Keramat Mbah Soleh Darat (2): Ziarahi Makam, Penggila Porkas Jadi Tobat

Di masa orde baru, ketika rakyat dirusak moralnya oleh negara melalui ajang perjudian resmi bernama Porkas atau SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah), banyak sekali warga masyarakat yg menjadi gila judi buatan Soeharto yg dikelola yayasan sang presiden kala itu. Sampai-sampai saat itu ada plesetan, SDSB ialah Soeharto Dalang Segala Bencana.

Terutama wong cilik, banyak sekali yg rusak rumah tangganya sebab edan bin gendheng pada SDSB. Setiap Rabu malam orang-orang berkumpul di warung-warung penjual kupon SDSB. Mereka membeli kupon lalu mengisi tebakan nomor, lalu memantau berita hasil undian di RRI. Perangkat radio menjadi alat sangat penting di warung kala itu. Bagi yg nomor tebakannya tepat sesuai pengumuman, berhak mendapat hadiah uang.

Para penggila SDSB waktu itu dibuai mimpi dapat uang Rp 500 ribu bila dapat menebak dua angka belakang, dapat Rp 1 juta bila dapat menebak tiga angka urutan belakang, atau Rp 1 miliar bila menebak seluruh enam angka yg diundi.

Keadaannya persis seperti yg digambarkan Rhoma Irama dalam lagunya berjudul “Judi”. Banyak orang beriman jadi murtad sebab melakukan perbutan syirik meminta kepada setan. Banyak orang waras jadi gila sebab terbuai uang haram itu. Banyak orang kaya jadi melarat sebab bangkrut dibuai mimpi.

Setiap ada orang gila ditanya nomor, setiap ada sesuatu yg gaib, dianggap mengandung petunjuk nomor yg mau keluar. Penggemar SDSB mendatangi kuburan wingit, mendatangi tempat-tempat angker, menebak apa saja yg berbau gaib, dan segala tingkah polah yg tak masuk akal dan merusak akidah.

Di Semarang kala itu, ada yg nekat mencoba mencari petunjuk nomor SDSB dgn mendatangi makam waliyullah. Datanglah ia ke makam KH Sholeh Darat di kompleks makam Bergota, Semarang. Mengetahui banyak orang berdoa di situ, si penggila Porkas ini pun datang malam hari berziarah. Namun tujuannya hanya satu, mau mencari petunjuk nomor SDSB. Ingin “meminta” kepada penghuni makam.

Mungkin sebab tujuannya telah keliru, si orang ini mengalami nasib sial. Kala dia hendak masuk di kompleks makam Mbah Sholeh Darat, tiba-tiba ada seekor macan putih besar persis di depan pintu makam. Si macan mengaum sangat keras. “Harrhggghhmrr..”

Spontan dia gemetar ketakutan. Langsung lari terbirit-birit menjauhi macan. Salang tunjang dia kabur saking takutnya. Kakinya pun menabrak dan menatap keras patok-patok kuburan. Banyak patok yg terbuat dari batu dan cor beton, maka kakinya pun babak bundas. Dia terjengkang jatuh dgn kaki berdarah-darah. Tulangnya sampai retak sebabnya.

Segera dia ditolong orang-orang yg kebetulan hendak ziarah, dibawa ke rumah sakit Kariadi yg ada di belakang tembok kompleks makam. Peristiwa itu rupanya membuatnya kapok. Tobat dari kebiasaan membeli nomor SDSB. Dalam penyesalannya sambil merintih kesakitan, si penggila Porkas pun berikrar tak mau berjudi lagi selama-lamanya.

“Begitulah sang wali, telah wafat saja masih dapat berdakwah. Membuat orang maksiat jadi tobat. Sedangkan kita ini, masih hidup saja tak mampu berdakwah. Jangankan mengajak orang lain menjauhi dosa, diri kita sendiri saja tiap hari berbuat dosa. Jangankan mengajak kebaikan, kita sendiri saja jarang atau tak pernah berbuat kebaikan,” tutur narasumber.* (Ichwan)

Cerita saya peroleh dari beberapa orang tokoh di Semarang, termasuk dari para jamaah Masjid Kyai Sholeh Darat yg rutin mengaji kitab Mbah Sholeh tiap malam hari tertentu. Sanad cerita yg runtut saya dapatkan dari Pak Suprapto yg mengaku mendapat cerita dari gurunya, Kiai Masrur, dari gurunya, Kiai Ahmad, dari ayahnya, Kiai Sahli. Kiai Sahli ialah murid Mbah Sholeh Darat. Semua nama-nama tersebut ialah penduduk Semarang.

 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.