KH. Said Aqil: Bela Islam Dengan Ilmu, Bukan dgn Takbir

, BOGOR – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Said Aqil Siradj mengatakan, gerakan aksi bela agama yg dilakukan sejumlah kelompok dgn mengusung jargon Islam sama sekali tak mencirikan perjuangan Islam yg benar.

Ia menegaskan, seorang muslim baru dapat dikatakan membela agamanya bila diperjuangkan melalui kontribusi ilmu pengetahuan, bukan dgn sorak semarai takbir di muka umum.

“Islam tak boleh dibela dgn pekik takbir di jalan-jalan, dgn kerumunan massa yg mengibar-ngibarkan bendera, dgn caci maki dan sumpah serapah. Islam harus dibela dgn ilmu pengetahuan dan peradaban. Itulah cara bela Islam yg benar,” cerkas KH. Said ketika berpidato dihadapan ratusan Santri di Kampus Universitas Nahdlatul Ulama (UNUSIA), Parung-Bogor, Selasa (22/10/2019). Dikutip Redaksi24.

Seruan Takbir disertai amarah dilakukan sepanjang adimarga, bagi Pria alumni Pesantren Lirboyo Kediri ini, tak mau membawa faedah apapun bagi agama sebab para pejuang Agama Islam dahulu katanya, tak pernah membuat gerakan eksklusif seperti itu.

Baca Juga:  Soal Ucapan Selamat Natal, Ini Kata PBNU

Lantas Said Aqil pun memberi contoh para pendahulu yg melakukan aksi bela agama. Para Ilmuwan Islam yg juga Ulama di zamannya, menciptakan aksi bela Islam melalui literasi, bukan dgn operasi jalanan.

Hal itu ditandai dgn sejumlah karya-karya Ulama dulu yg mampu mengubah peradaban hingga dikenal di berbagai belahan dunia. Sumbangsih pemikiran mereka tak hanya dipakai di kalangan umat Muslim, tapi juga kalangan Barat.

“Islam pernah mencapai zaman keemasan pada abad ke-7 sampai 13 Masehi dgn ilmu dan peradaban. Para filsuf dan ulama seperti Jabir ibn Hayyan (w. 721-815 M), Al-Fazari (w. 796/806 M), Al-Farghani (w. 870 M), Al-Kindi (801-873 M), Al-Khawarizmi (780-850 M), Al-Farabi (874-950 M), Al-Mas’udi (896-956 M), Ibn Miskawaih (932-1030 M), Ibn Sina (980-1037 M), Al-Razi (1149-1209 M), Al-Haitsami (w. 1039 M), Al-Ghazali (1058-1111 M), dan Ibn Rushd (1126-1198 M) telah berjasa kepada dunia dgn sumbangan mereka yg tiada tara bagi ilmu pengetahuan dan kemanusiaan,” terang KH. Said membuka cakrawala para Santri.

Baca Juga:  Habib Rizieq Ngaku Dicekal Untuk Balik ke Indonesia, Ini Kata Menko Polhukam Mahfud MD

Said menyampaikan hal itu supaya para santri tak terkungkung dalam paradigma fikih, yg mana sering menjadi bahan seru buat berseteru serta bertengkar sebabnya. Para santri, kata Said juga harus membuka diri terhadap wawasan-wawasan baru di era modern yg darinya dapat menunjang bagi kemajuan agama Islam.

Oleh sebab disibukkan dgn urusan fikih, lanjut KH. Said, pengalaman dan pengamalan keagamaan umat muslim akhirnya cenderung esoteris dan mengabaikan peran intelektual akal.

“Islam yg harus diperjuangkan bukan sekadar akidah dan syariah, tetapi ilmu dan peradaban (tsaqafah wal-hadlarah), budaya dan kemajuan (taqaddum wat tamaddun). Islam dalam etos santri ialah keterbukaan, kecendekiaan, toleransi, kejujuran, dan kesederhanaan,” tuturnya.

Di akhir, ketum PBNU itu pun mengajak kepada para santri buat mencontoh para Ulama di era kejayaan Islam dulu, di mana kontribusi mereka dapat memberi manfaat yg luas bagi kemanusiaan, yg melintasi zaman, melampaui sekat agama dan bangsa.Terlebih, dgn tibanya era revolusi industri 4.0 yg tak lagi memandang apa keyakinan yg dianut seseorang, tapi apa karya yg dihasilkannya.

Baca Juga:  Agus Rahardjo Tolak Kehadiran UAS, PBNU: Mungkin Untuk Menjaga Netralitas KPK

“Santri mewarisi legacy yg ditinggalkan oleh para ulama di abad keemasan Islam. Karena itu, kebangkitan Islam mau sangat ditentukan oleh kiprah dan peranan kaum santri,” pungkasnya.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.