Hukum Minum oleh Khatib atau Jamaah Saat Khutbah Berlangsung

Assalamu ’alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online yg kami hormati. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Dalam kesempatan ini kami mau menanyakan tentang hukum meminum pada saat khutbah sedang berlangsung. Saya pernah melihat teman saya yg mengikuti shalat Jumat, sebab kehausan pada saat khutbah berlangsung ia meminum air sebab kehausan.

Yang mau kami tanyakan, bagaimana hukum meminum pada saat khutbah, baik itu dilakukan oleh jamaah maupun khatib. Apakah minum itu membatalkan Jumatnya? Mohon jawabannya. Atas jawabannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Ali/Karawang)

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yg budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Jamaah shalat telah seharusnya bersikap khusyuk menyimak isi khutbah Jumat ketika khutbah berlangsung, dan tak menyibukkan diri dgn hal-hal lain. Inilah etika yg semestinya diperhatikan oleh jamaah shalat Jumat.

Sampai pada titik ini tak ada persoalan yg berarti. Tetapi kemudian muncul persoalan bagaimana bila pada saat khutbah berlangsung kemudian kita merasa haus atau mau minum buat menghilangkan dahaga. Selanjutnya bagaimana bila khathib di tengah khuthbahnya kehausan kemudian minum? Apakah berpengaruh pada keabsahan jumat atau tak?

Dalam konteks ini ada baiknya kita menelisik keterangan atau penjelasan para ulama dalam soal minum pada saat khutbah berlangsung. Salah satu di antara mereka ialah Abul Husain Yahya bin Abil Khair Al-‘Umrani atau yg lebih dikenal dgn nama ‘Umrani, salah satu ulama dari kalangan Madzhab Syafi‘i, dalam kitab Al-Bayan-nya yg merupakan syarah atas kitab Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq As-Syirazi.

Dalam kitab ini Al-‘Umrani menyuguhkan perbedaan pandangan para fuqaha dalam menyikapi soal minum saat khuthbah sedang  berlangsung. Menurutnya, boleh minum pada saat khutbah berlangsung baik sebab kehausan (al-‘athsy) maupun sebab buat menyegarkan badan (at-tabarrud). Tetapi menurut keterangan Al-‘Umrani ada pandangan lain yg tak memperbolehkan, yaitu pandangan yg dianut oleh Imam Malik, Imam Ahmad, dan Al-Auza‘i.

Al-Auza‘i dgn tegas menyatakan bahwa minum pada saat khutbah berlangsung membatalkan jumatan. Argumentasi yg diajukan oleh Al-‘Umrani dalam menolak pandangan yg menyatakan bahwa meminum pada saat khutbah berlangsung dapat membatalkan jumatan ialah qiyas aulawi, yaitu apabila berbicara pada saat khutbah berlangsung tak dianggap dapat membatalkan jumatan, maka minum tentu lebih tak membatalkannya.

يَجُوزُ شُرْبُ الْمَاءِ فِى حَالِ الْخُطْبَةِ لِلْعَطَشِ أَوْ لِلتَّبَرُّدِ. وَقَالَ مَالِكٌ وَأَحْمَدُ وَالْأَوْزَاعِيُّ لَا يَجُوزُ قَالَ اَلْأَوْزَاعِيُّ فَإِنْ فَعَلَ ذَلِكَ بَطَلَتْ جُمُعَتُهُ. دَلِيلُنَا أَنَّ الْكَلَامَ إِذْا لَمْ يُبْطِلْهَا فَشُرْبُ الْمَاءِ أَوْلَى

Artinya, “Boleh minum pada saat khuthbah sedang berlangsung sebab haus atau buat menyegarkan badan. Sedang menurut Imam Malik, Imam Ahmad, dan Al-Auza‘i tak boleh. Bahkan Al-Auzai menyatakan, bila hal tersebut (minum pada saat khutbah sedang berlangsung) terjadi, maka batal jumataannya. Dalil atau alasan kami ialah bahwa sesungguhnya berbicara ketika tak dianggap membatalkan jumatan, maka meminum itu lebih utama (tak membatalkannya),” (Lihat Al-‘Umrani, Al-Bayan fi Syarhil Muhadzdzab, cet ke-1, 1429-1430 H/2009 M, Beirut, Darul Fikr, juz I, halaman 480).

Senada dgn Al-‘Umrani ialah Muhyiddin Syarf An-Nawawi ulama yg lahir setelahnya dan menjadi rujukan penting dalam Madzhab Syafi‘i, serta sama-sama memberikan catatan atas kitab Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq As-Syirazi.

Tetapi dalam soal kebolehan meminum pada saat khutbah berlangsung redaksi yg digunakan Muhyiddin Syarf An-Nawawi–menurut hemat kami–lebih gamblang sebab secara eksplisit menyebut baik bagi jamaah shalat Jumat (qaum) maupun khathibnya.

Menurut An-Nawawi, dalam pandangan Madzhab Syafi‘i apabila meminumnya sebab haus, maka tak ada masalah. Berbeda bila meminumnya bukan sebab buat menghilangkan rasa haus, tetapi sebab taladzdzudz (bersenang-senang), maka hukumnya ialah makruh. Kedua hal ini berlaku baik bagi jamaah shalat Jumat maupun khathibnya.

يُسْتَحَبُّ لِلْقَوْمِ اَنْ يُقْبِلُوا عَلَى الْخَطِيبِ مُسْتَمِعِينَ وَلَا يَشْتَغَلُوا بِغَيْرِهِ حَتَّى قَالَ اَصْحَابُنَا يُكْرَهُ لَهُمْ شُرْبُ الْمَاءِ لِلتَّلَذُّذِ وَلَا بَأْسَ يَشْرَبُهُ لِلْعَطَشِ لِلْقَوْمِ وَالْخَطيبِ هَذَا مَذْهَبُنَا

Artinya, “Sunah bagi jamaah shalat Jumat buat menghadap khatib seraya menyimak baik-baik isi khutbahnya dan tak boleh menyibukkan dgn selainnya sehingga para ulama madzhab kami (Madzhab Syafi‘i) berpendapat bahwa makruh bagi mereka minum buat taladzdzud (bersenang-senang), dan tak menjadi masalah bila meminum sebab haus baik bagi jamaah maupun khatibnya. Ini ialah pandangan madzhab kami,” (Lihat Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Jeddah, Maktabah Al-Irsyad, juz IV, halaman 401).

An-Nawawi juga menyuguhkan pandangan Ibnul Mundzir yg menyatakan, “Saya tak tahu hujjah ulama yg melarang minum saat khutbah sedang berlangsung.”

Bahkan tak hanya sampai di sini, ia mengemukakan pernyataan Al-‘Abdari yg menyatakan bahwa pandangan Al-Auza‘i yg menganggap minum pada saat khutbah berlangsung dapat membatalkan jumatan bagi pelakunya ialah pandangan yg berlawanan dgn ijma’ ulama.

قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ رَخَّصَ فِي الشُّرْبِ طَاوُسٌ وَمُجَاهِدٌ وَالشَّافِعِيُّ وَنَهَي عَنْهُ مَالِكٌ وَالْاَوْزَاعِيُّ وَاَحْمَدُ وَقَالَ الْاَوْزَاعِيُّ تَبْطُلُ الْجُمُعَةُ إِذَا شَرِبَ وَالْاِمَامُ يَخْطُبُ وَاخْتَارَ ابْنُ الْمُنْذِرِ اَلْجَوَازَ قَالَ وَلَا اَعْلَمُ حُجَّةً لِمَنْ مَنَعَهُ قَالَ الْعَبْدَرِىُّ قَوْلُ الْاَوْزَاعِيِّ مُخَالِفٌ لِلْاِجْمَاعِ

Artinya, “Ibnul Mundzir mengatakan bahwa Thawus, Mujahid, dan Imam Syafii memberikan rukhsah. Sedangkan Imam Malik, Al-Auza‘i, dan Imam Ahmad melarang minum saat khutbah sedang berlangsung. Al-Auza‘i berpendapat kebatalan jumatan ketika minum saat imam atau khathib sedang berkhutbah. Sedangkan Ibnul Mundzir memilih pendapat buat membolehkannya. Ia berkata, ‘Saya tak tahu hujjah ulama yg melarang minum saat khutbah sedang berlangsung.’ Sedang Al-‘Abdari menyatakan, ‘Pendapat Al-Auza‘i menyalahi ijma’ ulama,’” (Lihat An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz, IV, h. 401)

Mengacu pada penjelasan di atas, kita dapat memahami bahwa minum pada saat khutbah sedang berlangsung sebab haus ialah diperbolehkan, baik bagi jamaah maupun bagi khathib. Tetapi mau menjadi makruh apabila minum dilakukan sebab hanya mau bersenang-senang saja atau sekadar mau minum padahal tak haus.

Demikian jawaban yg dapat kami kemukakan. Semoga dapat dipahami dgn baik. Kami selalu terbuka buat menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamiuth thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

(Mahbub Ma’afi Ramdlan)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.