Hukum Beragama dgn Rujukan Langsung Al-Quran & Hadits

Assalamu ’alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online yg kami hormati. Kadang kami menjumpai ada seorang yg kadar pengetahuan agamanya masih meragukan sebab memang baru belajar Islam belum lama tetapi ia dgn percaya diri mengatakan, “Saya tak mengikuti salah satu madzhab manapun, saya hanya mengamalkan apa yg disampaikan Al-Quran dan Sunah.”

Ketika ada orang lain yg memberikan penjelasan dgn merujuk kepada ulama yg kompeten dalam bidangnya, ia enggan menerimanya. Hal ini sebab disebabkan ia merasa telah dapat memahami kandungan ayat atau hadits yg ia sampaikan. Yang mau kami tanyakan apakah sikap orang tersebut dapat dibolehkan? Wassalamu ’alaikum. wr. wb. (Nama Dirahasiakan/Jakarta)

Jawaban
Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yg budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Pengambilan putusan hukum dgn langsung merujuk pada nash Al-Quran maupun hadits ialah pekerjaan yg tak dapat dilakukan sembarang orang. Hanya orang-orang yg memiliki daya intektual yg memadai dgn ketentuan-ketentuan yg ketat.

Karena memang faktanya memahami sebuah ayat atau hadits bukanlah pekerjaan mudah, dibutuhkan penguasaan berbagai disiplin ilmu seperti ilmu tafsir, ilmu mushtalahul hadits, sharaf, nahwu, dan lain sebagainya. Di samping itu yg tak kalah pentingnya ialah menelisik pandangan-pandangan ulama sebelumnya yg mu’tabar.

Misalnya ketika kita berbicara tentang status hukum kejadian tertentu dgn merujuk kepada Al-Quran atau hadits, maka salah satu hal yg tak dapat diabaikan ialah memperhatikan pandangan para fuqaha terdahulu tentang bagaimana mereka memahami ayat atau hadits tersebut. Begitu juga pandangan para ahli tafsir atau pensyarah hadits yg telah mu’tabar atau diakui.

Dari sini kemudian muncul pertanyaan apakah sikap orang tersebut dibolehkan mengingat ia ialah orang yg pengetahuan agamanya masih meragukan sebab baru belajar tentang Islam?

Dalam kontkes ini, ada baiknya kami mengetengahkan kembali pandangan Muhammad Amin Al-Kurdi Al-Irbili, seorang ulama besar yg wafat pada tahun 1914, penganut Madzhab Syafi’i dan Tarekat Naqsyabandiyyah. Dalam Kitab Tanwirul Qulub yg merupakan kitab yg telah masyhur di kalangan pesantren, ia mengatakan sebagai berikut:

وَمَنْ لَمْ يُقَلِّدْ وَاحِدًا مِنْهُمْ وَقَالَ أَنَا أَعْمَلُ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مُدَّعِيًا فَهْمَ اْلأَحْكَامِ مِنْهُمَا فَلاَ يُسْلَمُ لَهُ بَلْ هُوَ مُخْطِئٌ ضَالٌّ مُضِلٌّ سِيَّمَا فِيْ هَذَا الزَّمَانِ الَّذِيْ عَمَّ فِيْهِ الْفِسْقُ وَكَثُرَتْ فِيْهِ الدَّعْوَى الْبَاطِلَةُ  لِأَنَّهُ اسْتَظْهَرَ عَلَى أَئِمَّةِ الدِّيْنِ وَهُوَ دُوْنَهُمْ فِي الْعِلْمِ وَالْعَدَالَةِ وَاْلإِطِّلاَعِ

Artinya, “Barang siapa yg tak mengikuti salah satu dari mereka (imam-imam madzhab) dan berkata, ‘Saya beramal berdasarkan Al-Quran dan hadits,’ dan mengaku telah mampu memahami hukum-hukum Al-Quran dan hadits, maka orang tersebut tak dapat diterima. Ia bahkan termasuk orang yg bersalah, sesat dan menyesatkan, terutama pada masa sekarang ini di mana kefasikan merajalela dan banyak tersebar dakwaan atau klaim-klaim batil. Pasalnya, ia mau mengungguli para pemimpin agama padahal ia di bawah mereka dalam ilmu, amal, integritas, dan analisis,” (Lihat Muhammad Amin Al-Kurdi Al-Irbili, Tanwirul Qulub fi Mu’amalati ‘Allamil Ghuyub, Beirut, Darul Fikr, 1994 M/1414 H, halaman 75).

Jika pandangan Muhammad Amin Al-Kurdi Al-Irbili ini ditarik ke dalam konteks pertanyaan di atas, maka pesan penting yg mau disampaikan ialah ketakbolehan bagi kita sebagai orang awam ketika berbicara mengenai persoalan buat merujuk langsung Al-Quran dan hadits dgn mengabaikan pandangan-pandangan ulama yg telah dianggap mu’tabar atau diakui dan diterima pendapatnya.

Hal ini lebih disebabkan kerendahan tingkat keilmuan, amaliah, dan analisis kita dibanding dgn mereka. Lain ceritanya ketika yg berbicara tentang suatu hukum ialah orang-orang yg dapat dikategorikan sebagai orang yg mumpuni, memiliki pengetahuan mendalam dan luas tentang hukum Islam.

Demikian jawaban singkat yg dapat kami kemukakan. Semoga dapat dipahami dgn baik. Kami selalu terbuka buat menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

(Mahbub Maafi Ramdlan)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.