Adab-adab Pelajar kepada Guru Menurut KH Hasyim Asy’ari (III-Habis)

Sembilan adab yg dipaparkan sebelumnya telah berbicara banyak tentang sikap-sikap etis yg mesti dilakukan murid terhadap guru. Mulai dari selektif menentukan guru, menaati, memuliakan, sabar, hingga tindak-tanduk ketika berada dalam satu majelis bersama guru. Berikut ini mau dijelaskan tentang tiga adab lain yg menggenapi pembahasan tentang 12 adab seorang santri kepada gurunya sebagaimana dipaparkan Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Adab al-Alim wa al-Muta’allim.

Baca juga:
• Adab-adab Pelajar kepada Guru Menurut KH Hasyim Asy’ari (I)
• Adab-adab Pelajar kepada Guru Menurut KH Hasyim Asy’ari (II)

Kesepuluh, mendengarkan dgn seksama penjelasan guru.

Ketika guru menyampaikan presentasinya, hendaknya didengarkan dgn penuh khidmat, meski pelajar telah hapal atau mendengar penjelasan gurunya. Sebaiknya mendengar layaknya orang yg baru mengetahui, dgn riang gembira dan penuh antusias. Tidak justru mengabaikan atau menganggap maklum. 

KH. Hasyim Asy’ari memberi contoh keteladanan pada diri Imam Atha’, salah satu pakar fiqih dan hadits di masanya. Imam Atha’ menanggalkan segala atribut kebesarannya setiap kali mendengarkan hadits dari siapapun, beliau senantiasa menyimaknya dgn sungguh-sungguh, seolah beliau baru pertama kali mengetahui, meski mendengar dari para pemula. Padahal beliau telah hafal di luar kepala, bahkan mengetahui detail-detail sanad dan para perawinya. 

Imam Atha’ mengatakan:

إني لأسمع الحديث من الرجل وأنا أعلم به منه فأريه من نفسي أني لا أحسن منه شيأ

“Sungguh aku mendengar hadits dari seseorang yg aku lebih mengetahui dari pada dia, kemudian aku yakinkan pada diriku, bahwa aku sama sekali tak mengetahui hadits tersebut.”

Diriwayatkan juga dari Imam Atha’ beliau mengatakan:

إن بعض الشبان ليتحدث بحديث فأستمع له كأني لم أسمعه ولقد سمعته قبل أن يولد

“Sesungguhnya sebagian pemuda berbicara tentang hadits lalu aku mendengarkannya seakan aku belum pernah mendengarnya, sesungguhnya aku telah mendengarnya sebelum mereka lahir.”

Pendapat KH. Hasyim Asy’ari ini senada dgn pemaparan Syekh al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim. Menurut al-Zarnuji, pelajar yg baik dan ahli ilmu ialah ia yg selalu antusias mendengarkan ilmu, meski berulang-ulang ia dengar. Al-Zarnuji menegaskan:

وينبغى لطالب العلم أن يستمع العلم والحكمة بالتعظيم والحرمة، وإن سمع مسألة واحدة أو حكمة واحدة ألف مرة. وقيل من لم يكن تعظيمه بعد ألف مرة كتعظيمه فى أول مرة فليس بأهل العلم

“Seyogyga bagi pencari ilmu mendengarkan ilmu dan kalam hikmah dgn menaggungkan dan memuliakan, meski ia telah mendengar satu permasalahan sebanyak seribu kali. Diucapkan, orang yg mengagungkannya setelah yg ke seribu kali tak seperti saat ia baru pertama mendengar, maka bukan ahli ilmu.” (al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim, hal. 30).

Ketika gurunya bertanya apakah murid telah pernah mendengar penjelasan yg hendak disampaikan guru, tak pantas bagi pelajar buat menjawab iya atau tak. Tidak layak menjawab iya, sebab mengesankan ketakbutuhan kepada penjelasan guru. Pun demikian dgn jawaban tak, kesalahannya sebab ia telah berbohong. Jawaban yg tepat ialah dgn meminta gurunya tetap menjelaskan tanpa harus berbohong atau menyinggung perasaan gurunya, misalkan dgn berucap “aku sangat senang mendengarnya dari engkau.”

Kesebelas, tak mendahului keterangan guru.

Saat berada dalam sebuah forum bersama guru, hendaknya murid tak mendahului atau membarengi guru buat menjelaskan permasalahan atau menjawab sebuah pertanyaan. Pelajar juga tak boleh memotong pembicaraan guru dgn perkataan apapun, ia harus bersabar sampai guru menyelesaikan perkataannya. Saat guru memberikan arahan, tak baik buat berbicara sendiri. Konsentrasi murid harus tercurahkan dgn baik saat mendengarkan perintah, nasehat atau pertanyaan gurunya, jangan sampai gagal fokus, usahakan guru tak perlu lagi mengulangi perkataannya.

Keduabelas, menjaga etika saat menerima atau memberi sesuatu dari guru.

Ketika guru memberinya tugas, hendaknya menerima dgn tangan kanan. Bila berupa lembaran, maka dibaca dgn memegangnya, bila terdapat asma’-asma’ yg dimuliakan, hendaknya diangkat dgn penuh etika. Saat menghaturkannya kembali kepada guru, jangan dikembalikan dalam kondisi terlipat, harus rapih dan tertata, kecuali yakin atau menduga gurunya menghendaki demikian.

Saat menghaturkan buku atau kitab yg hendak dibacakan guru, hendaknya diserahkan dalam keadaan siap saji, telah diberi batas baca sehingga guru tak perlu mencari halaman yg hendak dibaca. Demikian pula saat sang guru bertanya batas pelajaran, hendaknya murid menunjukan dgn jelas, membuka kitabnya dgn menunjukan batas pelajaran yg dimaksud. Murid juga dianjurkan buat tak menghapus sedikitpun keterangan guru yg ia tulis di kertas atau kitabnya. Demikian pula saat memberikan alat tulis kepada guru, misalkan wadah mangsi, hendaknya tutupnya telah dibuka dan dipersiapkan, guru tinggal menulis tanpa perlu membukanya.

Dalam memberikan sesuatu yg dibutuhkan guru, hendaknya tak merepotkan beliau, misalkan menghaturkan buku, hendaknya murid berdiri mendekat gurunya, jangan sampai guru beranjak dari tempat duduknya. Demikian pula ketika menerima alat tulis dari guru, pelajar hendaknya mengulurkan tangannya terlebih dahulu sebelum guru memberikan alat tulis kepadanya.

Posisi duduk dgn guru sebaiknya tak terlampau dekat sehingga menunjukan etika yg buruk. Saat menerima tugas, usahakan tangan, kaki atau anggota tubuh lainnya tak melakukan kontak fisik dgn baju, bantal, sajadah atau alas lantainya guru.

Saat menghaturkan pisau, jangan mengarahkan bagian yg tajam, juga tak dgn menghaturkan bagian rangka pisau dgn menggenggam bagian ujungnya. Etika yg baik ialah diberikan dgn cara memiringkan pisau, bagian tajam pisau mengarah kepada murid, memegangi ujung rangka (bagian tengah yg berdekatan dgn pisau) dan menjadikan rangka di sebelah kanan guru yg hendak menerima pisau tersebut.

Ketika menghaturkan sajadah buat shalat, hendaknya dibentangkan terlebih dahulu, lalu mempersilahkan guru shalat di atasnya. Etika ini juga berlaku setiap kali murid mengetahui gurunya hendak melakukan shalat. Hendaknya tak duduk di hadapan guru di atas sajadah atau shalat di atasnya kecuali sebab faktor tempatnya tak suci atau ada udzur yg menuntut mengenakan sajadah. Saat guru beranjak dari tempat shalat, sebaiknya murid bergegas mengambilkan sajadahnya dan memperisapkan sandalnya, yg demikian itu dilakukan buat mecari ridlo Allah dan guru.

Menurut Hadlratus Syekh, ada empat hal yg diperhatikan orang mulia meski ia telah menjadi raja. Pertama, berdiri dari tempat duduk buat menghormati ayah. Kedua, melayani cendekia yg mengajarkannya. Ketiga, bertanya hal-hal yg tak diketahui. Keempat, memuliakan tamu.

Prinsip Etika kepada Guru

Pada prinsipnya seorang pelajar ditekankan buat menjaga etika dgn gurunya, baik dalam perilaku, ucapan dan perbuatan. Pelajar juga dituntut buat khidmah kepada gurunya, memberikan kenyamanan dan pelayanan yg sempurna kepadanya. 

Saat berjalan bersama guru, hendaknya berada di depan saat malam hari dan berada di belakangnya di siang hari, kecuali bila situasi menuntut sebaliknya, misalkan sebab berdesakan atau lainnya. Di tempat-tempat yg becek misalnya, pelajar harus menjadi yg terdepan buat melindungi gurunya, jangan sampai percikan air mengotori baju sang guru. Saat berada dalam situasi berdesakan, hendaknya menjaga guru dgn tangannya, dapat dari arah belakang atau depan.

Saat berjalan di depan guru, sesekali memantau ke arah belakang buat mengetahui keadaan dan kenyamanan beliau. Saat gurunya mengajak bicara di tengah perjalanan, sebaiknya berada di sebelah kanan guru, ada pula yg menganjurkan sebelah kiri, dgn posisi sedikit lebih maju dan menengok ke arah guru.

Tidak baik berjalan di samping guru kecuali ada hajat atau diperintahkan guru. Sebaiknya menghindari berdesakan dgn pundak guru atau kontak fisik dgn baju guru, usahakan agak jauh, menjaga jarak.

Saat cuaca panas, gurunya diberikan tempat yg rindang, saat cuaca dmau diberi tempat yg hangat, namun tak sampai terkena sorotan sinar matahari yg mencolok sehingga mengganggu kenyamanan guru. Hendaknya tak berjalan di antara guru dan orang yg sedang berbincang dgn beliau, yg baik ialah mengambil posisi mundur atau maju, tak mendekat, tak menengok serta tak menguping pembicaraan mereka. Bila pelajar dipersilahkan masuk mengikuti perbincangan sebaiknya masuk dari arah yg berbeda.

Saat bertemu guru di jalan, mulailah berucap salam kepadanya bila jaraknya dekat. Bila jauh, maka tak perlu berteriak atau memanggilnya, cukup bersiap diri buat menyampaikan salam. Tidak baik mengucapkan salam dari tempat yg jauh atau dari balik tirai, yg tepat ialah mendekat kepada guru baru mengucapkan salam. 

Tidak layak mengambil rute perjalanan tanpa dimusyawarahkan atau meminta izin terlebih dahulu kepada guru. Saat pelajar sampai di kediaman guru, jangan berdiri di depan pintu, khawatir berpasasan dgn keluarga atau penghuni rumah yg tak disukai guru dilihat oleh orang lain. Saat gurunya turun dari kendaraan, hendaknya pelajar mendahului, berjaga-jaga bila sang guru terpeleset, dapat berpijak di pundaknya. 

Murid boleh saja tak sama dgn hasil pemikiran gurunya, bila menurut pelajar pendapat guru kurang tepat, hendaknya tak menyalahkan atau merendahkan. Misal berucap “ini salah”, “ini bukan pendapat yg benar.” Namun sebaiknya dgn bahasa yg sopan dan santun, misalkan berucap “pendapat yg jelas ialah mashlahatnya menuntut demikian”, tak baik menyampaikan dgn bahasa yg membanggakan pendapatnya sendiri, misalkan “menurutku yg benar demikian” atau ucapan-ucapan yg sejenis.

Demikianlah adab-adab pelajar kepada guru dalam pandangan KH. Hasyim Asy’ari, bila etika-etika tersebut dijalankan dgn baik, maka sangat besar peluang murid buat mendapatkan keberkahan dan ilmu yg bermanfaat. Dengan adab-adab tersebut para ulama dapat sukses dalam belajar. Semoga kita sedikit-sedikit dapat meneladaninya. Amin. Wallahu a’lam. (M. Mubasysyarum Bih)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.