Cara Cerdas Imam Syafi’i Terbebas Eksekusi Fitnah Hoaks

Ujian dan cobaan dapat mimpa siapa saja bahkan ulama hebat sekalipun, bahkan Nabi telah terbiasa dgn berbagai macam teror, ejekan, dan tuduhan-tuduhan hoaks. Nah, hoaks itu pun pernah dialami oleh ulama kelas top dunia, Imam Syafii rahimahullah. Hal naas tersebut hampir saja menghilangkan nyawa sang cucu Idris.

Imam Syafii atau Abu Abdillah Muhamad bin Idris (150 H / 767 M) merupakan sosok ulama yg baik budi pekertinya. Pun demikian, akhlak yg baik tak selamannya memperoleh respon yg baik pula. Peristiwa tersebut dialami Imam Syafii saat berada di Yaman. Sudah jadi kebiasaan Imam Syafii, diamanpun selalu berusaha memberikan banyak wawasan keilmuan. Agenda perubahan tersebut terus memperoleh tanggapan positif dari banyak masyarakat dan akademisi, bahkan penguasa Yaman kala itu.

Terang saja, capaian dan prestasi selalu tak melegakan dan membuat sebagian oknum tak terima atas penghormatan yg diperoleh guru Imam Ahmad bin Hambal ini. Orang-orang yg tak suka tersebut mengatur siasat dgn membuat laporan yg tak benar kepada kholifah Harun ar-Rosyid. Mereka mengadukan, bahwa “murid Imam Malik ini sebagai pendukung Abdullah bin al-Mahdli al Mutsanna bin Husein putra Ali kw dan Fatimah ra, cucu rasulullah SAW (alawiyyin)”.

Nah, berita hoaks tersebut berhasil mendorong Harun ar-Rosyid mengeluarkan surat perintah pengamanan dari segala sesuatu yg disinyalir sebagai gerakan separatis kepada pemimpin Yaman. Agar wali Yaman menyerahkan dan memboyoh kelopok alawiyin ke Bagdad. Karena di bawah kekuasaan kholifah, para sindikat separatis dan pemberontak tersebut ditangkap serta diborgol dan digiring ke istana Harun ar-Rasyid, termasuk murid dari murid Abu Hanifah ini pula alias Imam Syafii.

Setelah tiba di hadapan sang Kholifah, gerombolan yg yg didakwa pemberontak satu persatu dimasukkan di sebuah ruangan tertutup dan dipenggal kepalanya. Semua yg telah terdata sebagai kelompok perongrong kekuasaan diekseskusi jagal istana. Melihat itu, Imam Syafii diselimuti rasa cemas dan khawatir atas nasib dirinya. Lantas Imam Syafii berdoa dgn membaca:

“اللهم يالطيف اسألك اللطف فيما جرت به المقادير “ dan doa ini dibaca berulang-ulang sampai tiba giliran pelopor madzhab Syafiiyah ini.

Dengan keadaan terbelenggu Imam Syafii diminta menghadap ke kholifah, lantas dgn tenang terjadi obrolan:

Imam Syafii: “Assalamu alaika Ya Amirol Mukminin …wabarokatuh “ (tanpa warahmatullah).

Harun ar-Rasyid: “Wa alaikas salam warohmatullahi wa barokatuh ! kamu memulai sesuatu sunnah yg tak ada perintahnya, sementara saya menjawab salam sebagaimana seharusnya. Dan heran, beraninya engkau mengatakan sesuatu tanpa perintah dariku?! (sergah Kholifah)”

Imam Syafii: “Sesungguhnya Allah telah berkata dalam kitabnya, 

“وعد الله الذين امنوا منك وعملواالصالحات ليستخلفنهم في الارض كمااستخلف الذين من قبلهم وليمكنن لهم دينهم الذي ارتضى لهم وليبدلنهم من بعد خوفهم امنا “ (An-Nur: 55).

Dan Dialah Dzat saat telah berjanji, pasti menepati, dan Dialah pula yg telah menempatkan (memberikan kedudukan) engkau di buminya, dan telah memberikan keamanan kepadaku saat aku khawatir, pada saat engaku menjawab salam  dgn “wa alaika wa rohmatullah (dan atasmu keselamatan dan rohmat Allah)”, dan tentu Rahmat Allah telah menanungiku melalui anugerahmu (garansimu) wahai Amirul Mukminin ?”

Harun Ar-Rosyid: “Ok, Lantas apa alasanmu perihal telah nampak bahwa temanmu (Abdullah bin Hasan) telah sewenang-wenang (berontak) begitupun para pengikutnya, sementara engkau jadi pemimpinnya?!”

Imam Syafii: “Oh, begini! kalau maksud engkau hendak menginterogasi (mengkonfrmasi) saya, dan tentu saya mau bersikap adil dan jujur apa adanya,akan tetapi kalau keadaan saya terborgol dan terbelenggu begini, njjih susah buat berbicara wahai Amirul Mukminin, pripun ? dan sampon khawatir kalau saja mau bersikap tak fair dgn anda, So, saya mau bersikap tunduk dgn duduk sambil berlutut dihadapanmu!”

Mendengar permintaan tersebut Harun ar-Rasyid menoleh dan meminta putranya buat melaksanakan permohonan yg diajukan oleh Imam Syafii. Dalam kondis berlutut, Imam Syafii berucap, 

“ياايهاالذين امنوا ان جاءكم فاسق بنبإ فتبينوا “ (Al-Hujurat: 6)

Hanya Allah, bahwa apa yg telah orang tersebut (pendengki) telah memprovokasi anda dgn berita yg anda terima, ketahuliah bahwa kehormatanku ialah kehormatan islam dan keturunan (orang) biasa, cukup itu yg jadi perantara saya selama ini, sementara engkau lebih berhak mengambil adab-adab dalam kitab Allah. Karena anda ialah putra dari paman Rasulullah SAW yg pembela agama dan penjaga ajaran-ajaranya.

Pengakuan Imam Syafii membuat Harun ar-Rasyid bertepuk tangan seraya berkata : “agar supaya deritamu berkurang dan longgar jiwamu, sesungguhnya kami ialah orang-orang yg mau merawat kerabatmu dgn hak-haknya begitupun ilmu yg kamu miliki. Sang Kholifah meminta Imam Syafii buat duduk dgn nyaman. Lantas Harun ar-Rasyid bertanya:

Harun ar-Rasyid: Bagaimana Ilmumu (wawasanmu) wahai Syafii, terhadap Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, keduanya sesuatu hal yg pertama dan utama buat dimengerti?”

Imam Syafii: “Kitab yg mana yg anda maksudkan wahai amirul mukminin, sementara banyak kitab yg telah diturunan oleh-Nya?” (timpal Syafii pede) (olahan penterjemah)

Harun ar-Rasyid: “Bagus! tentu saja, yg saya maksudkan ialah kitab yg telah diturunan kepada putra pamanku Muhammad SAW, wahai Syafii?” (jelas Harun)

Imam Syafii: “Ohh, begitu ya! Ilmu-ilmu tentang Al-Qur’an sungguh banyak, apakah anda hendak tahu muhkam, mutasyabih, taqdim, ta’khir atau tentang nasikh, mansukh, dan lain-lain.  Tanpa banyak basa-basi, Imam Syafii menerangkan dgn seksama wawasan tentang Al-Qur’an dgn sebaik-baiknya, hingga seluruh yg hadir takjub dan terpesona (heboh).

Kemudian, Harun ar-Rasyid merubah ke pertanyaan-pertanyaan tentang berbagai disiplin ilmu: falak, kedokteran, dan ilmu psigonomi (firasat) dan semacamnya. Dan pertanyaan apapun yg ditujukan padanya berhasil dijawab dgn baik dan maksimal oleh Imam Syafii hingga membuat Harun ar Rasyid (Kholifah) gembira dan bahagia.

Lantas, kholifah meminta nasehat buatnya. Imam Syafii pun memberikan nasihat kepada Harun ar-Rasyid, hingga membuat hati kholifah gemetar dan menangis tersedu-sedu. Meskipun para sebagian punggawa istana masih kurang terima, namun Imam Syafii tetap melanjtkan permohonan nasehat oleh Kholifah. Dan akhirnya, Imam Syafii terbebas dari segala tuduhan hoax dan fitnah dari orang-orang yg tak suka kepadanya dan selamatlah dari eksekusi. ( والله اعلم بالصواب ). Al-fatihah.

Ali Makhrus, Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hdayatullah Jakarta.

Kisah diambil dan diolah dari muqoddimah kitab “al-Umm” Cet. I, tashih oleh Muhammad Zuhri an-Najjar (Ulama Azhar), Kairo: Maktabah Kulliyat al-Azhariyah, 1961 M / 1381 H.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.