnya: dipisahkan dan dibedakan mana yg halal dan mana yg haram), maka harta yg haram harus dikeluarkan (dipisahkan), sehingga yg tersisa tinggal harta yg halal.

Kedua, apabila harta yg bercampur tersebut merupakan harta yg tak dapat dipilah-pilah (misalnya uang), maka harus dilakukan penghitungan secara cermat, lalu kadar bagian yg haram harus dipisahkan dan sisanya ialah harta yg halal baginya. Bagian harta yg haram tersebut –artinya diperoleh dgn cara yg tak dibenarkan oleh hukum Islam– wajib dikembalikan kepada pemiliknya yg sah; bila si pemilik tak diketahui, maka harta tersebut disedekahkan atas nama pemilik.

Dasar kaidah ini dapat dirujuk dari keterangan para ulama. Ibnu Shalah menyatakan sebagaimana dinukil oleh as-Suyuthi dalam kitab al-Asbah wa al-Nadzair:

 لو اختلط دراهم حلال بدراهم حرام  و لم تتميز فطريقه ان يعزل قدر الحرام ويتصرف الباقي، والذى عزله ان علم صاحبه سلمه إليه وإلا تصدق به عنه

“Jika uang yg halal tercampur dgn uang yg haram dan tak dapat dibedakan, maka jalan keluarnya ialah memisahkan bagian yg haram serta menggunakan sisanya. Sedangkan bagian haram yg dikeluarkan, bila ia tahu pemiliknya maka ia harus menyerahkannya atau bila tak maka harus disedekahkan.”

Senada dgn hal tersebut terdapat suatu pendapat ulama yg menyatakan:

من اختلط بماله الحلال والحرام أخرج قدر الحرام والباقى حلال له

“Jika seorang hartanya tercampur antara unsur yg halal dan yg haram maka unsur haram harus dikeluarkan nominalnya, dan sisanya halal baginya.”

Teori tafriq al-halal ‘an al-haram digunakan di fatwa ulama Nusantara dgn pertimbangan bahwa  dalam konteks Indonesia kegiatan ekonomi buat mendukung PDB Syariah belum dapat dilepaskan sepenuhnya dari sistem ekonomi konvensional yg ribawi. Setaknya institusi ekonomi Syariah berhubungan dgn institusi ekonomi konvensional yg ribawi dari aspek permodalan, pengembangan produk, maupun keuntungan yg diperoleh dari proses-proses transaksi tersebut.

Teori  tafriq al-halal min al-haram merupakan pengecualian dari kaidah umum yg diketahui masyarakat, yaitu idza ijtama‘a al-halal wa al-haram ghuliba al-haram. Pengecualian ini penting dikembangkan terutama dalam hal percampuran harta yg halal dgn harta yg haram bukan sebab substansinya (lidzatihi), tetapi haram sebab prosesnya (lighairihi).

Sebelum melakukan penghitungan PDB Syariah perlu dilakukan berbagai persiapan dan perencanaan dalam perumusan PDB Syariah, antara lain: Penentuan definisi halal suatu komoditas barang/jasa baik yg digunakan sebagai input, barang antara, maupun output; penyusunan daftar komoditas yg telah jelas ketak-haramannya dan mengeluarkan komoditas yg tak sesuai prinsip syariah dari penghitungan; lalu melakukan simulasi penghitungan PDB Syariah hingga didapatkan formula dan input penghitungan yg tepat, sesuai, dan komprehensif.

Semoga membawa manfaat serta menuai berkah, menapaki ikhtiar dalam Nawacita ekonomi keummatan.

Sugeng Priyono, Dosen dan sekprodi Perbankan syariah UNUSIA Jakarta





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.