Jika kita mau mempelajari sejarah hidup Rasulullah saw, ada satu kitab yg cukup otoritatif buat dijadikan salah satu referensi, yaitu Sirah Nabawiyah yg ditulis oleh Ibnu Hisyam. Tapi, ada hal penting yg tak boleh kita lupakan. Kitab tersebut sebenarnya bukan murni tulisan Ibnu Hisyam, tetapi ringkasan dari kitab Sirah Nabawiyah karya Ibnu Ishaq.
Hanya saja, kitab milik Ibnu Ishaq tak lagi dikaji dalam pembelajaran sejarah Nabi. Sebab, selain keberadaannya tak ditemukan lagi, kitab ringkasannya juga lebih sistematis dari kitab asalnya.
Sirah Ibnu Ishaq
Sebelum penulis kemukakan apa yg melatarbelakangi Ibnu Ishaq menulis Sirah Nabawiyah, penting penulis singgung satu hal. Kendati kitab Ibnu Ishaq dinilai sebagai sumber sejarah hidup Nabi Muhammad yg memiliki kualitas riwayat yg cukup kuat, tetapi dia bukanlah sejarawan Muslim pertama yg menulis kitab Sirah Nabawiyah. Sebelumnya, telah muncul beberapa generasi ulama yg memiliki konsentrasi terhadap penulisan kitab serupa.
Hidup di kalangan para ulama pada abad kedua, membuat Ibnu Ishaq tumbuh menjadi sosok yg memiliki kompetensi keilmuan yg mumpuni, termasuk soal sejarah. Kecerdasannya ini kemudian menarik Khalifah Al-Manshur buat mengundangnya ke Baghdad (tempat sang khalifah) dan memintanya buat menulis sejarah dari zaman Nabi Adam sampai masa ia hidup sekarang. Ada pula yg mengatakan bahwa sang khalifah bukan di Baghdad, tapi di Hirah.
Rencananya, sang khalifah mau memberikan kitab ini buat putranya, Al-Mahdi. Selesai kitab ditulis, ternyata pembahasannya terlalu luas. Al-Manshur pun meminta Ibnu Ishaq buat meringkasnya. Konon, kitab itu diletakkan di lemari milik Al-Manshur. Dalam versi yg lain mengatakan bahwa Ibnu Ishaq bukan menulis kitabnya bukan atas perintah Khalifah Al-Manshur, bukan pula di Baghdad atau di Hirah, tetapi di Madinah sebelum ia berdomisili di kalangan Dinasti Abbasiyah.
Berdasarkan keterangan para ulama, seperti Ibnu Hisyam, Ibnu Jarir ath-Thabari, dan lainnya, kitab Ibnu Ishaq ini terdiri dari tiga juz. Pada tiap-tiap juznya terdapat pembahasan-pembahasan yg diurut secara periodik.
Juz pertama (mubtada) berisi tentang sejarah beberapa utusan sebelum Nabi Muhammad, sejarah bangsa Yaman pada masa jahiliyah, kebilah-kabilah Arab serta cara mereka beribadah, dan sejarah kota Makkah serta nenek moyg Rasulullah saw. Pada juz kedua (mab’ats), berisi tentang kehidupan Rasulullah saw baik di Makkah ataupun ketika telah di Madinah. Pada juz ketiga (al-maghazi), berisi tentang kehidupan Rasulullah di Madinah.
Sirah Ibnu Hisyam
Kitab Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam merupakan salah satu kitab penting dan termasuk kitab generasi pertama dalam kajian sejarah hidup Nabi Muhammad saw. Ibnu Hisyam meriwayatkan kitab Sirah Nabawiyah karya Ibnu Ishaq setelah mendapat ijazah dari Ziad al-Bakka’i. Berikutnya, di tangah Ibnu Hisyam, kitab Ibnu Ishaq ini mengalami editing, peringkasan, penambahan, kadang-kadang disertai kritik, dan disuguhkan riwayat ulama lain sebagai pembanding.
Dalam kitabnya, Ibnu Hisyam menghapus beberapa bagian yg terdapat di dalam kitab Ibnu Ishaq. Seperti semua riwayat sebelum sejarah Nabi Ismail, anak-anak Ismail, riawayat-riwayat yg tak memiliki kaitan dgn sejarah, dan sekian banyak syair-syair yg masih diragukan kesahihannya.
Menurut Abdussalam Muhammad Harun dalam Tadzhib Sirah Ibnu Hisyam menjelaskan, kitab Ibnu Hisyam memiliki andil penting dalam memperkenalkan kitab milik Ibnu Ishaq. Bahkan Ibnu Ishaq sendiri dikenal berkat kehadiran kitab Ibnu Hisyam.
Jika kita membaca Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, mau banyak menemukan riwayat yg oleh penulisnya selalu menyertakan nama Ibnu Ishaq. Yang terakhir ini sangat membantu sekali buat mengenalkan Ibnu Ishaq.
Mengutip Ibnu Khalkan, Abdussalam menuliskan, “Ibnu Hisyam inilah orang yg mengumpulkan sirah Rasulullah saw dari kitab Al-Maghazi dan As-Siyar karya Ibnu Ishaq. Kemudian beliau menyusul hasil koreksi dan ringkasannya. Inilah kitab sirah yg ada di tangan publik dan dikenal dgn judul Sirah Ibnu Hisyam.”
Kajian terkait Sirah Ibnu Hisyam banyak ditekuni ulama dgn bukti hadirnya kitab-kitab yg menjadi syarah. Seperti Abdul Qasim Abdurrahman as-Suhaili yg menulis syarah dgn judul Ar-Rauhatul Anf, Abu Dzar al-Khusyani yg menulis sedikit kritik buat Sirah Ibnu Hisyam yg berjudul Syahrus Sirah an-Nabawiyah, dan Badarudin Muhammad bin Ahmad al-Aini menulis kitab syarah berjudul Kasyful Lisan fi Syarhi Siratibni Hisyam.
Perhatian ulama atas Sirah Ibnu Hisyam tak hanya dilakukan dgn pembuatan kitab-kitab syarah, tetapi juga dalam wujud pembuatan ringkasan kitab (mukhtashar). Seperti Burhanuddin bin Muhammad yg menulis Ibnul Marhal asy-Syafi’i dan Abu Abbas Ahmad bin Ibrahim bin Abdurrahman al-Wasithi yg menulis kitab dgn judul Mukhtashar Siratibni Hisyam.
Selain bentuk syarah dan mukhtashar, ada pula ulama yg menuliskannya dalam bentuk syair, yaitu Abu Muhammad Abdul Aziz bin Muhammad bin Said ad-Dumairi dan Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim.
Baik Ibnu Ishaq maupun Ibnu Hisyam, keduanya memiliki kontribusi penting dalam penulisan kitab Sirah Nabawiyah. Ibnu Ishaq dgn kualitas periwayatan kitabnya yg cukup kuat membuat karyanya dijadikan rujukan penting dalam pembelajaran Sirah Nabawiyah. Pun Ibnu Hisyam, berkat kitab ringkasannya, mampu menyabilan Sirah Nabawiyah dgn baik, selain juga berhasil memperkenalkan Ibnu Ishaq lebih luas yg kitabnya telah tak ditemukan lagi.
Muhamad Abror, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek-Cirebon dan Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah Jakarta