Hukum Menulis Ayat Al-Quran dalam Undangan Pernikahan

Menikah merupakan momen yg sakral. Oleh sebab itu, banyak orang yg mau mempersiapkan segala hal yg berkaitan dgn sebaik mungkin. Termasuk di antaranya undangan. Tidak sedikit undangan disebar yg kita temui, terdapat ayat Al-Qur’an baik berupa basmalah atau ayat yg lazim dalam pernikahan seperti QS Ar-Rûm ayat 21 serta ayat sejenis. 

Selain undangan pernikahan, terkadang juga terdapat dalam undangan khitanan dgn menyertakan tulisan salam dgn tulisan Arab. Sedangkan dalam menulis salam, ada lafal Allah (lafadz jalâlah) dgn tulisan arab di sana. Hal ini termasuk asma’ a’dzam yg harus dimuliakan. 

Ulama berbeda pendapat soal hukum memproduksi dan menyebarkan undangan yg terdapat ayat Al-Qur’an sebagaimana di atas. 

Menurut Syafiiyyah dan sebagian pengikut Hanafiyyah, hukumnya makruh sebab dikhawatirkan mau jatuh kemudian terbengkalai atau tercecer di mana-mana yg mengakibatkan mushaf Al-Qur’an terinjak-injak. Adapun sebagian pendapat pengikut Hanafiyyah yg lain menyatakan boleh-boleh saja. 

Sedangkan menurut Malikiyyah, hukumnya haram, dgn alasan, Al-Qur’an tersebut mau menjadi terhina atau tak terhormat. 

Dalam pembahasan undangan di sini, masing-masing disamakan dgn masalah hukumnya mengukir tulisan Al-Qur’an di tembok. Hal tersebut dianggap paling mirip dgn kasus menulis ayat di dalam undangan. Mengingat, masing-masing punya satu alasan yg sama, yaitu kekhawatiran mau jatuh kemudian terinjak-injak, menjadikan Al-Qur’an tersebut tak terhormat.

كِتَابَةُ الْقُرْآنِ عَلَى الْحَائِطِ- ذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ وَبَعْضُ الْحَنَفِيَّةِ إِلَى كَرَاهَةِ نَقْشِ الْحِيطَانِ بِالْقُرْآنِ مَخَافَةَ السُّقُوطِ تَحْتَ أَقْدَامِ النَّاسِ، وَيَرَى الْمَالِكِيَّةُ حُرْمَةَ نَقْشِ الْقُرْآنِ وَاسْمِ اللَّهِ تَعَالَى عَلَى الْحِيطَانِ لِتَأْدِيَتِهِ إِلَى الاِمْتِهَانِ. وَذَهَبَ بَعْضُ الْحَنَفِيَّةِ إِلَى جَوَازِ ذَلِكَ

Artinya: “Kepenulisan Al-Qur’an di tembok. Menurut Syafi’iyyah dan sebagian Hanafiyyah berpendapat makruh mengukir tembok dgn Al-Qur’an sebab khawatir mau jatuh terinjak kaki-kaki orang banyak. Malikiyyah berpendapat haram mengukir Al-Qur’an dan nama Allah di atas tembok sebab mau mendatangkan penghinaan terhadap Al-Qur’an. Sedangkan sebagian pengikut Hanafiyyah menyatakan boleh-boleh saja.” (Al-Maûsu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Dârus Salâsil, 1404-1427 H], juz 16, halaman 234). 

Kemudian bagaimana sikap penerima undangan seperti tersebut di atas? 

Penerima undangan harus menjaga sebaik mungkin dgn menempatkannya di tempat yg layak atau membakarnya. 

Baca: Bagaimana Hukum Membakar Sobekan Al-Qur’an?

Bagi siapa saja yg dgn sengaja membuang undangan yg telah jelas-jelas terdapat ayat Al-Qur’an dgn tujuan menghina, sedangkan orang tersebut mengetahui tentang keharamannya, maka orang tersebut dapat dihukumi kafir. 

وَأَجْمَعُوا على ان من استخف بالقرآن أو بشئ مِنْهُ أَوْ بِالْمُصْحَفِ أَوْ أَلْقَاهُ فِي قَاذُورَةٍ أو كذب بشئ مِمَّا جَاءَ بِهِ مِنْ حُكْمٍ أَوْ خَبَرٍ أَوْ نَفَى مَا أَثْبَتَهُ أَوْ أَثْبَتَ مَا نفاه أو شك في شئ مِنْ ذَلِكَ وَهُوَ عَالِمٌ بِهِ كَفَرَ

Artinya: Para ulama sepakat bahwa siapa saja yg menghina Al-Qur’an atau bagian-bagiannya atau mushaf atau menaruhnya di tempat yg kotor atau menganggap bohong atas berita yg disampaikan Al-Qur’an baik berupa hukum atau cerita atau menggap fiktif atas hal-hal yg disampaikan Al-Qur’an atau ragu atas itu semua, sedangkan ia tahu atas ketakbolehan hal tersebut, maka orang itu menjadi kafir.” (Imam Nawawi, al-Majmu’, Beirut, Dârul Fikr, juz 2, halaman 170) 

Adapun keharaman menulis salam dgn arab sebab semua nama agung disamakan dgn Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan sebagaimana berikut: 

وَالْمُرَادُ بِالْمُصْحَفِ مَا فِيهِ قُرْآنٌ، وَمِثْلُهُ الْحَدِيثُ وَكُلُّ عِلْمٍ شَرْعِيٍّ أَوْ مَا عَلَيْهِ اسْمٌ مُعَظَّمٌ

Artinya: “Yang dimaksud dgn mushaf ialah semua benda yg terdapat tulisan Al-Qur’an. Contohnya ialah hadits dan semua ilmu agama atau semua benda yg di situ terdapat nama-nama yg agung.” (Qalyubi dan Umairah, Hâsyiyatâ Qalyubî wa Umairah, [Beirut, Dârul Fikr, 1995], juz 4, halaman 177. 

Dengan berbagai pertimbangan di atas, maka sebaiknya, bagi para pembuat undangan, buat tak menuliskan ayat baik berupa basmalah atau sejenisnya dan salam dalam tulisan arab. Sedangkan bagi penerima undangan yg telah terlanjur ada asma’ a’dzamnya, harus dijaga dgn layak atau dibakar saja. Wallâhu a’lam bish shawâb. (Ahmad Mundzir)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.