Fasal Tentang Tahlil (2)

Mereka yg mempunyai anggapan bahwa doa kepada mayit tak sampai sepertinya hanya secara tekstual (harfiyah) memahami suatu dalil tanpa menghubungkan dgn dalil-dalil lainnya.

Sehingga kesimpulan yg mereka ambil mengenai do’a, bacaan Al-Qur’an, shadaqoh dan tahlil tak berguna bagi orang yg telah meninggal. Dalam ayat lain Allah SWT menyatakan bahwa orang yg telah meninggal dapat menerima manfaat doa yg dikirimkan oleh orang yg masih hidup. Allah SWT berfirman:
 

وَالَّذِيْنَ جَاءُوْامِنْ بَعْدِ هِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَااغْفِرْلَنَا وَلإخَْوَانِنَاالَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإَْيْمَانِ……

<>
“Dan orang-orang yg datang setelah mereka, berkata: Yaa Tuhan kami, ampunilah kami dan ampunilah saudara-saudara kami yg telah mendahului kami dgn beriman.” (QS Al-Hasyr 59: 10)

1. ٍAyat ini menunjunkkan bahwa doa generasi berikut dapat sampai kepada generasi pendahulunya yg telah meninggal. Begitu juga keterangan dalam kitab “At-Tawassul” karangan As-Syaikh Albani menyatakan: “Bertawassul yg diizinkan dalam syara’ ialah tawassul dgn nama-nama dan sifat-sifat Allah, tawassul dgn amalan soleh dan tawassul dgn doa orang shaleh.”

2. Mukjizat para nabi, karomah para wali dan ma’unah para ulama tak terputus dgn kematian mereka. Dalam kitab Syawahidu al Haq, karya Syeikh Yusuf Ibn Ismail an-Nabhani: 118 dinyatakan:
 

وَيَجُوزُ التَّوَسُّلُ بِهِمْ إلَى اللهِ تَعَالَى ، وَالإِسْتِغَاثَةُ بِالأنْبِيَاءِ وَالمُرْسَلِيْنَ وَالعُلَمَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ بَعْدَ مَوتِهِمْ لأَنَّ مُعْجِزَةَ الأَنْبِيَاءِ وَكَرَمَاتِ الأَولِيَاءِ لاَتَنْقَطِعُ بِالمَوتِ

“Boleh bertawassul dgn mereka (para nabi dan wali) buat memohon kepada Allah SWT dan boleh meminta pertolongan dgn perantara para Nabi, Rasul, para ulama dan orang-orang yg shalih setelah mereka wafat, sebab mukjizat para Nabi dan karomah para wali itu taklah terputus sebab kematian.”(Syeikh Yusuf Ibn Ismail an-Nabhani, Syawahidul Haq, (Jakarta: Dinamika Berkah Utama, t.th), h. 118)

3. Dasar hukum yg menerangkan bahwa pahala dari bacaan yg dilakukan oleh keluarga mayit atau orang lain itu dapat sampai kepada si mayit yg dikirimi pahala dari bacaan tersebut ialah banyak sekali. Antara lain hadits yg dikemukakan oleh Dr. Ahmad as-Syarbashi, guru besar pada Universitas al-Azhar, dalam kitabnya, Yas`aluunaka fid Diini wal Hayaah juz 1 : 442, sebagai berikut:

 

 

وَقَدِ اسْتَدَلَّ الفُقَهَاءُ عَلَى هَذَا بِأَنَّ أَحَدَ الصَّحَابَةِ سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّم فَقَالَ لَهُ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّا نَتَصَدَّقُ عَنْ مَوتَانَا وَنُحَجُّ عَنْهُمْ وَنَدعُو لَهُمْ هَلْْ يَصِلُ ذَلِكَ إِلَيْهِمْ؟ قَالَ: نَعَمْ إِنَّهُ لَيَصِلُ إِلَيْهِمْ وَإِنَّهُمْ لَيَفْرَحُوْنَ بِهِ كَمَا يَفْرَحُ اَحَدُكُم بِالطَّبَقِ إِذَا أُهْدِيَ إِلَيْهِ!

“Sungguh para ahli fiqh telah berargumentasi atas kiriman pahala ibadah itu dapat sampai kepada orang yg telah meninggal dunia, dgn hadist bahwa sesungguhnya ada salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, seraya berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami bersedekah buat keluarga kami yg telah mati, kami melakukan haji buat mereka dan kami berdoa bagi mereka; apakah hal tersebut pahalanya dapat sampai kepada mereka? Rasulullah saw bersabda: Ya! Sungguh pahala dari ibadah itu benar-benar mau sampai kepada mereka dan sesungguhnya mereka itu benar-benar bergembira dgn kiriman pahala tersebut, sebagaimana salah seorang dari kamu sekalian bergembira dgn hadiah apabila hadiah tersebut dikirimkan kepadanya!”

Sedangkan Memberi jamuan yg biasa diadakan ketika ada orang meninggal, hukumnya boleh (mubah), dan menurut mayoritas ulama bahwa memberi jamuan itu termasuk ibadah yg terpuji dan dianjurkan. Sebab, bila dilihat dari segi jamuannya termasuk sedekah yg dianjurkan oleh Islam yg pahalanya dihadiahkan pada orang telah meninggal. Dan lebih dari itu, ada tujuan lain yg ada di balik jamuan tersebut, yaitu ikramud dla`if (menghormati tamu), bersabar menghadapi musibah dan tak menampakkan rasa susah dan gelisah kepada orang lain.

Ketiga hal tersebut, semuanaya termasuk ibadah dan perbuatan taat yg diridlai oleh Allah AWT. Syaikh Nawawi dan Syaikh Isma’il menyatakan: “Bersedekah buat orang yg telah meninggal dunia itu sunnah (matlub), tetapi hal itu tak harus dikaitkan dgn hari-hari yg telah mentradisi di suatu komunitas masyarakat dan acara tersebut dimaksudkan buat meratapi mayit.

 

 

 

 

وَالتَّصَدُّقُ عَنِ المَيِّتِ بِوَجْهٍ شَرْعِيٍ مَطْلُوْبٌ وَلاَ يَتَقَيَّدُ بِكَوْنِهِ فِىْ سَبْعَةِ أَيَّامٍ أَوْ أَكْثَرَ أَوْ أَقَلَّ وَتَقْيِيْدُ بَعْضِ الأَيَّامِ مِنَ العَوَائِدِ فَقَطْ كَمَا أَفْتىَ بِذَالِكَ السَيِّدُ اَحْمَد دَحْلاَنْ وَقَدْ جَرَتْ عَادَةُ النَّاسِ بِالتَّصَدُّقِ عَنِ المَيِّتِ فِىْثاَلِثٍ مِنْ مَوْتِهِ وَفِىْسَابِعٍ وَفِىْ تَمَامِ العِشْرِيْنَ وَفِى الأَرْبَعِيْنَ وَفِى المِائَةِ وَبَعْدَ ذَالِكَ يَفْعَلُ كُلَّ سَنَةٍ حَوْلاً فِىْ يَوْمِ المَوْتِ

“Memberi jamuan secara syara’ (yg pahalanya) diberikan kepada mayyit dianjurkan (sunnah). Acara tersebut tak terikat dgn waktu tertentu seperti tujuh hari. Maka memberi jamuan pada hari ketiga, ketujuh, kedua puluh, ke empat puluh, dan tahunan (hawl) dari kematian mayyit merupakat kebiasaan (adat) saja. (Nihayatuz Zain: 281 , I’anatuth-thalibin, Juz II: 166)

 

 

 

 

HM Cholil Nafis MA
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU

 

 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.