Suatu ketika saat mengajar di kelas, ahli Matematika, filsuf dan peletak dasar ilmu mantiq, Aristoteles membuat sebuah garis. Ia lalu berkata kepada para muridnya, “Wahai muridku, siapa yg dapat memperpendek garis yg aku buat ini?”

Para murid lalu maju satu per satu dan mencoba memecahkan teka-teki yg diberikan gurunya. Ada seorang murid yg segera menghapus setengah dari garis itu. Melihat itu, sang guru tampak belum membenarkan jawaban si murid.

Lalu majulah murid yg lain. Murid ini juga menghapus setengah dari garis yg telah dihapus, sehingga sekarang garis itu tinggal seperempat panjangnya dari garis yg dibuat Aristoteles.

Ternyata jawaban itu pun belum dianggap tepat oleh sang guru. Aristoteles pun kembali menantang muridnya. Hingga majulah salah satu muridnya yg tak lain ialah Iskandar Zulkarnain.

Berbeda dari murid-murid sebelumnya yg mengambil penghapus dan segera menghapus garis yg ada, Iskandar Zulkarnain malah membuat garis yg lain yg lebih panjang ketimbang yg dibuat gurunya. Dibandingkan dgn garis baru ini, tampaklah garis yg dibuat Aristoteles semakin pendek.

Melihat garis yg dibuat Iskandar Zulkarnain, barulah sang guru terlihat puas. Jawaban Iskandar Zulkarnain sebagai jawaban yg benar.

Kejadian tersebut membawa pesan bahwa buat mengatasi persoalan atau menghadirkan maslahat, tak harus dgn merusak. Kita dapat membuat kebaikan tanpa menjelek-jelekkan orang lain. Kita juga dapat memperoleh kebahagiaan tanpa harus menyakiti sedikit pun perasaan orang lain.

Di dalam Islam, kita diperintahkan buat berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat). Dan demikianlah hendaknya yg selalu kita lakukan dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari. (Kendi Setiawan)

(Cerita ini disarikan dari ceramah Ajengan Yayan Bunyamin pada pengajian Rijalul Ansor yg digelar PAC GP Ansor Rajapolah, Tasikmalaya, Jawa Barat pada 14 April 2017)