Hukum Tilawah Al-Quran Perempuan

Assalamu ’alaikum wr. wb.
Saya ialah seorang mahasiswi di salah satu kampus di Makassar, saya biasa dipanggil buat tilawah di acara-acara kampus. Akhir bulan ini saya ada amanah lagi. Tetapi beberapa hari yg lalu saya ikut kajian di tempat sebelah. Katanya, “Suara perempuan ialah aurat dan tak boleh didengar oleh laki-laki yg bukan mahramnya meskipun itu bertilawah.” Saya jadi bingung, mau menerima tawaran tilawah itu apa tak. Saya harus bagaimana? Terima kasih. Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Fulanah)

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yg budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Para ulama terdahulu telah mendiskusikan mengenai status suara perempuan. Apakah termasuk aurat atau bukan? Setaknya ada dua pandangan mengenai hal tersebut. Pendapat pertama menyatakan bahwa suara perempuan ialah aurat.

Pendapat kedua menyatakan bahwa suara perempuan bukan termasuk aurat. Pendapat ini menurut Syihabuddin Ahmad Al-Burullusi atau yg dikenal julukan (laqab) ‘Umairah dalam Hasyiyah-nya, pendapat yg menyatakan bahwa suara perempuan bukan termasuk aurat ialah pendapat yg sahih.

صوت المرأة ليس بعورة على الصحيح

Artinya, “Menurut pendapat yg sahih, suara perempuan bukan termasuk aurat,” (Lihat ‘Umairah, Hasyiyah ‘Umairah, [Beirut Darul Fikr, 1998 M/1419 H, juz, I, h. 201)

Lebih lanjut menurut penuturan Wahbah Az-Zuhaili, pendapat ini ialah pendapat mayoritas ulama. Salah satu argumen yg dikemukakan buat mendukung pendapat tersebut ialah adanya para sahabat yg mendengar penjelasan para istri Rasulullah SAW buat mengetahui berbagai macam hukum agama.

Kendati demikian, menurut Wahbah Az-Zuhaili haram hukumnya mendengarkan suara perempuan bila suara tersebut dilagukan atau dibuat merdu atau indah walau itu bacaan Al-Quran. Alasannya sebab dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah.

صَوْتُ الْمَرْأَةِ عِنْدَ الْجُمْهُورِ لَيْسَ بِعَوْرَةٍ؛ لِأَنَّ الصَّحَابَةِ كَانُوا يَسْتَمِعُونَ إِلَى نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَعْرِفَةِ أَحْكَامِ الدِّينِ، لَكِنْ يَحْرُمُ سَمَاعُ صَوْتِهَا بِالتَّطْرِيبِ وَالتَّنْغِيمِ وَلَوْ بِتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ، بِسَبَبِ خَوْفِ الْفِتْنَةِ

Artinya, “Menurut mayoritas ulama, suara perempuan bukan termasuk aurat. Karena para sahabat dulu mendengarkan dgn seksama penjelasan para istri Nabi SAW buat mengetahui berbagai macam hukum agama. Tetapi haram mendengarkan suara perempuan yg dilagukan atau dinadakan walaupun bacaan Al-Quran sebab khawatir dapat menimblkan fitnah,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, [Damaskus Darul Fikr], juz I, halaman 665).

Apa yg dikemukakan Wahbah Az-Zuhaily, jauh-jauh hari telah dikemukan salah satunya oleh Muhammad Khatib As-Syarbini dalam Kitab Tuhfatul Habib-nya. Di situ dijelaskan bahwa haram mendengar suara perempuan walaupun itu bacaan Al-Quran apabila dapat menimbulkan fitnah. Apabila tak demikian, maka tak haram.

وَيَحْرُمُ سَمَاعُ صَوْتِهَا وَلَوْ نَحْوَ الْقُرآنِ إِنْ خَافَ مِنْهُ فِتْنَةً أَوِ الْتَذَّ بِهِ ، وَإِلَّا فَلَا

Artinya, “Haram mendengarkan suara perempuan walaupun itu tilawah Al-Quran apabila khawatir dapat menimbulkan fitnah atau rasa nikmat (misalnya menimbulkan rangsangan, pent) saat mendengarkannya. Jika tak, maka tak haram,” (Lihat Sulaiman Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khathib, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah: 1996 M/1417 H], cetakan pertama, juz IV, halaman 100).

Dengan mengikuti pendapat mayoritas ulama, maka dapat dikatakan bahwa suara perempuan bukan termasuk aurat. Karena bukan aurat, maka boleh saja perempuan memperdengarkan suaranya sepanjang hal tersebut tak menimbulkan fitnah. Sebagaimana para istri Rasulullah SAW menjelaskan berbagai soal hukum agama dan para sahabat mendengarkannya.

Salah satu hal yg harus dicermati dalam hal ini ialah adanya larangan mendengarkan suara perempuan sekalipun itu ialah bacaan Al-Quran sebab dikhawatirkan mau menimbulkan fitnah. Jika tak, maka tak apa-apa.

Lain halnya bila kita menganut pandangan bahwa suara perempuan ialah aurat. Secara otomatis perempuan dilarang buat memperdengarkan suaranya walau itu bacaan Al-Quran. Karena itu termasuk aurat yg wajib dijaga. Namun, pendapat yg menyatakan bahwa suara perempuan ialah aurat faktanya tak dianut oleh mayoritas ulama. Mereka justru menganut pendapat yg menyatakan bahwa suara perempuan bukan termasuk aurat.

Demikian jawaban yg dapat kami kemukakan. Semoga dapat dipahami dgn baik. Kami selalu terbuka buat menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

(Mahbub Ma’afi Ramdlan)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.