Biografi Hasan al-Bashri: Ulama Besar Murid para Sahabat Nabi

Salah satu tokoh penting dalam dunia Islam ialah Imam Hasan al-Bashri. Ia ialah seorang ulama sufi yg banyak dinukil petuah-petuah bijaksananya. Bila dirunut dari latar belakang keluarganya, Hasan al-Bashri bukanlah anak seorang raja ataupun kalangan tokoh terpandang melainkan hanya seorang anak dari hamba sahaya milik Zaid bin Tsabit. Ayah Hasan al-Bashri bernama Yasar berasal dari daerah Maisan, pinggiran kota Bashrah di negara Iraq. Dahulu daerah Maisan ditakhlukkan umat islam pada tahun 12 Hijriah di bawah kepemimpinan panglima Khalid bin Walid. Sedangkan, ibunya ialah hamba sahaya milik Ummu Salamah, istri Rasulullah saw.

 

Sejak kecil, Hasan al-Bashri telah mendapatkan berkah doa dan kasih sayg dari para kekasih Allah. Pernah suatu ketika di masa balita, ia ditinggal bekerja oleh ibunya. Iba melihat Hasan al-Bashri kecil menangis maka Ummu Salamah, istri Rasulullah saw pun menimangnya serta menyusuinya. Begitu juga, ketika ia masih kecil Umar bin Khattab mendoakannya, “Ya Allah, ajarkanlah ilmu agama kepada anak kecil ini dan buatlah umat mencintainya” (Syamsuddin adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’, [Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah], 2007, vol. IV: 565).

 

Bila dirunut dari sejarah, Hasan al-Bashri lahir di daerah Rabadzah, sebuah dataran berjarak 170 km dari kota Madinah pada tahun 21 Hijriah. Kemudian, ia dibawa keluarganya ke kota Madinah dan menetap di rumah Ummu Salamah, istri Rasulullah.

 

Secara fisik, Hasan al-Bashri memiliki wajah yg sangat tampan. Diceritakan suatu ketika asy-Sya’bi berpesan kepada ‘Ashim al-Ahwal, “Sampaikan salamku kepada Hasan al-Bashri di kota Bashrah.” ‘Ashim al-Ahwal kebingungan dan menjawab, “Aku tak pernah mengenalnya”. Maka, asy-Sya’bi menjawab, “Nanti ketika engkau masuk kota Bashrah masuklah ke dalam masjid kota Bashrah, kemudian carilah orang yg paling tampan yg belum pernah engkau temui disana.”

 

“Sungguh aku telah melakukan perintah asy-Sya’bi maka aku melihat Hasan al-Bashri ialah seorang yg sangat tampan yg dikelilingi oleh murid-muridnya di masjid kota Bashrah.” komentar ‘Ashim al-Ahwal.

 

Baca juga: Biografi Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, Sang Penyelamat Umat

 

Ulama Multidisiplin

Hasan al-Bashri memiliki kecerdasan dan daya ingat yg sangat kuat serta nalar yg sangat tajam. Abu Qatadah al-Adawi mengatakan, “Wajib bagi kalian belajar kepada syekh ini (Hasan al-Bashri). Demi Allah, aku melihat Hasan al-Bashri sangat mirip pendapatnya dgn Sayyidina Umar bin Khattab”.

 

Sahabat Anas bin Malik berwasiat, “Wajib bagi kalian belajar kepada Maulana Hasan al-Bashri, maka bertanyalah kepadanya.” Kemudian, ada yg bertanya, “Wahai Abu Hamzah (julukan Sahabat Anas bin Malik), mengapa engkau menganjurkan kami bertanya kepada Hasan al-Bashri?” Anas bin Malik menjawab, “Dia menimba ilmu kepada kami, mau tetapi sekarang kami telah banyak lupa sedangkan ia masih mengingat ilmu yg kami ajarkan” (Ibnu Abi Hatim, al-Jarh wa Ta’dil, [Beirut: Dar Fikr], 1999, vol. III: 41).

 

Selain itu, Hasan al-Bashri juga seorang ahli fiqih yg sangat hebat. Syekh Yunus bin Ubaid al-‘Abidi mengatakan, “Kami telah bertemu dgn banyak ulama, dan tak ada yg lebih unggul dan sempurna ilmunya melebihi Hasan al-Bashri”. Pernah suatu ketika Imran al-Qashir menanyakan suatu permasalahan dalam ilmu fiqih kepada Hasan al-Bashri. Maka, Hasan al-Bashri menjawab “Sebagian ulama fiqih menjawab seperti ini dan sebagian yg lain berpendapat seperti ini. Ketahuilah bahwa seorang ahli fiqih sejati ialah seorang yg zuhud di dunia, yg waspada dalam menjaga agamanya, dan senantiasa beribadah kepada Allah”. Lihat kitab Hilyatul Auliya’ karya syekh Abu Nu’aim al-Ashbihani hal.137 vol.2 cetakan Maktabah at-Taufiqiyyah Kairo 2007)

 

Dalam ilmu Hadits, Hasan al-Bashri dinilai perawi yg tsiqqah (terpercaya) khususnya dalam hadits yg ia riwayatkan dari Samurah bin Jundub. Akan tetapi, ada banyak hadits yg ia riwayatkan lemah sebab cacat berupa tadlis (tidak menyebutkan beberapa perawi di atasnya) ataupun mursal (tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat) khususnya yg ia riwayatkan dari Abu Hurairah. (Syekh Syamsuddin adz-Dzahabi, Mizal al-’Itidal fi Naqd ar-Rijal, [Kairo: Muassasah ar-Risalah], 2017: 383).

 

Berguru pada para Sahabat Nabi

Di antara guru-gurunya dari golongan sahabat nabi ialah Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Abdullah bin Mughaffal, ‘Amr bin Taghlib, Abu Burzah al-Aslami, dan masih banyak lagi. Menurut Ibnu Hibban, Syekh Hasan al-Bashri telah menimba ilmu kepada 120 tokoh dari golongan sahabat. (Ibnu Hibban, ats-Tsiqqat [Beirut: Dar Fikr], 1996, vol. IV: 123).

 

Di antara petuahnya kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz ialah

 

“Ingatlah! bahwa berpikir sebelum mengambil keputusan mau mendatangkan kebaikan dan menyesali perbuatan dosa mau menjauhkan dari keburukan. Waspialah dgn kenikmatan dunia sebab ketenteraman di dalamnya hanyalah semu, angan-angan meraihnya ialah racun, puncaknya ialah keburukan. Adakalanya nikmat dunia menggelincirkan dari ketaatan kepada Allah. Adakalanya nikmat dunia ialah musibah yg merusak agamamu. Waspialah, sungguh Allah mau membalas hambanya yg taat dan menyiksa hambanya yg durhaka.”

 

“Ingatlah! Allah telah menjadikan kenikmatan dunia sebagai ujian bagi para nabi dan rasul serta pelajaran bagi umatnya. Sungguh orang yg lalai lagi durhaka kepada Allah menygka bahwa mereka sedang dimuliakan Allah dgn kenikmatan dunia padahal ketika itu mereka sedang dijauhkan dari mengingat Allah. Ingatlah! Waktu ialah seorang tamu yg datang kepadamu dan ia mau berlalu meninggalkanmu. Seandainya engkau memuliakan waktu dgn beribadah dan berbuat baik niscaya waktu mau menjadi saksi kebaikanmu di hari kiamat. Dan seandainya engkau menghinakan waktu dgn bermaksiat dan berbuat buruk niscaya ia mau menjadi saksi keburukanmu di hari kiamat.”

 

“Ingatlah! Sisa umur yg tersisa bagimu di dunia tak ternilai harganya dan tak dapat tergantikan dgn yg lain. Dunia dan seisinya tak mau mampu menyamai nilai satu hari yg tersisa dari usiamu. Maka, jangan engkau tukar sisa usiamu yg sangat bernilai dgn kenikmatan dunia yg hina. Koreksilah dirimu setiap harinya, waspialah atas kenikmatan dunia, jangan sampai engkau menyesal ketika telah datang ajal kematianmu. Semoga nasehat ini bermanfaat bagi kita dan Allah berikan kita akhir hidup yg baik” (Syekh Abu Nu’aim al-Ashbihani, Hilyatul Auliya’ [Kairo: Maktabah at-Taufiqiyyah], 2007, vol. II: 128).

 

Hasan al-Bashri mewasiatkan, “Seandainya engkau tak mampu berpuasa di siang hari dan engkau tak mampu menjalankan shalat malam. Ingatlah! Engkau sedang terbelenggu oleh dosa dan maksiat.”

 

Tokoh kita satu ini wafat pada tahun 110 Hijriah di kota Bashrah. Diceritakan, suatu ketika Malik bin Dinar pernah bercerita tentang mimpinya bertemu Hasan al-Bashri. Dalam mimpi itu Hasan al-Bashri memakai pakaian yg sangat indah dan bersinar wajahnya. “Bukankah engkau telah wafat? Lantas apakah yg membuatmu diberikan Allah derajat yg tinggi ini?” tanya Malik bin Dinar.

 

Hasan al-Bashri menjawab, “Aku diberikan Allah derajat orang-orang yg bertakwa sebab rasa sedihku atas dosa-dosa yg aku lakukan. Katahuilah bahwa orang yg banyak bersedih atas dosa-dosa yg dia perbuat mau mendapatkan banyak kebahagiaan di akhirat” (Syekh Jamaluddin Ibnu Jauzi, Hasan al-Bashri, Zuhduhu wa Mawa’idzuhu [Beirut: Dar an-Nawadir], 2007: 32).

 

Muhammad Tholhah al Fayyadl, mahasiswa jurusan Ushuluddin Universitas al-Azhar Mesir, alumnus Pondok Pesantren Lirboyo


 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.