Rasulullah & Baitul Maqdis sebagai Titik Temu Perdamaian

Baitul Maqdis di Yerusalem menjadi titik pertemuan antara agama-agama samawi, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam. Baitul Maqdis juga menjadi kiblat pertama umat Islam sebelum Rasulullah SAW memindahkannya ke Masjidil Haram, Makkah pada hari Selasa pertengahan bulan Sya’ban.

Ironisnya saat ini, Baitul Maqdis yg menjadi kiblat bersama tak cukup menjadikan Palestina dan Israel berdamai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Israel dgn sumber daya dan kekuatannya terus melakukan pendudukan, pencaplokan, perluasan wilayah, dan blokade terhadap wilayah Palestina. Bukan hanya itu, Israel juga melakukan pengusiran warga Palestina dari rumahnya sehingga kerap memicu Hamas buat menembakkan roket ke Israel.

Baru-baru ini peperangan terjadi di Jalur Gaza antara pihak Hamas dan tentara Israel. Pemicunya ialah berawal dari pengusiran 28 keluarga Palestina dari lingkungan Sheikh Jarrah, Yerusalem yg dilakukan Israel buat perluasan pemukiman Yahudi. Di Palestina sendiri, faksi Hamas dan faksi Fatah belum dapat bersatu sehingga cukup menyulitkan bagi perjuangan kedaulatan itu sendiri.

Sebelum Hamas dan Israel melakukan gencatan senjata, setaknya 254 warga Palestina, termasuk 66 anak-anak dan 39 wanita, meninggal dan lebih dari 1.900 terluka dalam 11 hari serangan besar-besaran Israel di Jalur Gaza, menurut otoritas kesehatan Palestina. Akibat tembakan roket Palestina dari Jalur Gaza, 13 warga Israel juga tewas. Serangan tersebut baru berhenti pada Jumat, 21 Mei 2021 di bawah perjanjian gencatan senjata yg diajukan Mesir.

 

Baca juga: Kaum Yahudi Madinah pada Zaman Nabi Muhammad

Peperangan berakibat kepiluan dan kondisi tragis terhadap kesia-siaan nyawa manusia yg hilang cuma-cuma. Sebab itu, Nabi Muhammad mencontohkan sebuah diplomasi damai dgn mengedepankan titik temu, bukan memperuncing perbedaan yg hanya mau menambah konflik berkepanjangan.

Dijelaskan oleh Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad (1980), Rasulullah dahulu melaksanakan kebijakan politik tingkat tinggi dgn mewujudkan “Persatuan Yatsrib” mengingat konflik antar-kabilah atau suku yg berlangsung  selama 120 tahun. Nabi Muhammad juga meletakkan dasar kenegaraan dalam Piagam Madinah itu dgn mengadakan persetujuan dgn pihak Yahudi atas landasan musyawarah dan persekutuan yg erat.

Kaum Yahudi menyambut baik Nabi Muhammad atas tujuannya menyatukan masyarakat Yatsrib. Nabi Muhammad bermusyawarah dgn para kepala suku Yahudi yg selama ini lekat dgn konflik. Baik dari Suku Quraiza, Suku Nadir, dan Suku Qainuqa. Begitu juga dgn kaum Nasrani.

Semua pembesar suku didekatkan oleh Nabi Muhammad. Dasar Nabi Muhammad sederhana sebab mereka Ahli Kitab dan kaum monoteis. Lebih dari itu, kaum Muslimin berpuasa dan mereka juga ikut berpuasa sebab ajaran umat-umat terdahulu. Bedanya, umat Islam telah disyariatkan dgn jelas oleh Nabi Muhammad.

 

Baca juga: Akhlak Mulia, Sifat Terdepan Nabi Muhammad

Dari sisi kiblat, pada waktu itu kiblatnya dalam shalat masih sama ke arah Baitul Maqdis, titik perhatian mereka, tempat terkumpulnya keluarga Israil. Dijelaskan oleh Husain Haekal, persahabatannya dgn pihak Yahudi dan persahabatan pihak Yahudi dgn Nabi Muhammad makin hari makin erat.

Kewibawaan Nabi Muhammad begitu jelas terlihat di depan masyarakat Yatsrib sebab penuh dgn akhlak mulia, sangat rendah hati, sarat dgn kasih sayg, selalu memenuhi janji, sifatnya yg pemurah, selalu terbuka dgn fakir miskin, dan selalu hadir bagi orang yg hidup menderita.

Nabi Muhammad berhasil menyatukan masyarakat Madinah dgn ikatan perjanjian persahabatan dan persekutuan serta menetapkan kebebasan beragama. Namun, Nabi Muhammad sesuai musyawarah juga menetapkan hukuman bagi siapa saja, dari kaum mana pun, dan dari suku apapun yg melanggar kesepakatan dalam Piagam Madinah.

Penulis: Fathoni Ahmad

Editor: Muchlishon





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.