Madzi ialah cairan putih, bening, lengket yg keluar dari kemaluan ketika dalam kondisi syahwat, tak memuncrat dan setelah keluar pun tak menimbulkan rasa lemas. Berbeda dgn mani, setelah keluar, ia mau menimbulkan rasa lemas.
Madzi dapat datang kapan saja, biasanya bila pasangan suami istri sedang bermesraan. Namun bagaimana hukumnya bila air madzi–tanpa mani—keluar ketika sedang puasa?
Syekh Hasan Hitou mengatakan dalam kitabnya, Fiqh ash-Shiyam:
وَلَوْ قبَّلَ رَجÙÙ„ÙŒ امْرَأَتَه٠وَهÙÙˆÙŽ صَائÙمٌ، Ùَتَلَذَّذَ وَأَمْذَى، Ø¥Ùلَّا أَنَّه٠لَمْ يَنْزÙلْ، ÙالَّذÙÙŠ ذَهَبَ Ø¥Ùلَيْه٠الْجÙمْهÙوْر٠أَنَّه٠لَايÙÙْطÙرÙØŒ ÙˆÙŽÙ‡ÙÙˆÙŽ قَوْل٠الشَّاÙÙعÙÙŠÙŽØ©ÙØŒ بÙلَا Ø®ÙلَاÙ٠عÙنْدَهÙمْ، ÙˆÙŽØَكَاه٠ابْن٠الْمÙنْذÙر٠عَن٠الْØَسَن٠الْبَصْرÙيّÙØŒ وَالشَّعْبÙÙŠØŒ وَالْأَوْزَاعÙÙŠØŒ وَأَبÙÙŠ ØÙŽÙ†ÙيْÙÙŽØ©ÙŽØŒ وَأَبÙÙŠ ثور، قَالَ: وَبÙه٠أقÙوْلÙ
“Jika seorang suami mencium istrinya dan dia sedang berpuasa, kemudian merasa nikmat dan keluar madzi, namun tak mengeluarkan mani, maka jumhur berpendapat puasanya tak batal, dan itu ialah pendapat ulama Syafi’iyyah tanpa ada perbedaan di antara mereka. Ibnu al-Mundzir menceritakan pendapat tadi (orang yg keluar madzi tak batal puasanya), dari Hasan al-Bashri, asy-Sya’bi, al-Awza’i, Abu Hanifah, Abu Tsaur, beliau (Ibnu al-Mundzir) berkata: ‘Aku berpendapat demikian’.†(Syekh Hasan Hitou, Fiqh ash-Shiyam, Dar el Basyair al-Islamiyyah, cetakan pertama tahun 1988, halaman 68)
Para ulama yg berpendapat seperti di atas, berdalil bahwa madzi keluar tak melalui inzal (proses keluarnya mani), sedangkan madzi yg keluar itu mirip seperti kencing atau sesuatu lain yg keluar, dan tak mewajibkan mandi.Â
Dari pendapat ini kita dapat mengetahui bahwa keluarnya madzi menurut jumhur ulama itu tak membatalkan puasa.
Namun ada pendapat yg mengatakan bahwa madzi yg keluar sebab berciuman itu membatalkan puasa, pendapat ini dikeluarkan oleh imam Malik dan Imam Ahmad.
وَذَهَبَ الْإÙمَامَان مَالÙÙƒ ÙˆÙŽØ£ÙŽØْمد Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ الْقول٠بÙأَنَّه٠يÙÙْطÙر٠بÙØ®ÙرÙوْج٠الْمَذÙÙŠ النَّاتÙج٠عَن٠الْقÙبْلَةÙ
“Imam Malik dan Imam Ahmad berpendapat bahwa madzi yg keluar setelah berciuman itu membatalkan puasa.†(Syekh Hasan Hitou, Fiqh ash-Shiyam, Dar el Basyair al-Islamiyyah, cetakan pertama tahun 1988, halaman 68)
Demikian penjelasan status hukum puasa orang yg keluar madzi. Kesimpulannya, menurut jumhur (mayoritas) ulama, keluarnya madzi tak membatalkan sebab ia seperti keluarnya air kencing, tak ada proses inzal, berbeda dgn mani.Â
Meski begitu, hendaknya kita selalu berdoa supaya puasa kita selalu dijaga dari perbuatan yg menyebabkan batalnya pahala puasa kita. Selama menunaikan puasa, umat Islam diperintahkan tak hanya menahan lapar dan dahaga, tapi juga dusta, ghibah, adu domba, serta mengumbar syahwat. Semoga kita dijadikan orang yg beruntung di Ramadhan tahun ini, dan seterusnya. Amin. (Amien Nurhakim)
Uncategorized