– Isu rasis berupa ujaran kebencian dan permusuhan terhadap etnis China kembali menyeruak setelah hubungan diplomatik Indonesia-China sempat memanas akibat klaim terhadap Laut Natuna, Kepulauan Riau.
Kampanye rasis tersebut bahkan semakin gencar disuarakan sejumlah pihak terkait berita tentang penindasan terhadap Muslim Uighur di China
Menanggapi hal itu, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj mengatakan, tindakan China yg mengklaim perairan Natuna memang harus dilawan, tapi bukan berarti memusuhi bangsa China.
“Karena yg perlu dimusuhi ialah perbuatan China yg telah melanggar kedaulatan Indonesia. Karena itu, pemerintah harus segera menyelesaikan konflik di laut Natuna,†kata Kiai Said Aqil, dikutip dari iNews, Selasa, 14 Januari 2020.
Kiai Said menegaskan, sikap benci dan permusuhan yg didasarkan pada perbedaan suku bangsa atau agama sangat bertentangan dgn ajaran Islam.
“Jadi, menilai seseorang atau siapa pun bukan dari etniknya, tapi dari perilakunya,†ujarnya.
Menurut Kiai Said, secara historis bangsa China dan umat Islam di Indonesia memiliki hubungan yg telah terjalin sejak ribuan tahun lalu, bahkan tak sedikit tokoh Islam Nusantara yg berasal dari etnis Hokian, China.
“Inkulturasi budaya China-Indonesia juga tercermin dari adanya penyerapan beberapa kosa kata bahasa China yg telah diadopsi menjadi bahasa Indonesia, seperti kosa kata becak, bakso, bakmi dan sebagainya. Karena itu, kita harus saling menghormati,†ujarnya.
Umat Muslim khususnya NU, kata Kiai Said, selalu menganggap suku bangsa China sebagai saudara sesama manusia, apalagi bangsa Indonesia memiliki hubungan historis termasuk dalam penyebaran agama Islam di Nusantara.
“Salah satu walisongo yg menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa juga merupakan keturunan suku bangsa China,” ujarnya.
“Raden Fatah yg menyebarkan agama Islam di Demak, ibunya China. Gus Dur dari silsilahnya juga ada darah China,†sambungnya.