Hukum Menshalatkan Jenazah Karena Bunuh Diri (2)

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Di beberapa media, baik cetak maupun elektronik kita beberapa kali menemukan berita tentang orang-orang yg melakukan bunuh diri. Mereka melakukan bunuh diri sebab biasanya ada masalah yg dirasa berat. Tindakan bunuh jelas merupakan perbuatan yg keliru dan termasuk dosa besar.

Yang mau kami tanyakan pertama ialah apakah pelaku bunuh diri kekal di neraka? Pertanyaan yg kedua, apakah orang yg mati sebab bunuh diri tak dishalati? Demikian pertanyaan yg kami ajukan, atas jawabannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Ardan/Jakarta)

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yg budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Dalam kesempatan kali ini kami berusaha buat menjawab pertanyaan kedua tentang menshalati orang yg meninggal sebab bunuh diri. Apakah ia tetap harus dishalati? Tentunya buat menjawab pertanyaan ini kami mau merujuk pada penjelasan yg telah disodorkan para ulama.

Dalam kasus orang yg mati sebab bunuh diri ternyata para ulama berselisih pendapat. Tetapi, menurut pendapat mayoritas ulama, jenazah tetap dishalati. Berbeda dgn mayoritas ulama ialah Umar bin Abdul Aziz yg memandang bahwa orang yg mati sebab bunuh diri tak dishalati. Pandangan Umar bin Abdul Aziz ini juga dipegangi oleh Al-Awzai.

Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal, seorang imam tak perlu menshalatinya tetapi yg menshalati ialah selainnya. Pandangan Imam Ahmad bin Hanbal ini mungkin dapat dipahami bahwa tokoh masyarakat atau kiainya tak perlu ikut menshalati, tetapi cukup jamaah atau masyarakat yg lain yg menshalatinya.

Salah satu argumen teologi yg dapat digunakan buat mendukung pendapat mereka ialah riwayat Jabir bin Samurah yg menyatakan ada seorang laki-laki yg melakukan tindakan bunuh diri kemudian meninggal dan Nabi Muhammad SAW tak menshalatinya. Menurut Ishaq bin Al-Hanzhali, sikap Nabi Muhammad SAW yg tak ikut menshalati jenazah itu ialah bentuk peringatan bagi yg lain supaya tak melakukan tindakan yg sama.

وَاخْتَلَفُوا فِي الصَّلَاةِ عَلَى مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ ، فَذَهَبَ أَكْثَرُهُمْ إِلَى أَنَّهُ يُصَلَّى عَلَيْهِ ، وَكَانَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الَعَزِيزِ لَا يَرَى الصَّلَاةَ عَلَيْهِ ، وَبِهِ قَالَ الْأَوْزَاعِيُّ ، وَقَالَ أَحْمَدُ : لَا يُصَلَّي عَلَيْهِ الْإِمَامُ ، وَيُصَلَّي عَلَيْهِ غَيْرُهُ ، وَاحْتَجُّوا بِمَا رَوَي عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَنَّ رَجُلًا قَتَلَ نَفْسَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِسْحَاقُ اَلْحَنْظَلِيُّ : إِنَّمَا لَمْ يُضَلِّ عَلَيْهِ تَحْذِيرًا لِلنَّاسِ عَنْ مِثْلِ مَا فَعَلَ

Artinya, “Para ulama berbeda pendapat mengenai penshalatan orang yg meninggal dunia sebab bunuh diri. Menurut pendapat mayoritas ulama, ia tetap dishalati. Sedang Umar bin Abdul Aziz tak berpendapat buat menshalatinya. Pandangan Umar bin Abdul Aziz ini juga dipegangi oleh Al-Awzai. Imam Ahmad bin Hanbal berpandapat, imam tak perlu ikut menshalatinya, sedang yg menshalatinya ialah selain imam. Mereka berhujjah dgn riwayat dari Jabir bin Samurah yg menyatakan bahwa ada seorang laki-laki yg mati sebab bunuh diri kemudian Nabi Muhammad SAW tak menshalatinya. Menurut Al-Hanzhali, sikap Nabi Muhammad SAW yg tak ikut menshalati jenazah itu pada dasarnya merupakan peringatan bagi yg lain supaya tak melakukan tindakan yg sama.”

Berpijak atas penjelasan ini, setaknya dapat ditarik sebuah simpulan bahwa jenazah orang yg mati sebab bunuh diri sepanjang dia ialah seorang Muslim, tetap dishalati. Sebab, dosa besar perbuatan bunuh diri tak dgn sertamerta menyebabkan ia keluar dari Islam, sepanjang ia tak menganggap bahwa takan bunuh diri ialah halal.

Adapun sikap dan pandangan Umar bin Abdul Azin dan Al-Awzai ialah cenderung tak menshalati orang yg mati sebab bunuh diri. Kecenderungan ini mesti dibaca sebagai sikap pemakruhan bagi dirinya. Inilah yg kami pahami dari keterangan yg kemukakan Ibnu Bathal dalam kitab Syarhu Shahihil Bukhari-nya.

أَجْمَعَ الْفُقَهَاءُ وَأَهْلُ السُّنَّةِ أَنَّ مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ أَنَّهُ لَا يَخْرُجُ بِذَلِكَ عَنِ الْإِسْلَامِ ، وَأَنَّهُ يُصَلَّى عَلَيْهِ ، وَإِثْمُهُ عَلَيْهِ كَمَا قَالَ مَالِكٌ ، وَيُدْفَنُ فِى مَقَابِرِ الْمُسْلِمِينَ ، وَلَمْ يُكْرِهِ الصَّلَاةَ عَلَيْهِ إِلَّا عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ ، وَالْأَوْزَاعِىيُّ فِى خَاصَةِ أَنْفُسِهِمَا

Artinya, “Para fuqaha` dan ulama dari kalangan Ahlusunnah sepakat bahwa orang yg mati sebab bunuh diri tak keluar dari Islam, ia tetap dishalati, dan wajib menanggung dosa akibat perbuatannya sebagaimana dikemukakan Imam Malik, dimakamkan di pemakaman orang-orang Muslim. Hanya Umar bin Abdul Aziz dan Al-Awzai yg menganggap makruh penshalatan jenazah orang yg meninggal sebab bunuh diri di mana keduanya memakruhkan khusus buat dirinya sendiri,” (Lihat Ibnu Baththal, Syarhu Shahihil Bukhari, Riyadl, Maktab Ar-Rusyd, cet ke-2, 1423 H/2003 M, juz III, halaman 349).

Demikian jawaban yg dapat kami kemukakan. Semoga dapat dipahami dgn baik. Kami selalu terbuka buat menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

(Mahbub Ma’afi Ramdlan)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.