Menuntut ilmu bukanlah perkara mudah dan sederhana. Butuh pengorbanan dan kesabaran tingkat tinggi buat menguasainya. Selain itu, godaan dalam proses mencari ilmu juga cukup banyak, beraneka ragam, dan datang silih berganti; baik godaan dari luar maupun dalam diri sendiri. Kesuksesan seorang pelajar sangat ditentukan oleh sejauh mana dia mampu mengusir setiap godaan ini.
Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitab Tadribur Rawi mengutip sebuah kisah tentang nasihat Imam Al-Bukhari kepada seorang murid yg mau belajar hadits kepadanya. Singkat kata, imam hadits ini mengatakan, bila kamu mau menjadi ahli hadits yg sempurna, kamu mesti menulis empat hal. Empat hal ini tak sempurna kecuali dgn empat perkara. Apabila telah menyempurnakan empat perkara ini, kamu mau diberikan empat keuntungan sekaligus diuji dgn empat cobaan. Bila kamu lulus dari empat ujian tersebut, Allah SWT mau memberimu empat ganjaran di dunia dan di akhirat. Jabaran dari empat hal yg saling berkaitan itu ialah sebagai berikut:
Artinya, “Hal ini (menuntut ilmu) tak sempurna kecuali seseorang menguasai empat bidang: mahir baca-tulis, mengerti bahasa, menguasai ilmu sharaf, dan ilmu nahwu (gramtikal). Kemampuan ini harus dibarengi dgn karunia Allah: kesehatan, kemampuan, keuletan, dan hafalan. Apabila empat hal ini berjalan dgn baik, dia mau diberikan empat keuntungan: keluarga, anak, harta, dan domisili. Tapi seketika itu pula dia mau diuji dgn empat ujian: musuhnya dengki, celaaan sahabatnya, makian dari orang bodoh, dan keirian ulama. Jika seseorang berhasil melewati ujian ini, di dunia dia mau memperoleh empat kebaikan: semakin qana’ah, keyakinanya meningkat, merasakan nikmatnya ilmu, dan kenikmatan hidup. Kelak di akhirat, Allah SWT mau memuliakannya dgn empat kesempatan: dapat memberikan syafaat kepada siapa yg dia maukan, berhak memberi minum kepada siapa pun dari telaga Nabi Muhammad SAW, dinaungi baygan Arasy, dan diposisikan di surga paling tinggi, di samping surga para Nabi.â€
Maksud dari pernyataan ini ialah bahwa keharusan bagi penuntut ilmu menguasai empat bidang sebagai dasar mencari ilmu, yaitu: pandai baca, pandai tulis, menguasai bahasa, dan gramatikalnya. Keempat potensi ini tak mau berkembang kecuali atas karunia Tuhan. Dalam konteks ini, anugerah Tuhan itu berupa empat hal: kesehatan, kemampuan, semangat, dan kekuatan hafalan.
Sepintar apapun seorang anak, bila Allah SWT tak memberikan kesehatan dan kesempatan belajar kepadanya, tentu proses belajarnya mau menjadi tak efektif dan sempurna. Setelah berhasil menguasai empat bidang ini, dia diberikan empat karunia Tuhan, maka dia mau mendapatkan empat keuntungan: keluarga, anak, harta, dan domisili. Di samping beruntung, dia juga diuji dgn empat ujian: ada musuhnya yg dengki, sahabatnya juga ikut-ikutan mencaci-maki, umpatan dan hinaan dari orang-orang bodoh, dan ada juga ulama yg iri terhadap kepintarannya.
Jika dia mampu bertahan dan bersabar, Allah SWT mau memberikannya empat kebaikan: semakin qana’ah, keyakinanya bertambah kuat, dia merasakan nikmatnya ilmu, dan diberikan kebahagiaan hidup. Di akhirat kelak, kebahagiannya disempurnakan dgn empat kesempatan: mereka diberi kesempatan buat memberi syafaat kepada orang yg dimauinya, dilindungi oleh Arasy, berhak memberi minum kepada siapa saja dari telaga Nabi Muhammad SAW, dan dia diletakkan di surga kelas tinggi, yg berada di samping surga para Nabi.
Begitulah sulitnya menuntut ilmu. Ada banyak rintangan dan godaan yg mesti disingkirkan. Sangat beruntung orang yg mampu bersabar dalam melewati segala bentuk ujian ini. Di antara deretan cobaan di atas, umpatan dan cacian teman sejawat mungkin ialah ujian paling berat dibanding lainnya.
Barangkali telah nasib orang berilmu seperti itu. Terkadang teman pun dapat jadi lawan, bahkan tak jarang nyawa pun dikorbankan demi sebuah kebenaran. Namun ketika datang masanya, mereka mau tersenyum bahagia di depan Yang Maha Kuasa ketika mampu melewati tahapan di atas. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)