Membahas tentang Mengenal Dunia Metaverse & Basis Akadnya

Dunia metaverse ialah dunia baru berbasis teknologi digital. Sebagai dunia baru, dalam dunia metaverse, diperkenalkan suatu mode kehidupan versi baru, tak sebagaimana fisiknya. Untuk dapat merambah kehidupan tersebut dibutuhkan sebuah teknologi yg dapat memperantarainya, antara lain headset, kacamata augmented reality (kacamata virtual), aplikasi telepon pintar, dan beberapa perangkat lainnya.

 

Metaverse ini merupakan sebuah lompatan teknologi virtual, yg dari sebelumnya berbasis dua dimensi (2D) beralih menjadi 3 dimensi (3D). Teknologi 2D dicirikan oleh kemampuan hanya dapat melihat dan mendengar saja dalam suatu layar kaca. Namun, dgn teknologi 3D, seseorang mau diperkenalkan pada kesan bahwa ia sekaligus menjadi subjek (pelaku) di dalamnya.

 

Yang penting buat kita catat ialah bahwa dunia metaverse ini ialah bukan dunia fisik, melainkan virtual. Segala sesuatu yg berkaitan dgn dunia virtual ialah tak memungkinkan buat diputusi dgn menggunakan kaidah hukum fisik, misalnya seperti bai’ (jual beli). Alhasil, minimal akad yg terbentuk di dalam dunia metaverse ialah akad ijarah (sewa manfaat/jasa) dan cabangnya (furu’-nya), seperti halnya akad kafalah dan ju’alah.

 

Metaverse dan Jasa

Sebagai dunia tak kasat mata maka dunia metaverse ialah perkembangan dari dunia pemrograman (programming). Dunia ini dibentuk oleh aktivitas pengodingan (coding), yg mana bahasa yg digunakan ialah hasil pengolahan dari bahasa sandi (code). Disebut sebagai bahasa, sebab ada efek keputusan hasil akhirnya dan dapat direspons oleh suatu perangkat.

 

Suatu misal, aplikasi Al-Qur’an Digital. Aplikasi ini disusun dgn menggunakan bahasa coding yg dienkripsi dalam suatu pemrograman, sehingga menyabilan tampilan wujud fisik menyerupai Al-Qur’an. Para penginstalnya dapat membaca Al-Qur’an lewat aplikasi tersebut, sehingga mengurangi wujud mushaf yg ditulis secara fisik dgn bahan dasar kertas dan tinta.

 

Aplikasi Al-Qur’an semacam ini merupakan aset manfaat. Ia dapat dijual/disewakan sebab memiliki nilai amal (operasional). Kendati ketika ini, kecenderungan yg berlaku ialah aplikasi tersebut disampaikan secara open source sehingga dapat diunduh secara gratis, mau tetapi andaikata pihak developernya mau menjual pun, hukumnya ialah boleh seiring ada manfaat syaiin (manfaatnya sesuatu) yg dimilikinya.

 

Sudah barang tentu, maksud dari “sesuatu” (syaiin) di sini ialah bahasa pemrogramannya. Jadi, karakteristiknya ialah bersifat terikat dgn manfaatnya yg berupa amal (fungsional) dari bahasa pemrograman tersebut. Bukti pendukungnya ialah bila bahasa pemrogramannya keliru dalam penginputan, maka hilanglah karakteristik fungsionalnya (amalnya). Sebaliknya, apabila benar dalam pengiputan, maka tampak nyata adanya amal (fungsionalnya) dari program tersebut. Kita umumnya menyebutnya sebagai ketidak-eroran sistem.

 

Tidak operasionalnya bahasa coding, menjadi alasan bagi disematkannya istilah ketiadaan manfaat. Dengan demikian, keberadaannya menjadi tak berlaku lagi sebagai aset manfaat (jasa). Sebaliknya, operasionalnya input bahasa coding, menandakan adanya asas manfaat di dalamnya. Wallahu a’lam bish shawab.

 

Muhammad Syamsudin, Peneliti BidangEkonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNu Jatim


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.