Kerukunan Bermasyarakat dalam Islam

Islam mendorong individu-individu masyarakat buat berbuat baik kepada dirinya sendiri dan berbuat baik kepada sesama. Perbuatan baik ini dapat diterjemahkan ke dalam berbagai bentuk pada kehidupan bermasyarakat yg tentu memiliki keragaman bahasa, suku, keyakinan, warna kulit, kultur, selera kesenian, bahkan preferensi politik.

Islam mendorong kohesivitas sosial. Kerekatan sosial menciptakan ketahanan lingkungan dan situasi kondusif dalam aktivitas ekonomi dan aktivitas sosial lainnya. Islam sendiri tak melarang umat Islam buat berinteraksi dgn masyarakat yg beragam latar belakang, termasuk warga negara yg berbeda keyakinan.

 

Baca: Pentingnya Menjaga Kerukunan Beragama

Allah dalam kitab suci Al-Qur’an sendiri memerintahkan umatnya buat berbuat baik dan bersikap adil terhadap orang yg tak agresif dan tak ofensif serta tak mendorong eksodus, pengusiran, diskriminasi, pengucilan terhadap seseorang atau kelompok sosial tertentu.

 

لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ

 

Artinya, “Allah tak melarang kalian berbuat baik dan bersikap adil terhadap orang-orang yg tak memerangi kalian dalam urusan agama dan tak mengusir kalian dari kampung halaman. Sungguh Allah mencintai orang-orang yg bersikap adil.” (Surat Al-Mumtahanah ayat 8).

 

Baca: Toleransi dalam Masyarakat Indonesia

Kita dapat mempelajari jejak umat Islam pada masa awal berinteraksi dan bermasyarakat secara rukun dan baik. Kita dapat melihat bagaimana kerukunan terjalin dgn baik dalam interaksi sosial atau muamalah umat Islam dan non-Muslim.

Kita mengetahui bahwa Rasulullah saw dalam perjalanan hijrahnya ke Madinah pernah menyewa jasa Abdullah bin Uraiqith yg saat itu ialah seorang musyrik sebagai penunjuk jalan. Rasulullah saw juga sempat meminjam kapak sekelompok Yahudi buat kepentingan perang.

 

Baca: Tafsir Toleransi Antaragama

Rasulullah saw bahkan pernah mengizinkan Shafwan bin Umayyah buat bergabung dalam barisan pasukan umat Islam pada perang Hunain. Sedangkan kita semua maklum bahwa Shafwan bin Umayyah tetap berpegang pada keyakinan musyriknya hingga akhir hayat.

Yang jelas, Islam mendorong kerukunan dgn berbagai bentuknya dalam kehidupan bermasyarakat. Demikian halnya dgn interaksi muslim dan nonmuslim, Islam mengajarkan supaya umat beragama buat saling menghargai keyakinan orang lain.

 

Baca: Enam Prinsip Hubungan Umat Islam dgn Pemeluk Agama Lain

Islam menjamin hak umat beragama dalam menjalankan nilai-nilai agama sesuai dgn ajaran yg diyakininya sebagaimana traktat yg sangat terkenal dalam sirah nabawiyah, Piagam Madinah.

Demikian juga dgn kandungan Surat Al-Kafirun yg menegaskan perbedaan keyakinan umat Islam dan non-Muslim. Surat Al-Kafirun mengajarkan umat Islam dan non-Muslim buat saling menghargai ajaran agama lain serta tak menyinggung masalah agama orang lain. Hal ini dimaksudkan buat menjaga kerukunan dalam bermasyarakat. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)

Baca: Implementasi dan Batas-batas Toleransi Hubungan Muslim dan Non-Muslim

 

*Konten ini hasil kerja sama NU Online dan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI.

 

 

Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.