Ketika Abu Yazid al-Busthami Tak Merasmau Manisnya Ibadah

Tak ada yg ragu soal kealiman dan kezuhudan Abu Yazid al-Busthami. Tokoh sufi ternama abad ke-9 ini termasuk hamba dgn ketaatan yg utuh. Kehidupan Abu Yazid nyaris penuh dgn aktivitas ibadah. Namun, ada yg janggal di hatinya ketika bertahun-tahun beribadah tapi ia tak pernah merasakan kenikmatan dan kelezatan beribadah.

Mengapa?

Abu Yazid telah berikhtiar maksimal. Totalitas ialah prinsip baginya dalam menghamba kepada Allah subhânahu wata‘alâ. Lalu, kenapa kejanggalan itu terjadi? Pertanyaan ini terus mengganggu pikirannya hingga Abu Yazid menghadap ibunya dan memberanikan diri buat bertanya.

“Wahai Ibunda, aku selama ini aku tak menemukan manisnya ibadah dan ketaatan. Ingat-ingatlah, apakan Ibunda pernah mengonsumsi makanan haram saat aku masih berada dalam perut atau ketika aku masih menyusu?”

Sang ibunda diam agak lama. Ia berusaha mengingat-ingat seluruh peristiwa seperti apa yg dikatakan anaknya.

“Wahai anakku,” jawab ibu Abu Yazid kemudian, “Saat kau masih dalam perut, Ibunda suatu kali pernah naik ke atas atap. Ibunda melihat sebuah ember berisi keju dan sebab berselera Ibunda mencicipinya seukuran semut tanpa seizin pemiliknya.”

“Pasti gara-gara ini,” kata Abu Yazid. Ia lantas memohon kepada ibunya buat menemui si pemilik keju dan memberi tahu masalah yg terjadi.

Sang ibunda pun menuruti permintaan Abu Yazid: mendatangi pemilik keju itu dan menceritakan perbuatannya yg mencuil keju hanya sebesar semut lalu memakannya.

“Keju itu telah halal buatmu,” kata pemilik keju kepada sang ibunda yg segera ia kabarkan kepada anaknya, Abu Yazid al-Busthami. Sejak saat itu Abu Yazid dapat merasakan manisnya ketaatan dan beribadah kepada Allah.

Kisah yg terekam dalam kitab an-Nawâdir karya karya Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Qulyubi ini memberi pesan tentang pentingnya membersihkan diri dari hal-hal haram, baik dari segi substansi ataupun sebab cara memperolehnya. Sudahkah semua barang yg kita makan dan kita manfaatkan didapatkan dari proses yg sepenuhnya halal?

Terputusnya ibadah dari rasa manisnya yg dialami Abu Yazid juga menunjukkan bahwa selalu ada keterkaitan antara penyimpangan perbuatan fisik seseorang dan suasana ruhaninya. Dan, penyimpangan tersebut tak mesti bersumber dari dirinya sendiri, tapi dapat juga dari orang tuanya. Kenyataan ini pula yg memberi peringatan para orang tua supaya sangat berhati-hati dalam memenuhi kebutuhan anak-anaknya: pastikan semua halal, dgn demikian kehidupan mau berkah. Wallahu a’lam. (Mahbib)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.