Ketika Hukum Syariat Islam Bicara Cinta Tanah Air

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online yg saya hormati, beberapa waktu ada seorang teman lama datang ke rumah. Kami mengobrol ke sana-ke sini. Di tengah obrolan teman saya membicarakan soal Indonesia sebagai tanah air kita bersama.

Ia menyatakan bahwa cinta tanah air Indonesia tak disyariatkan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa ‘hubbul wathan minal iman’ (cinta tanah air sebagian dari iman) bukanlah hadits sehingga mencintai Indonesia sebagai tanah air itu bukan sesuatu yg masyru` atau disyariatkan sebab tak ada dalilnya.

Yang mau saya tanyakan ialah apakah mencintai Indonesia yg merupakan tanah air kita dan dihuni oleh mayoritas umat Islam ialah memang tak disyariatkan? Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Agung/Brebes)

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yg budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya buat kita semua. Tanah air sebagaimana yg kita ketahui bersama ialah negeri tempat kelahiran. Al-Jurjani mendefiniskan hal ini dgn istilah al-wathan al-ashli yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya.

اَلْوَطَنُ الْأَصْلِيُّ هُوَ مَوْلِدُ الرَّجُلِ وَالْبَلَدُ الَّذِي هُوَ فِيهِ

Artinya, “Al-wathan al-ashli ialah tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya,” (Lihat Ali bin Muhammad bin Ali Al-Jurjani, At-Ta`rifat, Beirut, Darul Kitab Al-‘Arabi, cet ke-1, 1405 H, halaman 327).

Dari definisi ini maka dapat dipahami bahwa tanah air bukan sekadar tempat kelahiran tetapi juga termasuk di dalamnya ialah tempat di mana kita menetap. Dapat dipahami pula bahwa mencintai tanah air ialah berarti mencintai tanah kelahiran dan tempat di mana kita tinggal.

Pada dasarnya setiap manusia itu memiliki kecintaan kepada tanah airnya sehingga ia merasa nyaman menetap di dalamnya, selalu merindukannya ketika jauh darinya, mempertahankannya ketika diserang dan mau marah ketika tanah airnya dicela. Dengan demikian mencintai tanah air ialah telah menjadi tabiat dasar manusia.

Rasulullah SAW sendiri pernah mengekspresikan kecintaanya kepada Mekah sebagai tempat kelahirannya. Hal ini dapat kita lihat dalam penuturan Ibnu Abbas RA yg diriwayatkan dari Ibnu Hibban berikut ini:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ، وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ

Artinya, “Dari Ibnu Abbas RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Alangkah baiknya engkau sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yg paling aku cintai. Seandainya kaumku tak mengusirku dari engkau, niscaya aku tak tinggal di negeri selainmu,” (HR Ibnu Hibban).

Di samping Mekah, Madinah ialah juga merupakan tanah air Rasulullah SAW. Di situlah beliau menetap serta mengembangkan dakwah Islamnya setelah terusir dari Mekah. Di Madinah Rasulullah SAW berhasil dgn baik membentuk komunitas Madinah dgn ditandai lahirnya watsiqah madinah atau yg biasa disebut oleh kita dgn nama Piagam Madinah.

Kecintaan Rasulullah SAW terhadap Madinah juga tak terelakkan. Karenanya, ketika pulang dari bepergian, Beliau memandangi dinding Madinah kemudian memacu kendarannya dgn cepat. Hal ini dilakukan sebab kecintaannya kepada Madinah.

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدْرَانِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا

Artinya, “Dari Anas RA bahwa Nabi SAW apabila kembali dari berpergian, beliau melihat dinding kota Madinah, maka lantas mempercepat ontanya. Jika di atas atas kendaraan lain (seperti bagal atau kuda, pen) maka beliau menggerak-gerakannya sebab kecintaanya kepada Madinah,” (HR Bukhari).

Apa yg dilakukan Rasulullah SAW ketika kembali dari bepergian, yaitu memandangi dinding Madinah dan memacu kendaraannya supaya cepat sampai di Madinah sebagaimana dituturkan dalam riwayat Anas RA di atas, menurut keterangan dalam kitab Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani menunjukkan atas keutamaan Madinah disyariatkannya cinta tanah air.

وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّةِ حُبِّ الْوَطَنِ وَالْحَنِينِ إِلَيْهِ

Artinya, “Hadits tersebut menunjukan keutamaan Madinah dan disyariatkannya mencitai tanah air serta merindukannya” (Lihat, Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari, Beirut, Darul Ma’rifah, 1379 H, juz III, halaman 621).

Dari penjelasan singkat ini maka setaknya kita dapat menarik kesimpulan bahwa mencintai tanah air merupakan tabiat dasar manusia, di samping itu juga dianjurkan oleh syara` (agama) sebagaimana penjelasan dalam kitab karya Ibnu Hajar Al-Asqalani yg dikemukakan di atas.

Kesimpulannya ialah bahwa mencintai tanah air bukan hanya sebab tabiat, tetapi juga lahir dari bentuk dari keimanan kita. Karenanya, bila kita mendaku diri sebagai orang yg beriman, maka mencintai Indonesia sebagai tanah air yg jelas-jelas penduduknya mayoritas Muslim merupakan keniscayaan. Inilah makna penting pernyataan hubbul wathan minal iman (Cinta tanah air sebagian dari iman).

Konsekuensi, bila ada upaya dari pihak-pihak tertentu yg berupaya merongrong keutuhan NKRI, maka kita wajib buat menentangnya sebagai bentuk keimanan kita. Tentunya dalam hal ini harus dgn cara-cara yg dibenarkan menurut aturan yg ada sebab kita hidup dalam sebuah negara yg terikat dgn aturan yg dibuat oleh negara.

Saran kami, cintailah negeri kita dgn terus merawat dan menjaganya dari setiap upaya yg dapat menghancurkannya.

Demikian jawaban kami. Semoga dapat dipahami dgn baik. Kami selalu terbuka buat menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb.

(Mahbub Maafi Ramdlan)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.