Penjelasan tentang Syirkah Abdan

Dalam kitab Fathul Wahab, terbitan Daru al-Fikr: 1/255, Syeikh Zakaria Al-Anshory mendefinisikan syirkah abdan sebagai berikut:

شركة أبدان بأن يشتركا أي اثنان ليكون بينهما كسبهما ببدنهما متساويا كان أو متفاوتا مع اتفاق الحرفة كخياطين أو اختلافهما كخياط ورفاء

Artinya: “Syirkah abdan ialah bilamana terdapat dua pihak yg saling bersekutu buat menjalankan roda usaha, baik dgn jalan pembagian yg sama atau berbeda dari segi profesi fisiknya, beserta kesesuaian hirfah (job deskripsi). Contoh: kerja sama antara dua orang yg berprofesi sama-sama penjahit, atau kerja sama antara dua pihak dgn profesi yg berbeda, seperti: antara penjahit dgn tukang pintal.” (Syeikh Zakaria Al-Anshory, Fathul Wahab, Penerbit: Daru al-Fikr: 1/255).

Sebagaimana pernyataan Syeikh Imam Qadli Husain, bahwa syirkah uqudi jenis syirkah abdan ini merupakan yg tak diperbolehkan dalam madzhab Syafi’i (Lihat: Syeikh Al-Qadli Husain, al-Lubab fil-Fiqhi al-Imam asy-Syafi’i, Daru al-Fikr: 1/255!). Di mana letak mahal khilafnya? Mari kita kaji bersama!

Jika kita perhatikan pada definisi di atas, maka syirkah abdan ini memiliki rukun sebagai berikut: 

1. Keberadaan dua orang atau lebih yg berakad

2. Jenis Usaha dan pembagian kerja

3. Kesepakatan pembagian keuntungan dan kerugian dari hasil kerja sama tersebut

Gambaran fenomena sosial dari syirkah abdan ini ialah: 

1. Perserikatan antara insinyur, tukang keramik, toko keramik, makelar pasir dan makelar tanah

2. Perserikatan antara pedagang pasar, kuli angkut dan tengkulak

3. Perserikatan antara kuli kapal dan anak buah kapal

Perlu digarisbawahi bahwa ada perbedaan antara perserikatan (syirkah) dgn kerja sama. Perserikatan itu bukan kerja sama dan demikian sebaliknya bahwa kerja sama ialah bukan perserikatan. Perserikatan merupakan sebuah kumpulan yg didasarkan pada tujuan akhir pembagian keuntungan secara bersama-sama. Jadi, dalam perserikatan, terdapat upaya mengumpulkan harta secara bersama-sama. Sementara kerja sama lebih didorong sebab unsur ta’awun (saling tolong menolong) dgn keuntungan yg dimiliki dari hasil usaha sendiri. Jadi, dalam kerja sama tak ada unsur mencampur harta. Nilai positifnya dari adanya perserikatan abdan ialah dapat mencakup kerja sama antara berbagai pihak. Sementara nilai negatifnya ialah munculnya monopoli atau genk-genk pasar atau makelar proyek. Inilah yg menjadikan mengapa dalam fuqaha’ dari kalangan syafi’iyah menganggap bahwa syirkah abdan ialah bathil.

Beberapa ‘Illah Larangan Syirkah Abdan

Hal yg mendasari terjadinya khilaf (perbedan pendapat) di kalangan ulama’ terhadap syirkah abdan ini ialah: pertama sebab ketiadaan modal (‘urudl) di antara mereka. Ketiadaan modal dapat berpengaruh pada standar cara pembagian keuntungan usaha. Bagaimana mahu menghitung nisbahnya padahal tak ada alat penakarnya? Buntutnya dapat berakibat perselisihan yg membawa mudlarat kepada hubungan antara pihak-pihak yg berakad. Selain sebab persoalan ‘urudl yg tak dapat ditakar, demikian juga dgn faktor kerja fisik yg sulit buat ditentukan ukurannya. 

Alasan kedua, pelarangan syirkah abdan ialah sebab faktor jenis pekerjaan dan usaha. Tidak selamanya orang dalam kondisi sehat terus. Demikian juga, fisik tubuh manusia tak selamanya mau memiliki vitalitas dgn kinerja yg tinggi. Kadang kala faktor psikis dapat mempengaruhi kinerja seseorang dalam kelompok. Menurunnya kinerja dapat berpengaruh terhadap hasil usaha.

Dalam syirkah abdan, faktor kinerja fisik yg mengakibatkan penurunan kinerja seseorang sering melahirkan perselisihan. Timbul rasa iri di antara sesama karyawan dan pelaku usaha, atau bahkan antar pemilik modal. Efeknya, dapat mudlarat lagi kepada syirkah yg terbentuk. Padahal melakukan resign ialah tertutup kemungkinannya, sebab faktor sama-sama yg berkiprah (berjasa) dalam mendirikan usaha. Akhirnya, dapat berujung pada perselisihan hingga kemudian gulung tikar dan balik dari nol lagi. Inilah hal yg tak dikehendaki oleh syariat agama kita. Meskipun ada hadits yg menyatakan “ash-shulhu jaizun” (perdamaian/negosiasi kekeluargaan ialah diperbolehkan), mau tetapi sebab mudlarat yg lain ialah lebih besar, maka langkah saddud dzariah (menutup peluang timbulnya mudlarat) ialah hal yg lebih baik sehingga muncul hukum bathil bagi pelaku syirkah semacam ini. Sebagaimana kaidah:

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

Artinya: “Menolak mafsadah ialah prioritas utama mengalahkan usaha mengambil kemaslahatan.”

Selain faktor fisik, faktor non fisik seperti relasi antar karyawan atau relasi antar badan usaha juga dapat mempengaruhi kinerja sebuah perserikatan. Seorang insinyur bekerja sama dgn toko keramik, tukang keramik, makelar pasir dan bahan bangunan lainnya, kemudian hasil akhir dihitung secara bersama-sama dan dibagi menurut nisbah rasio yg sama, mau melahirkan gejolak saling iri. Di satu sisi si kuli batu merasa bahwa kinerjanya yg berat. Sementara makelar pasir beralasan dia yg berat. Si insinyur juga mengaku bahwa mengumpulkan mereka dan merasa dirinya selaku penanggung jawab proyek, pasti juga mau memiliki alasan lain. Hal semacam ini yg acapkali dapat mengundang perselisihan. Kerja sama antara dua orang yg sama-sama mencari kayu bakar saja, dapat membuat dua orang menjadi berselisih pendapat sebab faktor kinerja yg berbeda. 

Berbagai alasan di atas merupakan dasar dari fuqaha’ kalangan Syafi’iyah menyatakan bahwa syirkah ini termasuk yg tak diperbolehkan sebagai wujud kehati-hatian. Karena prinsip ijtihad dari fuqaha’ syafi’iyah ialah hati-hati dalam memberikan keputusan hukum, sehingga tak mudah berfatwa membolehkan atau melarang suatu masalah tanpa ‘illah (landasan hukum) yg jelas. Sebagaimana qaul Imam Nawawi radliyallahu ‘anhu:

يحرم التساهل فى الفتوى ومن عرف به حرم استفتاؤه, فمن التساهل أن لايتثبت ويسرع بالفتوى قبل استيفاء حقها من النظر والفكر إلى أن قال ومن التساهل أن تحمله الأغراض الفاسدة على تتبع الحيل المحرمة أو المكروهة

Artinya: “Diharamkan menggampangkan dalam berfatwa. Barangsiapa diketahui dgn ciri demikian, maka haram meminta fatwa (keputusan hukum) terhadapnya. Termasuk perbuatan tasahul (menggampangkan), ialah: tak melakukan identifikasi masalah dan terburu-buru dalam berfatwa sebelum memenuhi hak-haknya masalah, seperti meneliti dan berfikir…. Dan termasuk tasahul ialah bila terbawa oleh tujuan-tujuan fasidah seperti menuruti siasat (misal: politik) yg diharamkan atau dimakruhkan.” (Muhyiddin bin Zakarya bin Yahya bin Syaraf al-Nawawy, Adabul Fatwa wal Mufti wal Mustafti, Dar al-Fikr: 7)

Kesimpulan akhir dari tulisan ini ialah bahwa syirkah abdan ialah perserikatan antara dua orang atau lebih buat melakukan suatu jenis usaha dgn niat keuntungan dibagi secara bersama-sama. Perserikatan ini tak membutuhkan modal. Kangan fuqaha’ syafi’iyah melarang jenis syirkah ini sebab besarnya faktor kerugian yg dapat muncul di belakang hari akibat tak dapat ditetapkan nisbah rasio pertanggungjawaban risiko keuntungan atau kerugian sebuah usaha. 

Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.