Cara Allah Cium Bau Mulut Orang Puasa

Puasa berbeda dgn ibadah lainnya. Ibadah yg lain dapat dilihat dgn kasatmata. Sementara puasa hanya pelaku dan Allah SWT yg mengetahui. Manusia dapat saja pura-pura puasa di hadapan manusia.

Kejujuran dan keikhlasan sangatlah utama dalam ibadah puasa. Hanya orang yg jujur dan ikhlas yg dapat mengerjakan ibadah puasa.

Puasa memiliki keistimewaan tersendiri di hadapan Allah. Bahkan dalam sebuah hadits, Allah menyebut puasa yg dilakukan manusia itu sebenarnya ialah buat-Nya dan Allah sendiri yg mau langsung membalasnya. Bahkan dalam hadits riwayat Al-Bukhari dikatakan:

لَخُلُوْفُ فَمِّ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ

Artinya, “Bau mulut orang yg puasa menurut Allah lebih harum ketimbang bau misik (minyak wangi),” (HR Bukhari).

Hadits ini tak dapat dipahami secara tekstual dan lahiriah sebab dapat salah paham. Kalau dipahami secara lahir, dapat berimplikasi pada penyerupaan Allah dgn makhluk.

Kalau kita pahami Allah dapat mencium bau yg harum, berati Allah punya hidung dan tak jauh beda dgn fisik manusia. Padahal itu sangatlah mustahil bagi Allah. Sebab dalam Al-Qur’an disebutkan:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

Artinya, “Tidak ada sesuatu yg serupa dgn Dia, dan Dia Maha Mendengar dan Melihat,” (As-Syura ayat 11).

Jadi jangan sampai kita berpikir Allah punya hidung dan dapat mencium aroma wangi dan busuk seperti halnya manusia. Sebab itu sama saja menyerupakan Allah dan Makhluk. Padahal Allah sangatlah berbeda dgn makhluknya.

Lalu bagaimana memahami hadits di atas? Kiai Ali Mustafa Yaqub dalam At-Thuruqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyah menjelaskan bahwa hadits di atas harus dipahami secara majazi dan tak dapat dipahami secara hakiki.

Kiai Ali mengatakan:

أنهم متفقون على أن هذا الحديث لا يراد به المعنى الحقيقي وإنما يراد به المعنى المجازي

Artinya, “Seluruh ulama sepakat bahwa hadits ini tak dapat dipahami secara hakiki, tapi mesti dipahami secara majazi”

Dengan merujuk pada berbagai pendapat ulama yg otoritarif, Kiai Ali menyimpulkan bahwa makna hadits di atas ialah Allah meridhai dan menyukai orang yg puasa. Jadi, kalimat “Bau mulut orang yg puasa lebih harum di hadapan Allah ketimbang bau misik,” dipahami dgn makna Allah meridhai dan dekat dgn orang yg puasa.

Sebab itu, jangan sampai kita memahami Allah mencium bau mulut orang puasa, sebab itu dapat menjerumuskan kita pada sifat tasybih dan tajsim, yaitu menyamakan Allah dgn makluk-Nya. Hal ini tentu sangat dilarang dalam agama. Wallahu a‘lam. (Hengki Ferdiansyah)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.