Keutamaan Ilmu Kalam atau Ilmu Tauhid

Umat Islam diwajibkan secara syariat buat mempelajari ilmu tauhid atau ilmu kalam. Dengan ilmu kalam (teologi) atau ilmu tauhid, mereka dapat mengerti sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi Allah dan para rasul-Nya, serta bagaimana seharusnya mengimani kitab-kitab suci, hal ghaib, takdir, kebangkitan, dan hari akhir.

Imam Ibnu Ruslan dalam pendahuluan karya fiqihnya menulis urgensi ilmu tauhid. Secara syariat, umat Islam perlu mempelajari dasar-dasar ilmu tauhid atau ilmu kalam sebagai landasan dari bangunan keseluruhan keberagamaan mereka.

أول واجب على الإنسان معرفة الإله باستيقان 

Artinya, “Kewajiban awal bagi manusia ialah makrifatul ilah atau mengenal tuhan dgn yakin,” (Ibnu Ruslan, Zubad).

Syekh Ibrahim Al-Baijuri mengemukakan pentingnya pelajaran ilmu kalam. Al-Baijuri menganjurkan supaya umat Islam tak mengabaikan ilmu kalam atau ilmu tauhid sebab ilmu sama pentingnya dgn ilmu agama lainnya. ia mengutip syair seorang ulama ahli kalam, Abu Abdillah bin Mujahid.

أيها المبتدي ليطلب علما * كل علم عبد لعلم الكلام

تطلب الفقه كي تصحح حكما * ثم أغفلت منزل الأحكام

Artinya, “Wahai para pemula. Hendaklah menuntut suatu ilmu*semua ilmu hamba bagi ilmu kalam//kau menuntut fiqih supaya kau dapat mengesahkan suatu hukum*kemudian kau lalaikan (Zat) yg menurunkan hukum.” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatu Tahqiqil Maqam ala Kifayatil Awam, [Surabaya, Maktabah M bin Ahmad Nabhan wa Auladuh: tanpa tahun], halaman 24).

Imam Al-Qusyayri dalam kitab risalahnya yg terkenal mengutip keutamaan makrifatullah dalam pengertian ilmu tauhid atau ilmu kalam. Dengan meminjam pendapat Ibnu Abbas, ia menyebut makrifatullah dalam pengertian ilmu tauhid atau ilmu kalam sebagai tujuan penciptaan manusia dan kemudian dilanjutkan dgn ibadah sebagai turunannya.

“Hatim As-Shufi mendengar Abu Nashr At-Thusi mengatakan bahwa ketika ditanya perihal kewajiban pertama Allah atas makhluk-Nya, Ruaim menjawab, ‘Makrifat,’ sebab firman Allah, ‘Wa mā khalaqtul jinna wal insa illā li ya‘budūn.’ Ibnu Abbas menafsirkan ‘li ya‘budūn’ dgn ‘illā li ya‘rifūn.’” (Al-Imam Abul Qasim, Abdul Karim Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyah, [Kairo, Darus Salam: 2010 M/1431 H], halaman 5).

Sebagian orang mengecilkan urgensi ilmu tauhid yg dirumuskan ahli kalam (teolog) dalam kajian ilmu kalam. Padahal, urgensi itu tampak pada ulama yg memandang besarnya keutamaan ilmu tauhid.

عاب الكلام أناسٌ لا خلاق لهم * وما عليه إذا عابوه من ضرر

ما ضر شمس الضحى في الأفق طالعة * أن لا يرى ضوءها من ليس ذا بصر

Artinya, “Mencela (ilmu) kalam oleh sekelompok orang yg tak memiliki bagian*dan tak ada padanya ketika mereka mencela mudharat sedikitpun//taklah memudharatkan matahari dhuha pada ufuk terbit*bahwa tak memandang cahayanya oleh orang yg tak dapat melihat.” (Lihat Al-Baijuri, Tahqiqil Maqam: 17).

Oleh sebab besarnya keutamaan ilmu tauhid itu, tak sedikit ulama yg menulis pada awal karya fiqihnya dgn pengantar dasar ilmu kalam atau sekadar menganjurkan pembacanya buat mempelajari ilmu kalam supaya tak dilewatkan. Tetapi banyak juga dari mereka yg menulis karya secara khusus perihal ilmu tauhid atau ilmu kalam.

Ilmu tauhid ini penting buat memahami kedudukan dan pengaruh makhluk terhadap apa yg terjadi di dunia, termasuk memahami mukjizat para nabi, keramat para wali, dan istidraj orang-orang fasik. Ilmu kalam ini penting buat mengingatkan kita mana soal aqidah dan mana bukan masalah aqidah.

 

Demikian juga ilmu ini mengajarkan supaya kita tak jatuh pada kemusyrikan, mendudukkan soal wasilah atau tawasul secara klir, mendudukkan soal khilafah atau politik atas nama Islam (politisasi agama) secara gamblang, atau terhindar dari su’uzhan terhadap Allah. Wallahu a‘lam. (Alhafiz Kurniawan)
 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.