Akhlak Rasulullah Membuat Yahudi Masuk Islam

Islam yg di bangun atas dasar rahmat, memperlakukan semua makhluk dgn baik dan terhormat, sesuai dgn posisi masing-masing. Misalnya, Islam mengajarkan kepada para pemeluknya buat memberikan ruang mulia dan luhur dalam bersosialisasi dan membangun hubungan baik dgn sesama manusia. Orang yg berbeda agama juga memiliki posisi khusus, supaya diperlakukan dgn baik pula. Demikianlah Islam yg semestinya dipraktikkan oleh para pemeluknya, sebagaimana akhlak yg diteladankan Rasulullah saw. Bahkan akhlak Rasulullah saw tak jarang membuat orang lain tertarik dgn Islam, sebagaimana keindahan akhlak Rasulullah saw membuat seorang Yahudi masuk Islam.

 

Baca: Jejak Keindahan Perilaku Nabi Muhammad

Islam sebagai agama yg menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, tak menutup mata dari keberadaan tetangga. Anjuran berbuat baik kepada mereka berlaku secara umum, baik kepada orang Islam maupun pemeluk agama lain. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda:

 

مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِيْنِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ 

 

Artinya, “Malaikat Jibril senantiasa menasihatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu mau mendapatkan bagian harta warits.” (Muttafaqun ‘alaih).

 

Baca: Akhlak Mulia, Sifat Terdepan Nabi Muhammad

Syekh Badruddin al-‘Aini (wafat 855 H), dalam kitabnya ‘Umdatul Qari memaknai kata “al-jar atau tetangga” menggunakan makna secara umum. Artinya, semua tetangga yg berdekatan memiliki hak-hak yg harus diberlakukan dgn baik, sopan, bijak dan kebabilan lainnya, mulai dari yg beragama Islam, non muslim, ahli ibadah, orang fasiq, teman, musuh, pendatang, pribumi, hingga yg memberi menfaat dan tak yg memberi menfaat sekali pun. (Abu Muhammad bin Ahmad bin Musa Badruddin al-‘Aini, Umdatul Qari Syarh Shahihil Bukhari, [Bairut, Darul Ihya, cetakan ketiga: 2006], juz XX, h. 197).

Selain itu, ada banyak hadits yg menunjukkan Rasulullah saw juga menghargai dan memberlakukan tetangga meski berbeda agama. Baginya, perbedaan tak lantas merusak hubungan tetangga dan menghilangkan hak-hak mereka. 

 

Baca: Nabi Muhammad Tak Pernah Mendoakan Buruk Orang yg Memusuhinya

Rasulullah saw Menerima Undangan Seorang Yahudi

Kisah ini disebutkan dalam riwayat Imam Ahmad bin Hanbal, tepatnya dalam Musnad-nya. Demikan pula disebutkan oleh Syekh Badruddin al-‘Aini dalam Umdatul Qari, dan Syekh Abdurrahman al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadi. Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra, beliau menceritakan bahwa Rasulullah saw pernah diundang oleh orang Yahudi buat makan, dan beliau memenuhi undangan tersebut:

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ يَهُودِيًّا دَعَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى خُبْزِ شَعِيرٍ وَإِهَالَةٍ سَنِخَةٍ فَأَجَابَهُ

 

Artinya, “Diriwayatakan dari Anas bin Malik قش, sungguh seorang Yahudi telah mengundang Nabi Muhammad saw buat menyantap roti gandum dgn acar hangat, dan beliau pun memenuhi undangan tersebut. (HR Ahmad).

 

Baca: Kisah Umar bin Khattab Memeluk Islam

Hadits di atas menjadi salah satu bukti bahwa Rasulullah saw merupakan potret tetangga yg baik bagi tetangga lainnya. Bahkan, pemeluk agama lain dgn keyakinan yg berbeda dan tak sepaham dgnnya saja berkenan mengundang makan bersama di rumahnya. Semua ini tak mungkin terjadi bila Rasulullah saw memperlakukan tetangganya dgn buruk, kurang bergaul, enggan buat menyapa.

Keindahan Akhlak Rasulullah saw Membuat Yahudi Masuk Islam

Sebagaimana penjelasan di atas, Rasulullah saw merupakan teladan keabadian, perlakuannya yg baik menjadi contoh bagi umat Islam setelahnya. Misalnya, perhatian Rasulullah saw dan kasih saygnya kepada para pelayannya yg beragama Yahudi. Sikap mulia ini justru menjadi penyebab pelayan tersebut masuk Islam. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik ra:

كَانَ غُلامٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَرَضَ، فَأَتَاهُ النَّبِيُّ يَعُودُهُ فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ، فَقَالَ لَهُ: أَسْلِمْ، فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَهُ، فَقَالَ: أَطِعْ أَبَا الْقَاسِمِ، فَأَسْلَمَ فَخَرَجَ النَّبِيُّ وَهُوَ يَقُولُ: الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ

Artinya, “Ada seorang anak kecil Yahudi yg membantu melayani Nabi Muhammad menderita sakit. Lalu beliau menjenguknya dan duduk di samping kepalanya, kemudian bersabda: ‘Masuklah Islam’. Anak kecil itu memandang kepada bapaknya yg sedang berada di sampingnya, lalu bapaknya berkata, ‘Taatilah Abul Qasim (Rasulullah).’ Lalu anak kecil itu masuk Islam. Kemudian Rasulullah keluar dan bersabda: ‘Segala puji bagi Allah yg telah menyelamatkan anak itu dari neraka.’” (HR al-Bukhari).

 

Baca: Dakwah Islam di Masa Nabi dan Masa Kini

 

Ada poin penting menurut penulis yg patut dipahami dari hadits di atas, bahwa agama merupakan identitas setiap diri manusia, siapapun dia pasti mau membela agamanya bila dihina, dan siapapun dia pasti mau marah bila disuruh buat meninggalkan agama nenek moygnya. Akan tetapi, bila dilihat bagaimana relanya seorang ayah yg beragama Yahudi membiarkan anaknya melepaskan agama dan kepercayaan nenek moygnya hanya sebab seorang Nabi Muhammad, tentu hal itu terjadi di antaranya sebab kesan baik atas keindahan akhlak Rasulullah saw, sehingga membuat seorang Yahudi masuk Islam.

Urgensi Menjaga Akhlak

Andaikan Rasulullah saw bersikap keras, bengis, asal hantam, menghina, menghujat, menganggap hina dan lainnya, tentu dalam kisah di atas Sang Ayah tak mau membiarkan anaknya mengikuti ajaran yg dibawanya. Karenanya, dalam salah satu haditsnya, pesan beliau kepada umat Islam ialah perihal bagaimana caranya bergaul dgn manusia, yaitu dgn akhlak yg baik, sebagaimana yg diriwayatkan oleh At-Tirmidzi:

 

اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

 

Artinya, “Bertaqwalah kepada Allah di mana pun kalian berada, ikutilah keburukan dgn kebaikan, niscaya ia mau menghapus keburukan tersebut, dan pergaulilah manusia dgn akhlak yg baik.” (HR at-Tirmidzi).

Pesan Rasulullah saw kepada umat Islam buat berbudi pekerti yg baik tak disampaikan secara terbatas, semuanya umum menggunakan kata “nas-manusia”. Hal ini tentunya buat memberikan pengertian, bahwa yg patut buat diberlakukan dgn baik tak hanya umat Islam saja, non muslim pun demikian. Sebab, Islam tak melarang umat Islam buat bergaul dan berbuat baik kepada pemeluk agama lain. Wall’ahu a’lam.

Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan.

 

 

Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.