Katak (bahasa Inggris: frog) ialah binatang amfibi pemakan serangga yg hidup di air tawar atau di daratan, berkulit licin, berwarna hijau atau merah kecoklat-coklatan, kaki belakang lebih panjang, pandai melompat dan berenang; sedangkan kodok, nama lain dari bangkong (bahasa Inggris: toad), memiliki kulit yg kasar dan berbintil-bintil atau berbingkul-bingkul, kerap kali kering, dan kaki belakangnya sering pendek saja, sehingga kebanyakan bangsa kodok kurang pandai melompat jauh. Demikian penjelasan dari Wikipedia.
Â
Semua ulama sepakat tentang keharaman membunuh katak sebab berdasarkan nash hadits Rasulullah ï·º yg diriwayatkan dari Abdurrahman bin Utsman:Â
Â
ذَكَرَ طَبÙيبٌ عÙنْدَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ دَوَاءً، وَذَكَرَ الضّÙÙْدَعَ ÙŠÙجْعَل٠ÙÙيهÙØŒ ÙÙŽÙ†ÙŽÙ‡ÙŽÙ‰ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ عَنْ قَتْل٠الضّÙÙْدَعÙ
Â
Artinya: “Suatu ketika ada seorang tabib yg berada di dekat Rasulullah menyebutkan tentang obat-obatan. Di antaranya disebutkan bahwa katak digunakan buat obat. Lalu Rasul melarang membunuh katak.†(HR Ahmad: 15757)Â
Â
Pada hadits di atas disebutkan keharaman membunuh katak. Menurut Al-Mundziri hadits tersebut memberikan pengertian, selain membunuh, hukum memakan katak juga diharamkan.Â
Â
قَالَ الْمÙنْذÙرÙيّÙ: ÙˆÙŽÙÙيه٠دَلÙيلٌ عَلَى تَØْرÙيم٠أَكْل٠الضّÙÙْدَعÙ
Â
Artinya: “Al-Mundziri mengatakan ‘hadits tersebut menunjukkan keharaman makan katak.†(Ali Al-Qari, Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Mashabih, [Darul Fikr, Beirut, 2002], juz 7, halaman 2659)
Â
Selanjutnya, masih dalam kitab yg sama, alasan yg menjadikan syariat melarang pembunuhan seekor hewan biasanya berdasarkan salah satu dari dua faktor. Bisa jadi sebab makhluk hidup itu dihormati seperti manusia atau memang sebab murni mengarah sebab hewan tersebut haram dimakan. Dengan demikian, apabila katak tak termasuk kategori hewan dihormati, apabila Rasul melarang membunuhnya berarti hal itu mengarah pada keharaman makan hewan tersebut.
Â
وَالنَّهْي٠عَنْ قَتْل٠الْØَيَوَان٠إÙمَّا Ù„ÙØÙرْمَتÙه٠كَالْآدَمÙيّ٠وَإÙمَّا Ù„ÙتَØْرÙيم٠أَكْلÙه٠كَالصّÙرَد٠وَالضّÙÙْدَع٠لَيْسَ بÙÙ…ÙØْتَرَمÙØŒ Ùَكَانَ النَّهْي٠مÙنْصَرÙÙًا Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ أَكْلÙÙ‡Ù
Â
Artinya: “Pelarangan membunuh hewan kemungkinan sebab kehormatannya seperti contoh anak adam dan sebab haram dimakan disebabkan faktor keharamannya buat dimakan seperti burung suradi (bentet pemakan daging atau dalam bahasa Latinnya ialah lanius) dan katak yg masing-masing tak masuk golongan hewan yg dihormati, maka pelarangan membunuh mengarah kepada keharaman memakannya.Â
Â
Menurut para pakar kesehatan sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, katak mempunyai dua jenis, katak darat dan katak lautan (biasa di perairan). Katak darat dapat membunuh pemakannya sedangkan katak laut dapat membahayakan kesehatan pemakannya.Â
Â
وَذَكَرَ الْأَطÙبَّاء٠أَنَّ الضّÙÙْدَعَ نَوْعَان٠بَرّÙيٌّ وَبَØْرÙيٌّ ÙَالْبَرّÙيّ٠يَقْتÙل٠آكÙلَه٠وَالْبَØْرÙيّ٠يَضÙرّÙÙ‡Ù
Â
Artinya: “Para pakar kesehatan mengatakan, sesungguhnya katak ada dua jenis, daratan dan lautan. Yang daratan dapat membunuh, sedangkan yg spesies air dapat membahayakan kesehatan. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, juz 9, halaman 619)
Â
Di daerah tertentu ada yg mempunyai makanan khas swieke kodok atau katak. Swieke ialah masakan Tionghoa Indonesia yg terbuat dari paha kodok. Hidangan ini dapat ditemukan dalam bentuk sup, digoreng kering, atau ditumis. Aslinya hidangan ini berasal dari pengaruh masakan Tionghoa yg masuk ke Indonesia. Tentu saja, bila ditinjau dari sudut pandang syariat Islam, hukumnya haram. Hanya saja, ada sebagian orang yg kemudian mengembangkan swieke dalam arti mengadopsi bumbu-bumbunya saja, tapi dagingnya bukan daging katak melainkan daging halal. Tentu saja hal ini hukumnya halal.Â
Â
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum katak ialah haram sesuai nash hadits Rasulullah ﷺ. Wallahu a’lam.
Â
Â
Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, SemarangÂ
Â
Uncategorized