Khutbah I
الØَمْد٠لله٠الَّذÙيْ أَنْزَلَ السَّكÙيْنَةَ عَلَى Ù‚ÙÙ„Ùوْب٠اْلمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ المÙؤْمÙÙ†Ùيْنَ، وَجَعَلَ الضّÙياَقَ عَلَى Ù‚ÙÙ„Ùوْب٠الْمÙنَاÙÙÙ‚Ùيْنَ وَالْكَاÙÙرÙيْنَ. أَشْهَد٠أَنْ لَا Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‡ÙŽ Ø¥Ùلَّا الله٠الْمَلÙك٠اْلØَقّ٠اْلمÙبÙيْنÙ. وَأَشْهَد٠أَنَّ Ù…ÙØَمَّدًا عَبْدÙه٠وَرَسÙوْلÙه٠الصَّادÙق٠الْوَعْد٠الأَمÙيْنÙ. اللَّهÙمَّ صَلّ٠وَسَلمّ٠عَلَى سَيّÙدÙنَا وَمَوْلَانَا Ù…ÙØَمَّد٠المَبْعÙوْث٠رَØْمَةً Ù„ÙلْعَالَمÙيْنَ وَعَلَى آلÙه٠وَصَØْبÙه٠وَالتَّابÙعÙيْنَ لَاØَوْلَ وَلَاقÙوَّةَ Ø¥Ùلَّا بÙالله٠اْلعَلÙيّ٠اْلعَظÙيْمÙ. أَمَّا بَعْدÙ
أَيّÙهاَ اْلØَاضÙرÙوْنَ اْلمÙسْلÙÙ…Ùوْنَ رَØÙÙ…ÙŽÙƒÙم٠الله٠أÙوْصÙيْكÙمْ ÙˆÙŽØ¥Ùيَّايَ بÙتَقْوَى اللهÙ. قَالَ الله٠تَعَالىَ ÙÙÙŠ ÙƒÙتَابÙه٠الْكَرÙيْمÙ: ÙˆÙŽÙ…ÙŽÙ† يَتَّق٠اللَّهَ يَجْعَل لَّه٠مَخْرَجًا وَيَرْزÙقْه٠مÙنْ Øَيْث٠لَا ÙŠÙŽØْتَسÙبÙ
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Nafsu merupakan bagian dari makhluk Allah. Dengan berbekal nafsu pula manusia dapat menjalankan kehidupannya secara wajar sebagai makhluk hidup yg hidup di alam dunia. Berbagai kebutuhan penting manusia, seperti makan, minum, tidur, menikah, dan lain sebagainya, melibatkan nafsu di dalamnya. Karena itu, secara alamiah nafsu bukanlah hal yg mutlak buruk.
Namun demikian, nafsu memiliki kecederungan-kecenderungan buat menyimpang. Kerena itu, dalam Islam terkandung anjuran kuat buat mengendalikan nafsu. Memang manusia tak diperintahkan buat memusnahkannya, namun nafsu harus memegang kuasa penuh atasnya supaya selamat dari jebakan dan godaan-godaannya yg menjerumuskan.
Pilihannya hanya dua, apakah kita menguasai nafsu atau justru dikuasai oleh nafsu. Dua pilihan ini pula yg menentukan apakah kita mau memperoleh kebahagiaan hakiki atau tak. Imam Abu Hamid al-Ghazali pernah mengatakan dalam kitab Ihyâ’ ‘Ûlûmiddîn:
السَّعَادَة٠كÙلّÙهَا ÙÙÙŠ أَنْ يَمْلÙÙƒÙŽ الرَّجÙÙ„Ù Ù†ÙŽÙْسَه٠وَالشَّــقَــاوَة٠ÙÙÙŠ أَنْ تَمْـلÙـكَـــه٠نَÙْـسÙــــهÙ
“Kebahagiaan ialah ketika seseorang mampu menguasai nafsunya. Kesengsaraan ialah saat seseorang dikuiasai nafsunya.â€
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Tentu saja, usaha mengendalikan nafsu ini bukan perkejaan yg mudah. Karakter nafsu yg tak tampak dan kerapkali membawa efek kenikmatan menjadikannya sebagai musuh paling sulit buat diperangi. Rasulullah sendiri mengistilahkan ikhtiar pengendalian nafsu ini dgn “jihadâ€, yakni jihâdun nafsi.
Sepulang dari perang badar, Nabi ï·º bersabda, “Kalian semua pulang dari sebuah pertempuran kecil dan bakal menghadapi pertempuran yg lebih besar. Lalu ditanyakan kepada Rasulullah ï·º, ‘Apakah pertempuran akbar itu, wahai Rasulullah?’ Rasul menjawab, ‘jihad (memerangi) hawa nafsu’.â€
Nafsu menjadi musuh paling berat dan berbahaya sebab yg dihadapi ialah diri sendiri. Ia menyelinap ke dalam diri hamba yg lalai, lalu memunculkan perilaku-perilaku tercela, seperti ujub, pamer, iri, meremehkan orang lain, dusta, khianat, memakan penghasilan haram, dan seterusnya.
Lantas, bagaimana cara efektif yg dapat kita ikhtiarkan buat jihâdun nafsi, jihad mengendalikan nafsu ini?
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Dalam Futuhat Al-Makkiyah karya Muhyiddin ibn Arabi, diceritakan bahwa ketika pertama kali menciptakan nafsu, Allah bertanya, “Siapa Aku?”. Nafsu membangkang dan malah balik bertanya, “Siapa pula aku ini”.
Allah ï·» murka, kemudian memasukkan nafsu dalam lautan lapar sampai seribu tahun. Kemudian dientas dan ditanya lagi, “Siapa Aku?”. Setelah dihajar dgn lapar barulah nafsu mengakui siapa dirinya dan Tuhannya. “Engkau ialah Tuhanku Yang Maha Agung, dan aku hamba-Mu yg lemah”.
Sejalan dgn itu, Abu Sulaiman Ad-Daroni juga berkata, “Kunci dunia ialah kenyg dan kunci akhirat ialah lapar.” Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani dalam kitab al-Minahus Saniyyah menjelaskan bahwa maksud dari perkataan ini ialah: Allah memberikan ilmu dan kebijaksanaan (hikmah) pada orang-orang yg berpuasa dan menjadikan kebodohan dan tindak kemaksiatan pada mereka yg kenyg. Makan kenyg dan nafsu ialah dua komponen yg saling mendukung.
Terkait hal ini, menurut Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani, hal pertama yg penting dilakukan buat mengendalikan hawa nafsu ialah melalui puasa. Nafsu ibarat kayu kering, sementara makanan ialah bahan bakarnya. Api yg menjalar pada kayu itu mau kian berkobar manakala bahan bakar disuplai tanpa batas. Untuk memadamkannya, perlu strategi buat mengurangi, bahkan menghabiskan, bahan bakar tersebut.
Secara luas, berpuasa juga dapat dimaknai menahan diri dari berbagai kemauan-kemauan yg tak terlalu penting. Meskipun halal, mencegah diri—misalnya—dari kemauan baju baru yg lebih mewah dari yg telah ada termasuk cara kita buat menguasai nafsu. Contoh lainnya: menyisihkan harta buat membantu orang lain yg butuh ketimbang buat membeli perhiasan, dan sejenisnya. Sikap-sikap seperti ini dalam jangka panjang mau menjauhkan hati manusia dari sikap tamak, mau menang sendiri, egois, dan lain sebagainya.
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Cara kedua buat menundukkan hawa nafsu sebagaimana tertuang dalam al-Minahus Saniyyah ialah mengurangi tidur. Ini bukan berarti kita begadang dgn ragam kegiatan yg mubazir. Tidur, sebagaimana juga makanan, dapat menjadi sumber yg menutup kejernihan kita dalam menerima cahaya Tuhan. Mengurangi tidur berarti bergiat bagun menunaikan shalat malam, memperbanyak dzikir, serta bermunajat kepada Allah, dan kegiatan-kegiatan “berat” lainnya.
Rasululah ï·º bersabda:
عَلَيْكÙمْ بÙÙ‚Ùيَام٠اللَّيْل٠، ÙÙŽØ¥Ùنَّه٠دَأْب٠الصَّالÙØÙينَ قَبْلَكÙمْ ØŒ ÙˆÙŽÙ‡ÙÙˆÙŽ Ù‚Ùرْبَةٌ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ رَبّÙÙƒÙمْ ØŒ وَمَكْÙَرَةٌ Ù„ÙلسَّيّÙئَات٠، وَمَنْهَاةٌ Ù„ÙلإÙثْمÙ
“Laksanakanlah qiyamul lail (shalat malam) sebab ia merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian, mendekatkan kepada Rabb kalian, menghapus dosa-dosa kalian, dan menjauhkan kalian dari berbuat dosa.†(HR at-Tirmidzi)
Bisa dikatakan, nafsu ibarat hewan beringas dan nakal. Untuk menjinakkannya, menjadikan hewan itu lapar dan payah merupakan pilihan strategi yg efektif. Selama proses penundukkan itu, nafsu mesti disibukkan dgn hal-hal positif supaya semakin jinak dan tak buas.
Untuk menjernihkan rohani, Syekh Abu Hasan Al-Azzaz rahimahullah pernah mengingatkan tiga hal, yakni tak makan kecuali di waktu sangat lapar, tak tidur kecuali sangat kantuk, dan tak berbicara kecuali bila sangat perlu.
Kekayaan, makanan, dan tidur ialah tiga hal yg sangat akrab dgn keseharian kita. Saking akrabnya kadang kita tak merasakan ada masalah dalam tiga hal ini. Padahal—sebab statusnya yg mubah—kerap kali kita mengumbar begitu saja kemauan-kemauan kita hingga terlena bahwa apa yg kita lakukan sama seperti menumpuk-numpuk kabut pekat dalam hati kita. Lama-lama kalbu kita pun semakin gelap, sehingga mudah sekali dikuasai nafsu buruk yg telah dicegah.
Semoga kita dikaruniai kekuatan buat senantiasa bertobat, terbuai dgn kenikmatan yg fana, sadar mau kewajiban sebagai hamba, dan kelak meraih kebahagiaan hakiki berjumpa dgn Allah ﷺ. Âmîn. Wallâhu a‘lam bish shawâb.
بَارَكَ الله Ù„ÙÙŠ ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙƒÙمْ ÙÙÙ‰ اْلقÙرْآن٠اْلعَظÙيْمÙØŒ ÙˆÙŽÙ†ÙŽÙَعَنÙÙŠ ÙˆÙŽØ¥ÙيَّاكÙمْ بÙمَاÙÙيْه٠مÙنْ آيَة٠وَذÙكْر٠الْØÙŽÙƒÙيْم٠وَتَقَبَّلَ الله٠مÙنَّا ÙˆÙŽÙ…ÙنْكÙمْ تÙلاَوَتَه٠وَإÙنَّه٠هÙÙˆÙŽ السَّمÙيْع٠العَلÙيْمÙØŒ ÙˆÙŽØ£ÙŽÙ‚Ùوْل٠قَوْلÙÙŠ هَذَا ÙَأسْتَغْÙÙر٠اللهَ العَظÙيْمَ Ø¥Ùنَّه٠هÙÙˆÙŽ الغَÙÙوْر٠الرَّØÙيْم
Khutbah II
اَلْØَمْد٠لله٠عَلىَ Ø¥ÙØْسَانÙه٠وَالشّÙكْر٠لَه٠عَلىَ تَوْÙÙيْقÙه٠وَاÙمْتÙنَانÙÙ‡Ù. وَأَشْهَد٠أَنْ لاَ اÙÙ„ÙŽÙ‡ÙŽ Ø¥Ùلاَّ الله٠وَالله٠وَØْدَه٠لاَ شَرÙيْكَ لَه٠وَأَشْهَد٠أنَّ سَيّÙدَنَا Ù…ÙØَمَّدًا عَبْدÙه٠وَرَسÙوْلÙه٠الدَّاعÙÙ‰ إلىَ رÙضْوَانÙÙ‡Ù. اللهÙمَّ صَلّ٠عَلَى سَيّÙدÙنَا Ù…ÙØَمَّد٠وÙعَلَى اَلÙه٠وَأَصْØَابÙه٠وَسَلّÙمْ تَسْلÙيْمًا ÙƒÙثيْرًا
أَمَّا بَعْد٠Ùَياَ اَيّÙهَا النَّاس٠اÙتَّقÙوا اللهَ ÙÙيْمَا أَمَرَ وَانْتَهÙوْا عَمَّا Ù†ÙŽÙ‡ÙŽÙ‰ وَاعْلَمÙوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكÙمْ بÙأَمْر٠بَدَأَ ÙÙيْه٠بÙÙ†ÙŽÙْسÙه٠وَثَـنَى بÙمَلآ ئÙكَتÙه٠بÙÙ‚ÙدْسÙه٠وَقَالَ تَعاَلَى Ø¥Ùنَّ اللهَ وَمَلآئÙكَتَه٠يÙصَلّÙوْنَ عَلىَ النَّبÙÙ‰ يآ اَيّÙهَا الَّذÙيْنَ آمَنÙوْا صَلّÙوْا عَلَيْه٠وَسَلّÙÙ…Ùوْا تَسْلÙيْمًا. اللهÙمَّ صَلّ٠عَلَى سَيّÙدÙنَا Ù…ÙØَمَّد٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلّÙمْ وَعَلَى آل٠سَيّÙدÙناَ Ù…ÙØَمَّد٠وَعَلَى اَنْبÙيآئÙÙƒÙŽ وَرÙسÙÙ„ÙÙƒÙŽ وَمَلآئÙكَة٠اْلمÙقَرَّبÙيْنَ وَارْضَ اللّهÙمَّ عَن٠اْلخÙÙ„ÙŽÙَاء٠الرَّاشÙدÙيْنَ أَبÙÙ‰ بَكْر٠وَعÙمَر وَعÙثْمَان وَعَلÙÙ‰ وَعَنْ بَقÙيَّة٠الصَّØَابَة٠وَالتَّابÙعÙيْنَ وَتَابÙعÙÙŠ التَّابÙعÙيْنَ Ù„ÙŽÙ‡Ùمْ بÙاÙØْسَان٠اÙلَىيَوْم٠الدّÙيْن٠وَارْضَ عَنَّا مَعَهÙمْ بÙرَØْمَتÙÙƒÙŽ يَا أَرْØÙŽÙ…ÙŽ الرَّاØÙÙ…Ùيْنَ
اَللهÙمَّ اغْÙÙرْ Ù„ÙلْمÙؤْمÙÙ†Ùيْنَ وَاْلمÙؤْمÙنَات٠وَاْلمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ وَاْلمÙسْلÙمَات٠اَلاَØْيآء٠مÙنْهÙمْ وَاْلاَمْوَات٠اللهÙمَّ أَعÙزَّ اْلإÙسْلاَمَ وَاْلمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ ÙˆÙŽØ£ÙŽØ°Ùلَّ الشّÙرْكَ وَاْلمÙشْرÙÙƒÙيْنَ وَانْصÙرْ عÙبَادَكَ اْلمÙÙˆÙŽØÙ‘ÙدÙيَّةَ وَانْصÙرْ مَنْ نَصَرَ الدّÙيْنَ وَاخْذÙلْ مَنْ خَذَلَ اْلمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ ÙˆÙŽ دَمّÙرْ أَعْدَاءَ الدّÙيْن٠وَاعْل٠كَلÙمَاتÙÙƒÙŽ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ يَوْمَ الدّÙيْنÙ. اللهÙمَّ ادْÙَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزÙÙ„ÙŽ وَاْلمÙØÙŽÙ†ÙŽ وَسÙوْءَ اْلÙÙتْنَة٠وَاْلمÙØÙŽÙ†ÙŽ مَا ظَهَرَ Ù…Ùنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدÙنَا اÙنْدÙونÙيْسÙيَّا خآصَّةً وَسَائÙر٠اْلبÙلْدَان٠اْلمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمÙيْنَ. رَبَّنَا آتÙناَ ÙÙÙ‰ الدّÙنْيَا Øَسَنَةً ÙˆÙŽÙÙÙ‰ اْلآخÙرَة٠Øَسَنَةً ÙˆÙŽÙ‚Ùنَا عَذَابَ النَّارÙ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْÙÙسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْÙÙرْ لَنَا وَتَرْØَمْنَا Ù„ÙŽÙ†ÙŽÙƒÙوْنَنَّ Ù…ÙÙ†ÙŽ اْلخَاسÙرÙيْنَ. عÙبَادَالله٠! Ø¥Ùنَّ اللهَ يَأْمÙرÙنَا بÙاْلعَدْل٠وَاْلإÙØْسَان٠وَإÙيْتآء٠ذÙÙŠ اْلقÙرْبىَ وَيَنْهَى عَن٠اْلÙÙŽØْشآء٠وَاْلمÙنْكَر٠وَاْلبَغْي يَعÙظÙÙƒÙمْ لَعَلَّكÙمْ تَذَكَّرÙوْنَ وَاذْكÙرÙوا اللهَ اْلعَظÙيْمَ يَذْكÙرْكÙمْ وَاشْكÙرÙوْه٠عَلىَ Ù†ÙعَمÙه٠يَزÙدْكÙمْ ÙˆÙŽÙ„ÙŽØ°Ùكْر٠الله٠أَكْبَرْ
Alif Budi Luhur
Uncategorized