Imam al-Ghazali & Penyucian Jiwa dalam Serat Centini

Catatan sejarah penyebaran Islam di Nusantara tak terlepas dari para dai mistik yg berhaluan tasawuf, terutama dilakukan oleh para Wali Songo. Berbagai sumber sejarah, kitab-kitab klasik, dan manuskrip tak sedikit yg berisi ajaran-ajaran tasawuf yg berkaitan dgn penyucian lahir dan batin, seperti yg ada di Serat Centini.

Mengkaji tentang tasawuf tentu tak lepas dari seorang hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali. Namun, tak hanya ilmu pembukaan hati (mukasyafah), tetapi Al-Ghazali juga mengajarkan ilmu pengamalannya (mu’amalah). Hal ini menunjukkan bahwa Al-Ghazali mengintegrasikan antara ilmu syariat dan hakikat.

Al-Ghazali dalam kitab Minhajul Abidin menegaskan sikapnya terkait dikotomi ilmu tasawuf dan syariat berupa hukum fiqih. Ia menentang keras orang-orang tasawuf yg mengingkari ibadah ritual. Justru menurut penganggit kitab Ihya’ Ulumiddin ini, ibadah ritual perlu dikembangkan dan dipelihara dgn menanamkan srti, makna, dan rahasia amaliah di balik kandungan ritual ibadah tersebut.

Sebagai contoh bersuci atau berwudhu, menurut Al-Ghazali tak cukup hanya menuangkan air dan membersihkan badan dari kotoran dan najis, tetapi jauh lebih dari itu, yakni meliputi:

Pertama, membersihkan lahir (anggota-anggota badan) dan hadats dan berbagai kotoran. Kedua, membersihkan hati dari tingkah laku dan akhlak tercela. Ketiga, menyucikan anggota badan dari perbuatan-perbuatan dosa. Keempat, membersihkan diri dari pengabdian selain Allah SWT.

Berdasarkan ajaran Al-Ghazali itulah para penganut taswauf di Jawa pada abad ke-19 dan abad ke-19 mengajarkan tiga tingkatan bersuci dan empat tingkatan sembahyg yg bukan hanya sekadar aktivitas lahiriah semata, tetapi juga proses batiniah.

Prinsip ajaran esoteris dan eksoteris yg disampaikan Al-Ghazali di atas juga termaktub dalam Serat Centini. Dalam kitab Centini, tiga tingkatan bersuci dimaksud ialah, pertama, bersuci membersihkan badan atau raga dgn air sebagaiaman berwudhu dan mandi. Kedua, bersuci membersihkan mulut secara lahir dan batin sehingga tak hanya dalam pengertian makan, tetapi juga baik dalam kata dan tutur. Ketiga, bersuci membersihkan hati.

Adapun empat tingkatan sembahyg dalam kitab Centini ialah, pertama, sembah raga. Ini sama dgn shalat dalam syariat. Kedua, sembah cipta yg dapat disamakan dgn proses bertarekat. Ketiga, sembah jiwa atau hakikat, dan keempat, sembah rahsa atau yg dikenal sebagai proses menuju makrifat.

Ketiga tingkatan bersuci dan keempat tingkatan sembahyg tersebut harus dilaksanakan secara utuh, lengkap, dan tak boleh hanya salah satu saja. Hal ini sesuai dgn prinsip ajaran syariat dan hakikat dari Imam Al-Ghazali yg harus menyatu satu sama lain. Wallahu ‘alam bisshowab. (Fathoni)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.