Gambaran Kekayaan Qarun & Nasib Tragis akibat Kesombongannya

Siapa yg tak mendengar nama Qarun. Seorang sosok kaya raya di zaman Nabi Musa, tapi namanya melegenda hingga sekarang, kisahnya diabadikan dalam Al-Quran, bahkan menjadi peribahasa atau ungkapan di masyarakat guna menggambarkan seseorang yg mirip dgn tabiatnya atau menisbatkan harta yg ditemukan terpendam dalam tanah. “Dasar Qarun…!” atau “Wah, itu harta Qarun!” Dua ungkapan itu mungkin yg paling sering terdengar di masyarakat.

 

Saygnya, ketenaran nama Qarun bukan sebab kebaikannya, namun sebab kesombongan, kekikiran, dan nasib tragis yg dialaminya. Lantas apa yg menyebabkan dirinya sombong?

 

Jika menelaah ayat-ayat yg mengisahkannya, penyebab kesombongannya ialah harta kekayaannya yg sangat melimpah. Ia lupa terhadap Dzat yg menganugerahinya. Alih-alih bersyukur, ia justru bersikap arogan, kikir kepada kaumnya, dan menentang perintah Tuhannya. Demikian yg digambarkan dalam ayat Al-Quran berikut ini.

 

إِنَّ قارُونَ كانَ مِنْ قَوْمِ مُوسى فَبَغى عَلَيْهِمْ وَآتَيْناهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفاتِحَهُ لَتَنُوأُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ

 

Sesungguhnya Qarun ialah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yg kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yg kuat-kuat. (QS. Al-Qashash [28]: 76).

 

Disebutkan oleh Ibnu Juraij, nama lengkap sosok kaya raya itu Qarun ibn Yash-har ibn Qahits ibn Lawi ibn Ya‘qub. Ia merupakan putra paman atau sepupu Nabi Musa ‘alaihissalam. Pasalnya, Nabi Musa ‘alaihissalam sendiri ialah putra ‘Imran, sedangkan ‘Imran ialah putra Qahits. Dengan kata lain, Qarun masih satu kakek dgn Nabi Musa ‘alaihissalam, yakni kakek Qahits.

 

Baca juga: Kisah Kematian ‘Alqamah yg Mementingkan Istri ketimbang Ibunya

 

Sementara jumlah kekayaannya sangatlah melimpah. Saking melimpahnya, sekelompok orang yg kuat keberatan membawa kunci-kunci gudangnya. Dalam riwayat Khaitsamah disebutkan, buat mengangkut kunci gudang kekayaan Qarun dibutuhkan 60 bighal (sejenis kuda kecil). Ukuran kuncinya sebesar jari. Bahannya terbuat dari kulit. Dan setiap kunci digunakan buat satu gudang. (Lihat: Tafsir Ath-Thabari, Jilid 19, hal. 617). Walhasil, betapa melimpahnya kekayaan yg dimiliki Qarun!

 

Namun, di balik kekayaannya, Qarun seorang sosok sombong dan gemar pamer kemegahan. Itu pula yg dikisahkan dalam ayat berikutnya, “Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya.” Para ulama tafsir menjelaskan, Qarun keluar dgn baju mewah diiring dgn tiga ratus gadis berbaju merah dan 4 ribu kendaraan kuda. Tak heran iring-iringan Qarun itu mengundang decak kagum mereka yg gandrung terhadap harta kekayaan, sebagaimana yg terekam ayat Al-Quran, “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yg telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yg besar,” (QS. Al-Qashash [28]: 79).

 

Namun, tak sedikit kaumnya yg mengingatkan, “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tak menyukai orang-orang yg terlalu membanggakan diri (farihin).” Sebagian ulama menafsirkan, istilah “farihin” di sana juga berarti takabur, zalim, berbuat kerusakan, arogan, dan tak mau bersyukur terhadap nikmat. (Lihat: Tafsir Ath-Thabari, Jilid 19, hal. 623).

 

Tak hanya itu, Qarun juga seorang kaya raya yg sangat kikir dan menolak mengeluarkan zakat. Hal itu seperti yg diungkap oleh Ibnu Abbas. Disebutkan, ketika datang perintah zakat, Nabi Musa ‘alaihissalam pergi menemui Qarun dan memerintahnya mengeluarkan zakat sebesar satu dinar dari setiap seribu dinar hartanya, satu dirham dari setiap seribu dirham, satu kambing dari setiap seribu kambing, dan seterunya.

 

Setelah Qarun menghitung seluruh hartanya, ternyata jumlah zakatnya sangat besar. Kekikiran dan kegandrungannya pun mulai menghalangi hatinya buat mengeluarkan zakat. Alih-alih mengeluarkan zakat, ia malah mengumpulkan sekelompok bani Israil dan mencoreng nama baik Nabi Musa ‘alaihissalam. Ia berkata, “Selama ini kalian taat terhadap apa yg diperintahkan Musa. Tahukah kalian, sekarang Musa mau mengambil harta kalian.” Mereka menjawab, “Engkau ialah pembesar dan pemimpin kami. Perintahlah kami apa pun yg engkau mau.” (Lihat: Ruhul Bayan, jilid 6, hal. 435).

 

Akibat kesombongan dan kekikirannya, Qarun pun ditenggelamkan ke dalam bumi. Demikian seperti yg diungkap dalam Al-Quran.

 

فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِينَ

 

Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tak ada baginya suatu golongan pun yg menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiialah ia termasuk orang-orang (yg dapat) membela (diri),” (QS. Al-Qashash [28]: 81).

 

Kala itu, Allah menurunkan wahyu kepada Musa ‘alaihissalam buat memerintah bumi apa pun yg dimaukannya. Begitu Nabi Musa ‘alaihissalam datang dgn wajah sangat marah, barulah Qarun merajuk, “Wahai Musa, saygilah aku.” Sementara Nabi Musa ‘alaihissalam tak bergeming.

 

Beliau lantas berkata pada bumi, “Wahai bumi, ambillah mereka!” Seketika, rumah Qarun mulai bergetar. Qarun dan antek-anteknya mulai dibenamkan hingga bagian lututnya. Rumahnya ikut turun sedalam lutut. Qarun kembali merajuk, “Saygilah aku, Musa!” Rumahnya kembali berguncang. Kini Qarun dan kawan-kawannya kembali terbenam hingga bagian pusar. Demikian pula rumahnya. Qarun terus merajuk, “Wahai Musa, saygilah aku.” Sementara Nabi Musa ‘alaihissalam kembali meminta bumi, “Wahai bumi, ambillah mereka!”

 

Rumah Qarun berguncang lagi. Sementara Qarun dan kawan-kawannya terus terbenam hingga bagian tenggorokannya. Demikian pula rumahnya. Qarun lagi-lagi menjerit, “Wahai Musa, saygilah aku.” Namun Nabi Musa ‘alaihissalam tak bergeming. Beliau terus meminta bumi menelannya. Hingga akhirnya Qarun dan kawan-kawannya hilang seluruhnya ditelan bumi. Tak lama terdengar suara, “Wahai Musa, apa yg membuatmu bersikap demikian? Padahal demi kemuliaan-Ku, andai dia (Qarun) berdoa kepada-Ku, niscaya mau Aku rahmati.” (Lihat: Tafsir Ibnu Abi Hatim, jilid 9, hal. 3019).

 

Ibnu Abbas meriwayatkan, sampai hari Kiamat, Qarun mau ditenggelamkan bumi hingga lapisan ketujuh. Sementara Ibnu Juraij menyebutkan, setiap hari ia ditenggelamkan setinggi tubuhnya. Namun, walau sampai hari Kiamat, ia tak mau sampai ke lapisan bumi paling bawah. (Lihat: Al-Hidayah ila Bulugh al-Hidayah, jilid 8, hal. 5580). Wallahu ‘alam.

 

 

 

 

Penulis : M. Tatam

Editor : Mahbib

 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.