KH Ishomuddin Kritik Felix Siauw: Belajar Dulu Baca Alquran Sebelum Jadi Ustadz

– Nama pendakwah Ustadz Felix Siauw kembali menjadi perbincangan hangat di media sosial. Hal itu lantaran sebuah video yg memperlihatkan Felix Siauw tengah membacakan sebuah ayat Alquran menuai kritik.

Kritikan tersebut disampaikan Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Ishomuddin lewat akun Facebook miliknya, Senin, 29 Juni 2020.

Dalam unggahannya di Facebook, KH Ahmad Ishomuddin menyarankan Felix Siauw supaya lebih dulu belajar membaca Alquran dgn benar sebelum menjadi ustadz.

KH Ishomuddin juga mengatakan bahwa dirinya tak sengaja menonton sebuah video singkat Felix Siauw.

Dalam video itu, kata KH Ishomuddin, Felix sedang bermaksud menafsirkan kata “hikmat” pada sila keempat Pancasila dgn mengutip Qs. al-Jumu’ah ayat 1.

“Baru-baru ini saya membuka Facebook, tak sengaja menemukan sebuah video singkat Felix Siauw. Saya sengaja menontonnya sebab merasa penasaran. Terlihat jelas konteksnya, Felix sedang bermaksud menafsirkan kata “hikmat” pada sila keempat Pancasila dgn mengutip Qs. al-Jumu’ah ayat 1 di hadapan beberapa orang berseragam putih-putih, sepertinya seragam “pasukan” FPI. Mungkin saja motivnya supaya ia sebagai tokoh ex-HTI tak lagi dituduh sebagai orang yg anti Pancasila,” tulis KH Ahmad Ishomuddin di narasi unggahannya.

Ia mengungkapkan, Felix Siauw melakukan banyak kekeliruan ketika membaca Qs. al-Jumu’ah ayat 1 tersebut.

“Seperti telah saya duga, Felix nyata-nyata melakukan amat banyak kekeliruan meski hanya membaca satu ayat al-Qur’an, yaitu Qs. al-Jumu’ah ayat 1 itu. Kesalahan itu menurut ilmu tajwid bukan terkategori sebagai kesalahan yg ringan (al-khatha’ al-khafiy), melainkan kesalahan yg fatal (al-khatha’ al-jaliy),” ujar KH Ishomuddin.

“Saya tak terkejut melihat Felix keliru fatal membaca ayat, apalagi bila ia nekad menafsirkannya, jelas berdasarkan hawa nafsu, bukan dilandasi ilmu. Kekeliruannya itu wajar sebab bekal ilmu agamanya yg amat terbatas dan belum memadai,” sambungnya.

Kesalahan fatal lainnya, kata KH Ahmad, Felix telah mengurangi dua kata dalam satu redaksi di ayat 1 Qs. al-Jumu’ah tersebut.

“Kesalahan fatal lainnya, Felix telah mengurangi dua kata dalam satu redaksi ayat di atas, yaitu satu kata benda “ma (ما)” dan satu huruf jarr/ preposition (في)” dalam kalimat yg lengkapnya ialah “wa ma fil-ardli (وما في الأرض), sehingga menjadi “wal-ardli (والأرض)” ujarnya.

Berikut narasi lengkap unggahan KH Ahmad Ishomuddin terkait bacaan Felix Siauw:

BELAJAR DULU BACA AL-QUR’AN DENGAN BENAR KEPADA PARA AHLINYA SEBELUM MENJADI USTADZ
(Sebuah Catatan Untuk Felix Siauw)
Oleh: Ahmad Ishomuddin

Baru-baru ini saya membuka Facebook, tak sengaja menemukan sebuah video singkat Felix Siauw. Saya sengaja menontonnya sebab merasa penasaran. Terlihat jelas konteksnya, Felix sedang bermaksud menafsirkan kata “hikmat” pada sila keempat Pancasila dgn mengutip Qs. al-Jumu’ah ayat 1 di hadapan beberapa orang berseragam putih-putih, sepertinya seragam “pasukan” FPI. Mungkin saja motivnya supaya ia sebagai tokoh ex-HTI tak lagi dituduh sebagai orang yg anti Pancasila.

Baca Juga:  Disambut Meriah Warga Banten, KH. Said Aqil Siradj: Islam Nusantara Ajaran Yang Dibalut Kearifan Lokal

Awalnya Felix bertanya, “Oke coba lihat! Arti kata “hikmat”. Ada yg hapal surat al-Jumu’ah ayat pertama?” Sebelum ada yg menjawab pertanyaannya, Felix dgn tergesa-gesa menjawab sendiri pertanyaannya itu dgn membaca potongan ayat itu, “Sabbaha lillahi ma fissamawati wal-ardl? سبح لله ما في السموات)( والأرض ” Lalu, seseorang bermaksud menyempurnakan potongan ayat itu, “wa in tubdu ma…” Tetapi sebab keliru, atau sebab tak hapal, Felix pun segera menyela, “Bukan! (yakni bukan itu bunyi selanjutnya, tetapi) al-malikulquddus ‘azizul-hakim. Ada kata-kata “hakim”. Hakim artinya ialah orang yg memiliki hikmah”.

Seperti telah saya duga, Felix nyata-nyata melakukan amat banyak kekeliruan meski hanya membaca satu ayat al-Qur’an, yaitu Qs. al-Jumu’ah ayat 1 itu. Kesalahan itu menurut ilmu tajwid bukan terkategori sebagai kesalahan yg ringan (al-khatha’ al-khafiy), melainkan kesalahan yg fatal (al-khatha’ al-jaliy).

Saya tak terkejut melihat Felix keliru fatal membaca ayat, apalagi bila ia nekad menafsirkannya, jelas berdasarkan hawa nafsu, bukan dilandasi ilmu. Kekeliruannya itu wajar sebab bekal ilmu agamanya yg amat terbatas dan belum memadai.

Saya tak tahu sanad (mata rantai) keilmuan Felix, kepada siapa belajar ilmu agama, dan telah berapa lama ia secara khusus membersamai para ulama, seperti para santri NU di pondok pesantren, buat memperdalam pemahaman agamanya dan meneladani perilaku mereka dalam kehidupan beragama.

Saya menduga kuat, semoga dugaan saya tepat, bahwa Felix belajar agama secara otodidak, membaca buku-buku terjemahan, termasuk al-Qur’an dan Terjemahnya, dan tak dgn baik menguasai seperangkat ilmu buat memahami agama dari sumber-sumber aslinya, seperti Qawa’id al-lughah al-‘Arabiyyah, Ilmu Ushul al-Fiqh, Ilmu Fiqh lintas madzhab, Ilmu Tafsir, ‘Ulum al-Qur’an, Musthalah al-Hadits, dan sebagainya. Itulah sebabnya, dalam membaca satu ayat yg amat pendek saja, Felix berkali-kali terbukti melakukan kesalahan fatal yg merusak makna ayat tersebut.

Dari sisi adab, misalnya, dalam membaca al-Qur’an tampaknya Felix tak (lupa?) membaca ta’awwudz sebelum membaca meski satu ayat al-Qur’an. Membaca meski sepenggal ayat al-Qur’an yg jelas merupakan perbuatan baik itu amat memerlukan perlindungan dari Allah dari gangguan syetan yg terkutuk.

Baca Juga:  PBNU Usulkan Presiden Dipilih MPR, Ketua DPR: Akan Dibahas di Komisi II

Dari sisi ilmu al-Tajwid jelas juga bahwa Felix melakukan kesalahan fatal (al-khatha’ al-jaliy) yg secara mutlak hukumnya haram, pelakunya berdosa, dan membatalkan shalatnya (saat dibaca dalam shalat) bila merubah maknanya, seperti ketika Felix mengganti kata awal surat al-Jumu’ah, yakni kata “yusabbihu ( يسبح )” yg berbentuk fi’il al-mudlari’ (bentuk kata kerja yg menunjukkan makna sekarang dan yg mau datang) dgn kata “sabbaha (سبح)” yg berbentuk fi’il al-madliy (kata kerja lampau).

Kesalahan fatal lainnya, Felix telah mengurangi dua kata dalam satu redaksi ayat di atas, yaitu satu kata benda “ma (ما)” dan satu huruf jarr/ preposition (في)” dalam kalimat yg lengkapnya ialah “wa ma fil-ardli (وما في الأرض), sehingga menjadi “wal-ardli (والأرض)”.

Padahal, membaca al-Qur’an dgn benar itu wajib, sehingga bacaan yg sebaliknya seperti mengurangi satu huruf saja (nuqshan al-harfi) dari ayat al-Qur’an atau menambahinya satu huruf (ziyadat al-harfi), menukar satu huruf dgn huruf lainnya (tabdil al-harfi bil-harfi), atau merubah beberapa harakat dan sukun (taghyir al-harakat wa al-sakanat) itu terkategori sebagai kesalahan fatal atau al-khatha’ al-jaliy, yg jelas hukumnya haram.

Kekeliruan Felix yg lainnya terkait bacaannya atas Qs. al-Jumu’ah ayat 1 sepertinya sebab ia sama sekali tak memahami tata Bahasa Arab, terutama ilmu dasar yaitu Ilmu Nahwu/sintaksis dan Ilmu Sharf/morfologi.

Felix agaknya tak paham Ilmu al-Sharf, sehingga ia tak mampu membedakan mana ayat al-Qur’an yg diawali dgn kata kerja bentuk lampau (fi’il al-madli) “sabbaha (سبح)” dan mana ayat yg diawali dgn kata kerja bentuk sekarang atau yg mau datang (fi’il al-mudlari’) “yusabbihu (يسبح)”.

Bagi siapa saja yg tak benar-benar kuat hapalan bacaan al-Qur’annya, kedua kata kerja berbeda bentuk di atas berpotensi diletakkan bukan pada redaksi ayat yg tepat. Padahal kata “tasbih” di dalam al-Qur’an kadangkala ditulis atau dibaca dalam salah satu dari empat bentuk, yaitu al-mashdar seperti firman Allah ” سبحا طويلا “, al-madli seperti ” سبح لله “, al-mudhari’ seperti firman Allah ” يسبح لله ,” atau al-amr seperti firman Allah ta’ala ” وسبحوه بكرة وأصيلا .”

Penyebab kekeliruan fatal dari Felix Siauw dalam membaca Qs. al-Jumu’ah ayat 1 ialah bahwa ia tak mampu meng-i’rab, yakni tak mampu menganalisis posisi suatu kata dalam rangkaian kalimat dgn tinjauan aneka ilmu kebahasaan demi memperjelas maknanya. Perubahan akhir sebuah kata dalam satu rangkaian kalimat sempurna itu disebabkan adanya perbedaan faktor yg menyertainya.

Baca Juga:  Felix Siauw: Khilafah Harus Tegak, Pemerintah Merendahkan Ulama dan Menjual Negeri

Dalam video itu, Felix dgn sangat jelas keliru membaca kata ” ‘azizul-hakim ( عزيز الحكيم )” yg ia membaca ‘azizu ( عزيز ) tanpa “al ( ال )” dgn bacaan i’rab rafa’ bertandakan dhammah (u) pada huruf akhirnya, padahal yg benar seharusnya dibaca ” al-‘azizi ” sebab posisi kata ini ialah sebagai kata sifat atau sebagai badal dari kalimat lillahi (لله) yg terdiri dari huruf jarr (Ù„) dan lafdz al-jalalah ( الله ) yg dibaca majrur dgn tanda kasrah pada huruf akhirnya. Keduanya berkaitan erat dgn kata kerja yg disebut sebelumnya, huruf jar dan isim majrur ini dalam mahal nashab sebagai maf’ulun bihi. Secara lafal lafdz al-jalalah (الله) berposisi majrur, sedangkan mahal-nya ialah nashab. Adapun kalimat “al-malikil-quddusil-‘azizil-hakimi ( الملك القدوس العزيز الحكيم )” ialah nama-nama yg keseluruhannya ialah badal dari lafdz al-jalalah atau nu’utun lahu (sifat-sifat bagi-Nya).

Pada selain ayat al-Qur’an, yakni dalam Bahasa Arab, Felix Siauw atau lainnya boleh dgn bebas membaca dgn i’rab selainnya, asalkan memahami alasannya dan mampu menampilkan argumentasinya. Ibnu Malik dalam Alfiyah-nya membuat kaidah sebagai berikut,

واقطع أو اتبع إن يكن معينا # بدونها أو بعضها اقطع معلنا

وارفع أو انصب إن قطعت مضمرا # مبتدأ أو ناصبا لن يظهرا

Tulisan ini saya maksudkan sebagai pengingat bagi kita semua, terutama bagi Felix Siauw, supaya ia berkenan merenungkan kembali dan mau menyadari kekeliruannya, supaya kembali ke jalan yg benar dgn cara lebih banyak lagi belajar ilmu-ilmu agama kepada para ahlinya sebelum mengajarkannya kepada umat Islam.

Berhentilah berkhayal menghabiskan usia yg amat singkat buat mengganti sistem pemerintahan yg telah amat mapan di dunia ini dgn khilafah. Itulah kekhilafan yg selama ini Felix Siauw meyakininya sebagai sebuah kebenaran mutlak.

Padahal, membaca satu ayat saja ternyata masih banyak kesalahan, apalagi menafsirkannya, atau apalagi menerapkannya. Jangan pernah tanpa sadar menjadi orang yg sesat dan menyesatkan.

Hingga berita ini dibuat, unggahan kritikan KH Ahmad Ishomuddin terhadap ustadz Felix Siauw tersebut telah dikomentari puluhan netizen dan dibagikan sebanyak 794 kali.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.