Dzikir ialah aktivitas seorang hamba dalam menyebut nama Allah. Dalam berdzikir, kondisi orang berbeda-beda. Ada orang yg mulutnya berdzikir, tetapi hatinya lalai. Ada juga yg menyebut nama Allah dgn hati terjaga. Sebagian orang berdzikir dgn hati waspada sebagai disinggung Ibnu Athaillah dalam hikmah berikut ini.
Artinya, “Jangan tinggalkan dzikir sebab kelalaian hatimu yg tak bersama Allah sebab kelalaian tanpa dzikir lebih buruk ketimbang kelalaian dgn dzikir. Bisa jadi Allah mengangkatmu dari dzikir dgn kelalaian ke dzikir dgn hati terjaga, dari dzikir dgn hati terjaga ke zikir dgn hati waspada, dari dzikir dgn hati waspada ke dzikir fana. Allah berfirman, ‘Dan yg demikian itu bagi Allah tak sulit,’ (Surat Ibrahim ayat 20).â€
Ibnu Athaillah menganjurkan kita berdzikir dgn hati lalai sekalipun. Ini menunjukkan betapa pentingnya dzikir. Mengapa demikian? Dzikir merupakan jalan utama mereka yg menempuh perjalanan Ilahi. Allah SWT sendiri memerintahkan kita buat menyebut nama-Nya secara mutlak terus-menerus sebagaimana disinggung Ibnu Ajibah berikut ini.
Artinya, “Menurutku, dzikir ialah pilar utama dari jalan yg ditempuh para sufi. Ia ialah amalan paling utama. Allah berfirman, ‘Sebutlah nama-Ku, Aku mau menyebut namamu,’ dan ‘Wahai orang-orang yg beriman, sebutlah nama Allah dgn sebutan yg banyak.’ Maksud dari ‘Sebutan yg banyak’ ialah tak melupakan Allah di hati selamanya. Ibnu Abbas berkata, ‘Allah menentukan waktu-waktu khusus buat semua ibadah dan memaafkan hamba-Nya yg menunaikan ibadah itu di luar waktunya kecuali ibadah dzikir sebab Allah tak menentukan waktu khusus buat ibadah ini. Allah berfirman, ‘Sebutlah nama Allah dgn sebutan yg banyak,’ dan ‘Bila kamu sekalian telah menunaikan sembahyg, maka sebutlah nama Allah saat kalian duduk, berdiri, dan berbaring.’ Seorang sahabat Rasul bertanya, ‘Ya rasul, syiar Islam kelewat banyak. Sebutlah satu amalan ringkas buatku di mana aku dapat menyusul ketertinggalan di masa lalu?’ ‘Jagalah lisanmu supaya selalu basah menyebut nama Allah,’ jawab Rasul senyum. Rasulullah SAW bersabda, ‘Kalau ada seseorang memiliki banyak dirham di pangkuannya lalu ia membagikannya sampai habis, lalu seorang lagi hanya berdzikir menyebut nama Allah, niscaya orang kedua lebih utama di sisi-Nya,’’†(Lihat Ibnu Ajibah, Syarhul Hikam, Beirut, Darul Fikr, tanpa tahun, juz I, halaman 79-80).
Sebagian ulama bahkan menyebut dzikir sebagai kunci pembuka penyatuan seorang hamba dan Allah. Melalui dzikir, seorang hamba dapat memasuki majelis mulia bersama Allah SWT. Hal ini disebutkan oleh Syekh Burhanuddin As-Syadzili Al-Hanafi berikut ini. Menurutnya, tak ada ketentuan terhadap lafal dzikir. Artinya, dzikir dgn lafal yg mana saja dapat membuka pintu langit.
Artinya, “Menurut saya, dzikir yg diperintahkan ustadznya apakah itu ‘Lâ ilâha illallâh’, ‘Allâh’, atau dzikir lainnya sesuai pertimbangan kemaslahatan ustadz ialah kunci pintu ruang utama penyaksian Allah, penyatuan dgn-Nya, pokok dari fondasi kehadiran (wushul) jiwa-jiwa suci di majelis Allah nan suci lagi mulia,†(Lihat Syekh Burhanuddin As-Syadzili Al-Hanafi, Ihkamul Hikam fi Syarhil Hikam, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 2008 M/1429 H, halaman 51).
Syekh Zarruq memandang pentingnya zikir. Menyebut asma Allah dapat menghidupkan batin seseorang. Tetapi lupa mau Allah dapat berakibat fatal, jatuh di lembah maksiat.
Artinya, “Peringatan: dzikir itu menghidupkan hati. Lalai itu mematikan hati. Sementara puncak dari kelalaian itu nanti berakhir pada menganggap baik sesuatu yg sebenarnya ialah tak baik. Sedangkan awal dari semua itu ialah lupa atas ketakbaikan hal itu,†(Lihat Syekh Zarruq, Syarhul Hikam, As-Syirkatul Qaumiyyah, 2010 M/1431 H, halaman 61).
Selalai apapun, dzikir tetap harus dilakukan sebab dzikir dapat mendekatkan kita kepada Allah. Kalaupun baru berdzikir dgn hati lalai, minimal lisannya telah dekat dgn Allah. Sebagai manusia, kita hanya berusaha. Selebihnya kita serahkan kepada Allah SWT.
Artinya, “Tidak dzikir itu tanda jauh dari Allah baik secara hati maupun lisan. Lain halnya dgn dzikir sebab meskipun hatimu jauh dari Allah, lisanmu tetap dekat dgn-Nya sebab itu kau tetap harus menyebut nama Allah sekalipun hatimu lalai terhadap-Nya saat dzikir… (buat sampai ke sana) seorang murid hanya berkewajiban menjalani sebab (sebagai syariat), sementara kesampaian dan terangkatnya hijab ialah wewenang Allah,†(Lihat Syekh Syarqawi, Syarhul Hikam, Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyah, tanpa tahun, juz I, halaman 40). Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)