Berbicara lagu atau musik, maka hal ini tak terlepas dari penyebaran Islam di Nusantara. Islam masuk ke Nusantara melalui tassawuf. Geneologi keilmuan ini tak dapat terbantahkan bahwa dgn model tassawuf, Islam dapat diterima di Nusantara. Bukti-bukti kitab klasik karya ulama Nusantara seringkali berwujud syair, atau dalam bahasa sekarang dapat disebut lirik, yg bila dipadupadankan dgn instumen musik maka mau melahirkan apa yg disebut dgn lagu.
Sejarah musik Islam tak dapat terlepas dgn filsuf-komponis yg sangat masyur, Al Farabi. Beliau merupakan filsuf besar pengarang Kitabu al-Musiqa al-Kabir, sebuah kitab yg membahas tentang teori musik. Bahkan, musik modern yg kini sering kita perdengarkan juga tak dapat terlepas dari teorinya Al Farabi ini. Al Farabi merupakan komponis yg mahir dalam membuat nada-nada indah, baik haru, sedih, maupun bahagia.
Diriwyatakan bahwa Al Farabi suatu ketika memainkan alat musik di depan penguasa Syiria. Saat Al Farabi memainkannya, para hadirin seketika dapat tertawa, lantas ketika Al Farabi mengubah nada, para hadirin dapat seketika menangis bahkan tertidur. Tentu ini bukan sihir, bagi penikmat musik klasik barat, maka anda mau tahu sensasi ketika anda mendengarkan alunan nada-nada Mozart, Beethoven, maupun Vivaldi yg sangat terkenal itu.
Kembali kepada lagu dan dakwah, para wali di Tanah Jawa merupakan para maestro seni. Kita dapat sebut Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Giri dan kawan-kawan yg merupakan para sufi-seniman yg sangat ahli dalam membuat syair dan nada. Dandhanggula, Maskumambang, Asmarandana dan lain-lain itu, semuanya merupakan racikan syair karya para filosof Tanah Jawa ini. Bahkan buat tembang lir-ilir dan cublek-cublek suweng ialah bukti bahwa lagu ini telah sangat melegenda, kita dapat baygkan, sebuah lagu dapat bertahan selama lebih dari 500 tahun. Luar biasa bukan? Bahkan pada era itu, Mozart dan Beethoven yg sangat terkenal di Barat itu belum lahir sama sekali.
Sampai sekarang, metode dakwah buat menarik simpati masyarakat Indonesia pada khususnya, tak mau dapat dilepaskan dgn yg namanya lagu. Mau bukti? Saat Ramadhan tiba, perkawinan antara dakwah-lagu-industri menjadi satu kesatuan utuh. Lagu-lagu bertema dakwah bertebaran di mana-mana. Semua masyarakat menyambutnya dgn senang dan bahagia, judulnya pun bermacam dan beragam, ada yg sangat sufitik, adapula yg renyah sehingga mudah dipahami oleh semua kelas sosial. Baik yg berbahasa Arab, Inggris, Indonesia, semua didengarkan dan berusaha dihafal.
Mengutip pernyataan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumid Din bahwa musik dapat membantu seseorang meningkatkan perasaan religiusnya dan mengalami pengalaman mistik. Selamat mendengarkan musik para salikin!
Farid Dimyati, penulis merupakan mahasiswa pascasarjana jurusan Filsafat Islam STFI Sadra Jakarta