Ketika Rasulullah Hadapi Lobi-lobi Politik buat Kasus Hukum

Suatu kali masyarakat Quraisy dibuat canggung dgn kasus pencurian oleh seorang perempuan bangsawan dari subklan Bani Makhzum. Mereka gelisah sebab dalam kesadaran kolektif penduduk Arab kala itu, bangsawan ialah simbol kehormatan suku. Aib bangsawan ialah aib masyarakat Quraisy secara umum.

Akibat suasana serbabingung dan malu tersebut, mereka pun ragu-ragu ketika hendak melaporkanya kepada Rasulullah. Di dalam hati mereka terbesit kemauan, si bangsawan pencuri mendapatkan dispensasi hukuman.

Hingga akhirnya masyarakat Quraisy meminta bantuan kepada Usamah bin Zaid yg dikenal sangat dekat dan dicintai Rasulullah. Usamah merupakan putra Zaid bin Haritsah, budak yg dimerdekakan Nabi yg kemudian menjadi pelayan setia beliau.

Usamah pun mengantarkan perempuan bangsawan itu menghadap Nabi. Seperti paham dgn gelagat Usamah, dalam hadits riwayat Imam Muslim disebutkan bahwa wajah Rasulullah saat itu memerah dan berujar, “Kamu mau meminta keringanan hukum Allah?”

Usamah menyesali tindakannya, “Mintakan ampun atas dosaku, wahai Rasulullah!”

Sore harinya, Rasulullah berdiri dan berpidato di depan khalayak, “Sungguh orang-orang sebelum kalian hancur lantaran apabila ada bangsawan mencuri, dibiarkan; sementara apabila ada kaum lemah mencuri, dihukum. Demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya.”

Perempuan bangsawan itu pun akhirnya menerima sanksi potong tangan. Perempuan ini didakwa mencuri sebab ia meminjam harta orang lain, lalu mengingkari perbuatannya. Ini ialah bagian dari tindakan korupsi. Siti Aisyah menceritakan, setelah peristiwa hukuman tersebut, si perempuan bangsawan bertobat secara sungguh-sungguh dan menikah.

Rasulullah dalam paparan peristiwa di atas menunjukkan kelasnya sebagai pemimpin yg tegas dan adil. Hukum diposisikan setara di hadapan semua orang, entah bangsawah ataupun rakyat biasa. Tidak ada diskriminasi atau pandang bulu dalam memutuskan perkara hukum, meski “lobi-lobi politik” lewat Usamah sempat dilakukan.

Hal ini menjadi renungan bersama bahwa hukum tak semestinya hanya keras saat berhadapan dgn rakyat kecil, tapi lembek kala bersentuhan dgn para pejabat, pengusaha, politisi, ataupun orang-orang terpandang lainnya. Dalam bahasa populer disebut, hukum jangan tumpul ke atas tapi tajam ke bawah. (Mahbib)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.