Ini Cara Membedmau Penceramah Aswaja & Non-Aswaja

Assalamu alaikum.
Redaksi NU Online, saya ada sedikit pertanyaan. Pertanyaannya, bagaimana cara mudah membedakan aliran Aswaja dan non-Aswaja dalam pengajian? Kurang lebihnya seperti itu pertanyaannya. Terima kasih. Wassalamu alaikum. (Hamba Allah)

Jawaban
Assalamu alaikum wr. wb.
Pembaca yg kami hormati, semoga kita senantiasa diberi rahmat dan taufiq oleh Allah SWT. Ahlussunah wal Jamaah dalam bidang fikih mengikuti salah satu empat madzhab, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali. Dalam akidah pengikut Aswaja mengikuti Syekh Abul Hasan Al-Asy’ari dan Abu Manshur Al-Maturidi serta yg sejalan dgn keduanya. Dalam tasawuf mereka mengikuti Imam Al-Ghazali, Abul Hasan As-Syadzili, Junaid Al-Baghdadi, dan yg sejalan dgn mereka.

Ahlussunah wal Jamaah mengedepankan sikap tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), i’tidal (tegak lurus) dan tasammuh (toleran) dalam segala hal, termasuk dalam hal berdakwah atau berceramah. Tidak terlalu ekstrem kanan yg cenderung radikal, tak pula ekstrem kiri yg cenderung liberal. Oleh sebabnya, penceramah yg berhaluan Ahlussunah wal Jamaah ialah orang yg berpegang pada empat prinsip di atas.

Untuk lebih memperjelas, setaknya ada beberapa contoh kriteria pendakwah Ahlussunah wal Jamaah sebagai berikut:

Pertama, tak mudah memvonis kafir dan munafik.
Prinsip yg sejak dulu dipegang oleh ulama’ Aswaja ialah tak mudah memvonis orang lain dgn tuduhan miring seperti kafir atau munafik. Al-Imam Al-Ghazali mengatakan:

وَالَّذِيْ يَنْبَغِي أَنْ يَمِيْلَ الْمُحَصَّلُ إِلَيْهِ الْاِحْتِرَازُ مِنَ التَّكْفِيْرِ مَا وَجَدَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. فَإِنَّ اسْتِبَاحَةَ الدِّمَاءِ وَالْأَمْوَالِ مِنَ الْمُصَلِّيْنَ إِلَى الْقِبْلَةِ الْمُصَرِّحِيْنَ بِقَوْلِ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ خَطَأٌ، وَالْخَطَأُ فِي تَرْكِ أَلْفِ كَافِرٍ فِي الْحَيَاةِ أَهْوَنُ مِنَ الْخَطَأِ فِي سَفْكِ مَحْجَمَةٍ مِنْ دَمِ مُسْلِمٍ.

Artinya, “Yang seyogianya dibuat simpulan ialah, menjaga diri dari mengafirkan orang lain sepanjang menemukan jalan (takwil) sebab sungguh penghalalan darah dan harta Muslim yg shalat menghadap kiblat, yg jelas-jelas mengucapkan dua kalimat syahadat, merupakan kesalahan. Padahal kekeliruan membiarkan hidup seribu orang kafir lebih ringan ketimbang kekeliruan dalam membunuh satu nyawa Muslim,” (Lihat Abu Hamid Al-Ghazali, Al-Iqtishad fil I’tiqad, halaman 81).

Syekh Ibnu Najim al-Hanafi mengatakan:

وَفِي الْخُلَاصَةِ وَغَيْرِهَا إِذَا كَانَ فِي الْمَسْأَلَةِ وُجُوْهٌ تُوْجِبُ التَّكْفِيْرَ وَوَجْهٌ وَاحِدٌ يَمْنَعُ التَّكْفِيْرَ فَعَلَى الْمُفْتِيْ أَنْ يَمِيْلَ إِلَى الْوَجْهِ الَّذِيْ يَمْنَعُ التَّكْفِيْرَ تَحْسِيْنًا لِلظَّنِّ بِالْمُسْلِمِ.

Artinya, “Dalam kitab al-Khulashah dan lainnya, apabila dalam satu persoalan, terdapat banyak pertimbangan yg menetapkan kekufuran dan satu pertimbangan yg mencegah kekufuran, maka wajib bagi mufti buat condong kepada pertimbangan yg mencegah kekufuran, buat berperasangka baik kepada sesama muslim”. (Syekh Ibnu Najim Al-Hanafi, Al-Bahrur Raiq, juz V, halaman 134).

Syekh Nawawi bin Umar Al-Bantani mengatakan:

وَلَا تَقْطَعْ اَيْ لَا تَجْزِمْ بِشَهَادَتِكَ مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَةِ اَيِ الْمُسْلِمِيْنَ بِشِرْكٍ اَوْ كُفْرٍ اَوْ نِفَاقٍ فَاِنَّ ذَلِكَ أَمْرٌ صَعْبٌ جِدًّا فَإِنَّ الْمُطَّلِعَ عَلَى السَّرَائِرِ هُوَ اللهُ تَعَالَى فَلَا تَدْخُلُ بَيْنَ الْعِبَادِ وَبَيْنَ اللهِ تَعَالَى. قَالَ صلى الله عليه وسلم مَا شَهِدَ رَجُلٌ عَلَى رَجُلٍ بِالْكُفْرِ اِلَّا بَاءَ بِهِ اَحَدُهُمَا اِنْ كَانَ كَافِرًا فَهُوَ كَمَا قَالَ وَاِنْ لَمْ يَكُنْ كَافِراً فَقَدْ كَفَرَ بِتَكْفِيْرِهِ اِيَّاهُ

Artinya, “Janganlah memastikan kesaksianmu atas orang Islam dgn syirik, kufur atau munafik. Karena sesungguhnya hal tersebut perkara yg sangat berat. Sesungguhnya yg dapat mengetahui beberapa isi hati ialah Allah, maka engkau tak dapat ikut campur urusan pribadi hamba dan Tuhannya. Nabi Saw bersabda, taklah seseorang bersaksi kafir kepada orang lain, kecuali vonis kafir tersebut kembali kepada salah satunya. Jika yg dituduh betul kafir, maka benar seperti apa yg dituduhkan. Jika yg dituduh tak kafir, maka sungguh yg menuduh telah kafir sebab mengkafirkan pihak yg dituduh kafir,” (Syekh Nawawi Al-Bantani, Maraqil Ubudiyyah, Surabaya, Al-Hidayah, halaman 69).

Kedua, tak memberontak pemerintah.
Berdasarkan ijma’ (kesepakatan) ulama, bahwa tindakan makar/pemberontakan terhadap pemerintah yg sah ialah haram meski pemerintah itu fasik atau zalim. Al-Imam An-Nawawi menegaskan:

وَأَمَّا الْخُرُوجُ عَلَيْهِمْ وَقِتَالُهُمْ فَحَرَامٌ بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ وَإِنْ كَانُوا فَسَقَةً ظَالِمِينَ.

Artinya, “Adapun keluar dari ketaatan terhadap penyelenggara negara dan memeranginya maka hukumnya haram berdasarkan ijma’ ulama, meskipun mereka fasik dan zalim,” (Lihat An-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj, Beirut, Daru Ihya’it Turats, 1392 H, juz XXII, halaman 229).

Sepanjang sejarah, ulama’ Aswaja tak pernah ada kamus memberontak kepada pemerintahan yg sah. Saat pemerintahan dipegang rezim Muktzilah, sikap ulama Aswaja pada waktu itu tetap menghormati pemimpinnya. Ulama seperti Imam Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, dan beberapa ulama besar Aswaja abad ke-3 hijriyah lainnya tak pernah memfatwakan pemberontakan kepada Khalifah Al-Makmun, Al-Mu’tashim, dan Al-Watsiq dari kalangan Muktazilah Jahmiyyah yg memegang tampuk pemerintahan.

Dr Abdul Fattah Qudais Al-Yafi’i menegaskan:

وَلَمْ نَسْمَعْ أَنَّ أَحَدًا مِنْهُمْ حَرَّمَ التَّعَامُلَ مَعَ أُوْلَئِكَ الْقَوْمِ أَوْ مَنَعَ الْاِقْتِدَاءَ بِهِمْ أَوِ الْقِتَالَ تَحْتَ رَايَتِهِمْ فَيَجِبُ أَنْ نَتَأَدَّبَ بِأَدَبِ السَّلَفِ مَعَ الْمُخَالِفِ

Artinya, “Kami tak mendengar salah seorangpun dari mereka (ulama Aswaja) mengharamkan berinteraksi dgn pemimpin-pemimpin yg bermadzhab Muktazilah itu atau mencegah umat buat mengikuti mereka atau mencegah berperang di bawah komando mereka. Maka, wajib bagi kita beretika seperti etika ulama salaf dgn pemimpin yg berbeda pandangan,” (Lihat Syekh Dr Abdul Fattah Qudais Al-Yafi’i , Al-Manhajiyyah Al-‘Ammah fil Aqidah, Shan’a, Maktabah al-Jaylu al-Jadid, Shan’a, cetakan pertama, 2007 M, halaman 32-33).

Andaikan ditemukan kekeliruan dari kebijakan pemerintah, maka hendaknya memberi nasihat dgn cara yg santun, bijak dan sesuai konstitusi. Tidak dgn caci maki, mengumbar aib di media sosial atau cara-cara yg inkonstitusional. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ نَصِيْحَةٌ لِذِيْ سُلْطَانٍ فَلَا يُكَلِّمْهُ بِهَا عَلَانِيَّةً، وَلْيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَلْيَخْلُ بِهِ، فَإِنْ قَبِلَهَا وَإِلَّا قَدْ كَانَ أَدَّى الَّذِيْ عَلَيْهِ وَالَّذِيْ لَهُ

Artinya, “Barangsiapa hendak menasehati pemerintah, maka janganlah dgn terang-terangan di tempat terbuka. Namun jabatlah tangannya, ajaklah bicara di tempat tertutup. Bila nasihatnya diterima, bersyukurlah. Bila tak diterima, maka tak mengapa, sebab sungguh ia telah memenuhi kewajibannya dan memenuhi haknya,” (HR Al-Hakim, shahih).

Ketiga, menghargai perbedaan.
Dalam setiap perbedaan yg bersifat furu’iyyah, pendakwah Aswaja tak mengklaim sesat atau fasik kepada pihak lain. Syekh Abdul Qahir Al-Baghdadi mengatakan tentang ciri khas Aswaja sebagai berikut:

وَاِنَّمَا يَخْتَلِفُوْنَ فِي الْحَلَالِ وَالْحَرَامِ مِنْ فُرُوْعِ الْأَحْكَامِ وَلَيْسَ بَيْنَهُمْ فِيَما اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنْهَا تَضْلِيْلٌ وَلَا تَفْسِيْقٌ وَهُمُ الْفِرْقَةُ النَّاجِيَةُ

Artinya, “Dan mereka hanya berbeda dalam halal dan haram dari beberapa cabangan hukum. Tidak ditemukan dalam perbedaan di antara mereka vonis penyesatan dan tuduhan fasiq. Mereka ialah kelompok yg selamat,” (Lihat Syekh Abdul Qahir Al-Baghdadi, Al-Farqu Bainal Firaq, Beirut, Darul Afaq Al-Jadiddah, 1977 M, halaman 20).

Keempat, berdakwah dgn ramah.
Ulama Aswaja berdakwah dgn penuh kasih sayg dan kelembutan. Mereka berdakwah dgn cara bertahap. Sedikit demi sedikit menuntun masyarakat, tak secara frontal mengharamkan di sana sini. Al-Habib Zain bin Ibrahim bin Smith mengatakan:

وَقَالَ سَيِّدُنَا الْإِمَامُ عَبْدُ اللهِ بْنِ حُسَيْنِ بْنِ طَاهِرٍ نَفَعَ اللهُ بِهِ يَنْبَغِيْ لِمَنْ أَمَرَ بِمَعْرُوْفٍ أَوْ نَهَى عَنْ مُنْكَرٍ أَنْ يَكُوْنَ بِرِفْقٍ وَشَفَقَةٍ عَلَى الْخَلْقِ يَأْخُذُهُمْ بِالتَّدْرِيْجِ. فَإِذَا رَآهُمْ تَارِكِيْنَ لِأَشْيَاءَ مِنَ الْوَاجِبَاتِ فَلْيَأْمُرْهُمْ بِالْأَهَمِّ فَالْأَهَمِّ. فَإِذَا فَعَلُوْا مَا أَمَرَهُمْ بِهِ انْتَقَلَ إِلَى غَيْرِهِ وَأَمَرَهُمْ وَخَوَّفَهُمْ بِرِفْقٍ وَشَفَقَةٍ مَعَ عَدَمِ النَّظَرِ مِنْهُ لِمَدْحِهِمْ وَذَمِّهِمْ وَعَطَاهُمْ وَمَنْعِهِمْ، وِإِلَّا وَقَعَتِ الْمُدَاهَنَةُ. وَكَذاَ إِذاَ ارْتَكَبُوْا مَنْهِيَّاتٍ كَثِيْرَةً وَلَمْ يَنْتَهُوْا بِنَهْيِهِ عَنْهَا كُلِّهَا، فَلْيُكَلِّمْهُمْ فِيْ بَعْضِهَا حَتَّى يَنْتَهُوْا، ثُمَّ يَتَكَلَّمُ فِيْ بَعْضِهَا حَتَّى يَنْتَهُوْا، ثُمَّ يَتَكَلَّمُ فِيْ غَيْرِهَا وَهَكَذَا

Artinya, “Habib Abdullah bin Husain bin Tahir mengatakan bahwa sebaiknya orang yg menyeru kebaikan dan mencegah kemunkaran melakukannya dgn halus dan penuh kasih sayg kepada makhluk. Mereka menuntunnya dgn bertahap. Apabila masyarakat meninggalkan banyak kewajiban, maka prioritaskanlah mereka dgn kewajiban yg paling urgen. Jika mereka telah mampu menjalankan satu kewajiban, maka baru berpindah kepada kewajiban yg lain dan memerintahkan serta memberinya peringatan dgn lembut dan kasih sayg dgn tak mempedulikan sanjungan, cacian dan pemberian mereka. Bila tak demikian, maka mau terjadi mudahanah (penipuan/ mengambil muka). Demikian pula bila masyarakat melakukan banyak kemunkaran dan tak dapat meninggalkan keseluruhannya, maka cegahlah sebagiannya sampai mereka mampu meninggalkan. Kemudian beralih pada persoalan lain sehingga mereka meninggalkannya, dan demikian seterusnya.” (Lihat Habib Zain bin Smith, Al-Manhajus Sawi, Jakarta, Darul Ulum Al-Islamiyyah, cetakan ketiga, 2008 M, halaman 311-312).

Demikianlah beberapa ciri dai berhaluan Aswaja. Dari keterangan di sini, dapat dipahami bahwa ceramah yg tak sesuai dgn ciri-ciri di atas ialah cara dakwah yg tak berhaluan Aswaja. Semoga bermanfaat. Saran kami, berhati-hatilah dalam memilih penceramah supaya tak salah jalan. Kami terbuka buat menerima saran dan kritik.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu alaikum wr. wb.

(M Mubasysyarum Bih)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.