Ayat Periode Makkah & Madinah dalam Kajian Ilmu Al-Qur’an (2)

Pendapat pertama mengandung problematik (ghairu dhabit wa la hashir) dan tak dapat mencakup semua ayat Al-Qur’an. Tetapi pendapat kedua juga tak terlepas dari problematik, dgn menyatakan bahwa Surat Makkiyyah ditujukan kepada penduduk Kota Makkah dan Surat Madaniyyah ditujukan kepada penduduk Kota Madinah. Pendapat kedua juga tak sepi dari kritik substansial.

 

Baca Juga: Ayat Periode Makkah dan Madinah dalam Kajian Ilmu Al-Qur’an (1)

Kritik pertama, jelas dalam Al-Quran terdapat ayat dan surat yg redaksinya tak didahului atau dimulai dgn kalimat “Yā ayyuhan nās”, “Yā banī Adam”, atau “Yā ayuhal ladzīna āmanū”. Contoh yg diajukan kritikus pertama ialah dua firman Allah SWT berikut:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللهَ وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Artinya, “Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (kemauan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sungguh Allah ialah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,” (Surat Al-Ahzab ayat 1).

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللهِ وَاللهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ

Artinya, “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, ‘Kami mengakui, bahwa sungguh kamu benar-benar utusan Allah.’ Allah mengetahui bahwa sungguh kamu benar-benar utusan-Nya; Allah mengetahui bahwa sungguh orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta,” (Surat Al-Munafiqun ayat 1).

Oleh sebab itu, pendapat kedua juga mengandung problematik (ghairu dhabit wa la hashir) sebagaimana pendapat pertama.

Kritik kedua, pembagian ayat Makiyyah dan Madaniyyah menurut pendapat kedua ini tak berlaku secara total atau ghairu muttharid dalam redaksi seruan yg ada dalam Al-Qur’an. Buktinya, ada ayat-ayat Madaniyyah yg dimulai dgn redaksi seruan “Yā ayyuhan nās” seperti dua ayat berikut:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Artinya, “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yg telah menciptakanmu dari seorang diri; darinya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yg banyak. Bertakwalah kepada Allah yg dgn (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sungguh Allah ialah Zat yg selalu menjaga dan mengawasi kamu,” (Surat An-Nisa’ ayat 1).

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya, “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yg telah menciptakanmu dan orang-orang yg sebelummu supaya kamu bertakwa,” (Surat Al-Baqarah ayat 21).

Demikian pula sebaliknya, ada pula ayat Makkiyyah yg justru awal redaksinya menggukankan kalimat “Yā ayuhal ladzīna āmanū” sebagaimana ayat berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya, “Hai orang-orang yg beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebabilan supaya kamu mendapat kemenangan.” (Surat Al-Hajj ayat 77).

Memang ada ulama yg menyatakan bahwa pendapat kedua ini bila dimutlakkan, maka perlu ditinjau ulang atau fihi nazhar, seperti Surat Al-Baqarah yg dikategorikan sebagai surat yg ayat-ayatnya Madaniyyah. Namun begitu ada ayat yg awal redaksinya menggunakan kalimat, “Yā ayyuhan nās,” sebagaimana penjelasan di atas.

Bila pendapat kedua ini diarahkan dalam konteks “pada umumnya” bukan buat berlaku secara total, maka pandangan kedua ini dapat dibenarkan. Namun demikian hal ini tak disetujui olehpakar Ilmu Al-Qur’an Mesir lulusan Universitas Al-Azhar, Syekh Muhammad Abdul ‘Azhim Az-Zarqani (wafat 1376 H/1948 M).

Menurut kitab populer bidang Ilmu Al-Qur’an yg berjudul Manahilul ‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an ini, statemen ulama yg membenarkan pendapat kedua itu secara substansial benar, tetapi tak dapat mengabsahkan pembagian ayat Makkiyyah dan Madaniyyah yg diutarakan pada pendapat pertama. Pasalnya, pembagian ayat Makkiyyah dan Madaniyyah yg ideal dan dapat diterima ialah pembagian yg tak problematik (dhabithan wa hashiran) dan dapat berlaku secara total (muttharidan) dalam seluruh ayat Al-Qur’an. (Az-Zarqani, Manahilul ‘Irfan, [Kairo: Isa Al-Babi Al-Halabi wa Syirkah: tanpa tahun], juz I, halaman 94).

Lalu bagaimana pendapat yg ideal, tak problematik dan dapat diterima secara ilmiah berkaitan dgn pembagian ayat Makiyyah dan Madaniyyah? Selanjutnya mau diulas pada tulisan bagian ketiga. Insya Allah.

 

Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder AswajaMuda.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.