Kedudukan Cairan Keputihan dalam Syariat Islam

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, saya mau tanya tentang hukum keputihan pada wanita? Apakah najis atau tak? Terima Kasih. Wassalamu alaikum wr. wb. (Ghufran/Karawang).

Jawaban
Wa‘alaikumus salam wr. wb.
Penanya yg budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Keputihan memang hampir dialami oleh setiap wanita. Keputihan ialah cairan atau lendir yg keluar dari vagina. Lendir yg normal umumnya berwarna bening hingga keputih-putihan dan tak berbau. Jika tak berciri demikian, maka lendir tersebut dikategorikan tak normal, yaitu ada perubahan pada warna dan kekentalan di mana jumlah lendir yg berlebihan dan bau lendir yg tajam.

Penyebab keputihan juga beragam. Salah satunya ialah sebab kurang menjaga kebersihan vagina dgn baik. Lantas bagaimana hukumnya keputihan pada wanita tersebut, apakah najis atau tak?

Sebelum mengetahui najis atau taknya keputihan, maka sebaiknya kita menganalisa terlebih dahulu keputihan ini termasuk dalam kategori cairan apa. Di dalam Islam dikenal tiga jenis cairan yg keluar dari qubul (jalan depan). Pertama, mani/sperma. Kedua madzi, yakni cairan putih, bening, dan lengket yg keluar disebabkan bersyahwat atau saat bermain-main birahi antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan di antara keduanya dapat dilihat dari (1) baunya. Umumnya mani ketika basah beraroma seperti bau adonan roti dan tepung. Ketika mengering ia berbau seperti bau telor. (2) mani keluarnya memuncrat. (3) mani ketika keluar terasa nikmat dan setelah itu melemahkan dzakar dan syahwat. Sedangkan madzi tak muncrat serta tak melemahkan dzakar.

Cairan ketiga ialah wadi, yaitu cairan putih yg lebih kental. Ia keluar setelah air seni (menurut kelaziman) atau ketika memikul beban yg berat (letih) sebagai keterangan yg kami pahami dari kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz II, halaman 141-142.

فَمَنِيُّ الرجل في حال صحته ابيض ثحين يَتَدَفَّقُ فِي خُرُوجِهِ دَفْعَةً بَعْدَ دَفْعَةٍ وَيَخْرُجُ بِشَهْوَةٍ وَيُتَلَذَّذُ بِخُرُوجِهِ ثُمَّ إذَا خَرَجَ يَعْقُبُهُ فُتُورٌ وَرَائِحَتُهُ كَرَائِحَةِ طَلْعِ النَّخْلِ قَرِيبَةٌ مِنْ رَائِحَةِ الْعَجِينِ وَإِذَا يَبِسَ كَانَتْ رَائِحَتُهُ كَرَائِحَةِ الْبَيْضِ.

Dari tiga jenis cairan ini, dua yg terakhir yakni madzi dan wadi ialah berhukum najis . sedangkan mani berhukum suci sebagaimana telah dijelaskan oleh Imamus Syafi’i dalam Kitab Al-Umm.

كل ما خَرَجَ من ذَكَرٍ من رُطُوبَةِ بَوْلٍ أو مَذْيٍ أو وَدْيٍ أو ما لاَ يُعْرَفُ أو يُعْرَفُ فَهُوَ نَجِسٌ كُلُّهُ ما خَلاَ المنى

Artinya, “Setiap kencing, madzi, wadzi atau sesuatu yg tak diketahui atau diketahui yg keluar dari penis (kemaluan bagian depan) maka semua hukumnya najis kecuali mani.”

Dari penjelasan di atas, kami simpulkan bahwa cairan keputihan yg dialami oleh perempuan termasuk ke dalam jenis cairan yg ketiga, yaitu wadi. Ia sesuai dgn ciri-ciri dari wadi, yakni cairan keluar biasanya setelah kencing, atau sebab kecapekan, dan tak mengandung ciri dari mani maupun madzi yg lengket dan bersyahwat.

Simpulan kami, cairan keputihan juga berhukum najis. Ia harus dibersihkan terlebih dahulu dari kemaluan sebelum berwudhu dan melaksanakan shalat. Jika cairan ini mengenai benda lain yaitu pakaian atau lainnya, maka harus dicuci dgn cara dibasuh dgn air sampai hilang bau, warna, dan rasanya.

Demikian jawaban singkat kami. Semoga dapat dipahami dgn baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

(Annisa Nur Hasanah)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.