Akad Musaqah & Jenis Tanamannya dalam Mazhab Hanafiyah & Malikiyah

Musaqah dilihat dari definisinya memiliki pengertian menyerahkan pohon kurma atau anggur kepada seseorang supaya dikelola dan disirami serta melakukan tindakan yg dianggap perlu buat menjaga supaya tetap baik selama pertumbuhannya dgn perjanjian bahwa sebagian dari hasilnya mau diberikan kepada pengelola dan sebagian lainnya milik pemilik kebun.

Sebenarnya akad ini sama saja dgn akad muzara’ah. Bedanya terletak pada konteks penyerahan. Jika musaqah, yg diserahkan ialah berupa pohon yg telah ditanam dan siap buat dirawat. Sementara itu buat muzara’ah, penyerahan masih berupa benih yg masih harus disemaikan dan disiapkan buat penanamannya.

Adapun hasilnya, sama-sama dibagi menjadi dua, yaitu sebagian buat pemilik, dan sebagian lainnya buat pengelola. Muzara’ah dan mukhabarah memiliki konsep yg sama, hanya beda jenis tempat menanamnya. Muzara’ah memiliki jenis tanah berupa lahan basah, sementara mukhabarah lebih tepatnya merupakan jenis tanah ladang atau tadah hujan.

Sampai di sini, harap para pembaca dapat mencermatinya. Sementara waktu, kita konsentrasi pada penerapan akad musaqah.

Sebagaimana definisi di atas, musaqah berfokus pada penyerahan obyek tanaman yg telah siap rawat dan siap dikelola. Tanaman ini berupa jenis tanaman menahun, seperti digambarkan dalam definisi, yaitu berupa tanaman kurma dan anggur, dalam hal ini para ulama semua sepakat mau kebolehannya. Namun, ketika permasalahan ini dikembangkan, yakni apakah akad ini hanya berlaku buat kedua jenis tanaman itu, maka dalam hal ini para ulama berbeda pendapat.

Pertama, Mazhab Hanafi

Kalangan Hanafiyah bersepakat bahwa akad musaqah boleh diterapkan buat semua jenis tanaman, baik jenis tanaman buah atau bukan. Menurut kalangan ini, akad musaqah tetap sah berlaku buat kedua jenis tanaman tersebut.

Tidak ada ketentuan harus berupa jenis tanaman khusus dan tanaman tertentu. Bahkan termasuk jenis tanaman yg tak diambil berupa hasil buahnya semacam karet, atau getah kina. Atau jenis tanaman yg hanya dimanfaatkan kayunya saja, semisal pohon jati, mahoni, sengon, dan sejenisnya. Seluruhnya dapat masuk akad ini.

Yang menarik dari pendapat kalangan hanafiyah ialah, bahkan akad musaqah tak harus berupa tanaman menahun. Jenis tanaman berumur pendek pun juga dapat dijadikan obyek akad musaqah, seperti mentimun, semangka, tomat dan sejenisnya.

Ketika ditanya, lantas bagaimana cara membedakan antara akad musaqah dan akad muzaraah bila akad ini juga berlaku buat jenis tanaman berusia pendek?

Mereka menjawab sebagai berikut:

وَالرِّطَابُ كَالْقِثَّاءِ وَالْبِطِّيخِ وَالرُّمَّانِ وَالْعِنَبِ وَالسَّفَرْجَل وَالْبَاذِنْجَانِ (1) فَإِنْ سَاقَى عَلَيْهَا قَبْل الْجُذَاذِ، كَانَ الْمَقْصُودُ الرَّطْبَةَ فَيَقَعُ الْعَقْدُ عَلَى أَوَّل جَزَّةٍ، وَإِنْ سَاقَى بَعْدَ انْتِهَاءِ جُذَاذِهَا كَانَ الْمَقْصُودُ هُوَ الْبَذْرَ، فَيَصِحُّ الْعَقْدُ بِاعْتِبَارِ قَصْدِ الْبَذْرِ، كَمَا يَقْصِدُ الثَّمَرَ مِنَ الشَّجَرِ، وَهَذَا إِنَّمَا يَتَحَقَّقُ إِذَا كَانَ الْبَذْرُ مِمَّا يُرْغَبُ فِيهِ وَحْدَهُ

Artinya, “Ruthab (kurma hijau) diserupakan buat mentimun, semangka, anggur, buah pir, terong. Jika akad musaqah pada jenis-jenis tanaman tersebut sebelum siap dipetik, maka yg dituju dgn akad tersebut ialah menyerupai akad musaqah anggur hijau (bagi hasilnya dibagi menjadi dua, sebagian buat pemilik dan sebagian buat pengelola, ditambah hak pengelola atas kepemilikan pohon). Dengan demikian, akad (bagi hasilnya) juga disesuaikan menurut awal kali tanaman tersebut diserahkan. Namun, bila tanaman tersebut diserahkan setelah siap dipetik, maka yg dituju dari akad tersebut ialah benih semata. Dengan kata lain, sahnya akad ialah bergantung pada pertimbangan maksud dari penyebar benih, sebagaimana maksud dari pemilik pohon yg telah berbuah atas penyerahan pohon tersebut kepada pengelola (pengelola tak memiliki hak atas pohon). Hal ini tampak jelas pada praktik akad musaqah dgn jenis tanaman yg hanya khusus disukai buahnya,” (Al-Mausu’atu al-Fiqhiyyah, 23771).

Menurut kalangan Hanafiyah, cara membedakan antara akad musaqah dan muzara’ah dgn obyek tanaman berupa jenis tanaman usia pendek, ialah dgn melihat sisi penyerahannya. Jika diserahkan sebelum siap panen, maka akadnya ialah musaqah. Jika tanaman diserahkan setelah siap panen, maka akadnya ialah muzara’ah dgn cara bagi hasil berupa hasil buahnya saja.

Kedua, Menurut Malikiyah

Menurut kalangan Malikiyah, dilihat dari pohonnya, maka pohon yg dapat dijadikan obyek akad musaqah ada dua dua.

Pertama, ialah jenis pohon yg memiliki pokok batang yg bersifat tetap. Dalam hal ini, ada dua syarat yg harus dipenuhi dalam akad musaqah. Pertama, jenis tanaman yg diperkenankan hanya jenis tanaman buah-buahan dan dapat berbuah setiap tahunnya, dan tanaman tersebut telah siap berbuah.

Untuk itu, menurut Malikiyah, akad musaqah tak sah dilakukan pada tanaman yg masih belum siap buah, meski pun dari jenis tanaman buah-buahan.

مِنْ شُرُوطِ الْمُسَاقَاةِ: أَنَّهَا لاَ تَصِحُّ إِلاَّ فِي أَصْلٍ يُثْمِرُ أَوْ مَا فِي مَعْنَاهُ مِنْ ذَوَاتِ الأَْزْهَارِ وَالأَْوْرَاقِ الْمُنْتَفَعِ بِهَا كَالْوَرْدِ وَالْيَاسَمِينِ

Artinya, “Sebagian dari syarat musaqah ialah sungguh akad ini tak sah kecuali berlaku atas tanaman yg telah berbuah atau yg semakna dgn buah, misalnya bunga, atau daun yg manfaatnya memang dikhususkan buat daun dan bunga tersebut. Misalnya bunga mawar dan melati,” (Al-Mausu’atul Fiqhiyyah, 23771-23772).

Kedua, sebagaimana harus berupa tanaman buah-buahan atau yg semakna dgn buah, tak sah pula akad musaqah ini berlaku atas tanaman buah yg sekali petik langsung habis, salah satunya buah pisang.

Bila pohon pertama pisang telah dipetik, biasanya mau tumbuh tunas baru di sampingnya sehingga membuat pengelola harus bekerja ekstra kembali buat membuahkannya.

Kedua, jenis tanaman yg tak memiliki pokok yg bersifat tetap. Yang masuk jenis tanaman kategori ini ialah tanaman timun-timunan dan tanaman umur pendek. Menurut kalangan Malikiyah, akad ini sah berlaku atas jenis tanaman tersebut dgn catatan:

1. Akad dilakukan setelah tanaman tersebut ditanam.

2. Akad dilaksanakan sebelum tanaman tersebut masak di pohon.

3. Pemilik tanah dan tanaman dapat turut serta menentukan cara pengelolaan tanaman tersebut.

4. Jenis tanaman bukan termasuk jenis yg sekali petik langsung habis. Buah muncul dari pohon yg baru dan bukan pohon yg pertama kali dirawat.

5. Jenis tanaman mudah mati bila tak dikelola dgn benar.

 

Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.