Imam Malik, Peletak Dasar Kajian Hadits Hukum

Setelah Nabi Muhammad wafat, penyebaran Islam berlangsung dari sahabat ke generasi setelahnya, yaitu para tabi’in. Ajaran-ajaran Nabi yg belum secara rapi dan sistematis disampaikan para sahabat yg juga menyebar ke berbagai daerah di luar Mekkah dan Madinah melalui penyampaian hadits tanpa sistematika.

Sebagai contoh, sahabat Anas bin Malik RA yg menetap di Basrah, menjadi guru salah satu tabiin kenamaan bernama Hasan Al-Bashri.

Penyampaian ajaran Nabi ini pun berlanjut ke generasi tabi’ut tabi’in. Kendati beberapa hadits telah dicatat oleh para sahabat, sebagaimana dikumpulkan dalam catatan-catatan shahifah para sahabat, hadits-hadits Nabi tersebut belum tersusun sistematis.

Generasi ketiga ini, memulai tradisi penyusunan kitab mushannaf berdasarkan masalah-masalah hukum dan ibadah.

Salah satu tokoh tradisi penyusunan kitab mushannaf yg terkemuka ialah Imam Malik bin Anas (wafat 179 H), melalui kitabnya Al-Muwaththa’. Penyusunan kitab hadits ini berdasarkan hukum-hukum fiqih.

Selain berdasarkan hadits Nabi, Imam Malik bin Anas juga merujuk komentar para sahabat maupun tabiin, para ulama di Madinah, atau pendapat dari Imam Malik bin Anas sendiri.

Perlu dicermati bahwa mushannaf acap kali mencantumkan hadits-hadits yg sanadnya tak lengkap, menggunakan keterangan sahabat atau tabiin, atau langsung menyandarkan riwayat kepada Nabi.

Hal ini mengingat bahwa tradisi pencantuman sanad secara lengkap belum populer saat itu. Kendati demikian, Imam Malik bin Anas tetap mencantumkan hadits-hadits yg beliau nilai sahih melalui standar yg ketat.

Penulisan mushannaf Ibnu Juraij (wafat 150 H) disebutkan lebih terdahulu dibanding Imam Malik bin Anas. Selanjutnya, murid-murid Imam Malik bin Anas dan Ibnu Juraij seperti Abdur Razzaq As-Shan’ani, Ma’mar bin Rasyid dan Abu Bakr bin Abi Syaibah juga menyusun kitab mushannaf.

Peran kitab mushannaf ini penting menjadi peranti menilai hadits yg menjadi dasar hukum di masa dan daerah tertentu. Hadits dalam Kitab Al-Muwaththa’ dicatat oleh Imam Malik bin Anas tak lepas dari peran beliau sebagai seorang imam mazhab di Madinah. Karena itu, disebutkan bahwa riwayat hadits dari ulama negeri lain seperti Irak, Mesir dan Syria, belum banyak terhimpun dalam Kitab Al-Muwaththa’.

Generasi penulis kitab mushannaf ini menjadi pelopor penulisan hadits secara lebih terstruktur, yg dalam masa selanjutnya memiliki banyak perkembangan. Semisal jenis musnad yg dikembangkan berdasarkan sanad, sebab kebutuhan kajian hadits dgn sanad yg lebih lengkap, atau jenis shahih yg telah menggunakan standar keabsahan hadits yg lebih ketat dan banyak digunakan sebagai rujukan fiqih.

Sebagai generasi yg lebih dekat dgn Nabi Muhammad SAW, hadits yg dicatat dalam jenis kitab mushannaf ini penting buat menjelaskan berbagai ajaran Nabi yg dirujuk generasi awal sepeninggal Rasulullah SAW. Wallahu a’lam.

Ustadz Muhammad Iqbal Syauqi, pegiat kajian hadits dan alumnus fakultas kedokteran UIN Syarif Hidayatullah.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.